Sabtu, 23 Agustus 2008

Calon Bupati Cirebon dari Warga Ikatan Keluarga 872


Bakal Calon Bupati Cirebon Djakaria Machmud, yang di usung Koalisi partai islam (PKB, PKS, dan PPP), menempati urutan pertama dalam kepemilikan kekayaan terbanyak yaitu senilai Rp 120 miliar.

Informasi yang diperoleh dari KPUD Kabupaten Cirebon menyebutkan bahwa total kekayaan pengusaha hotel dan rektor Unswagati ini lebih besar hampir dua kali lipat dengan calon bupati Incumbent Dedi Supardi, PNS, yang juga memiliki harta cukup lumayan senilai Rp 63 miliar.

Calon bupati lainnya yakni Letkol (Purn) Sunjaya Purwadi menempati urutan ketiga dengan kekayaan Rp 11 miliar.

Untuk posisi calon wakil bupati, kekayaan terbanyak ditempati Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat dengan Rp 8 miliar. Sementara calon wakil lainnya seperti Ason Sukasa, dan Abdul Hayii hanya memiliki harta di bawah Rp 1 miliar.

Dengan demikian, pasangan calon Bupati yang kemungkinan lolos verifikasi KPUD pasangan terkaya disanding oleh Djakaria Machmud-PRA Arief Natadiningrat (Damar) disusul pasangan bupati incumbent Dedi Supardi-Ason Sukasa (Desa) dan berikutnya pasangan Sunjaya Purwadi-Abdul Hayii (Sah).

Sementara itu pengumuman hasil verifikasi dan daftar kekayaan calon rencananya akan diumumkan KPUD Kabupaten Cirebon pada tanggal 25 Agustus mendatang

107 Perenang Tempur TNI AL Seberangi Selat Madura


Surabaya - Sebanyak 107 perenang tempur TNI AL dari berbagai kesatuan di Surabaya, Rabu (20/8/2008) menggelar uji coba berenang menyeberangi Selat Madura menuju Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya.

Disaksikan Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Lili Supramono, Kepala Staf Koarmatim Laksamana Pertama TNI Slamet Sulistiyono, Komandan Gugus Tempur Laut Koarmatim Laksamana Pertama TNI RM Harahap, para Asisten dan Kasatker Koarmatim, para perenang tempur ini melaksanakan uji kemampuan kecepatan berenang dalam rangka kesiapan demonstrasi yang akan ditampilkan HUT TNI bulan Oktober 2008 mendatang.

Dengan pakaian tempur doreng lengkap, senjata laras panjang, sepatu katak (fin), swempest, snorkel dan kacamata renang para perenang tempur tersebut diterjunkan ke laut melalui pintu rampa KRI Teluk Ende-517 yang tengah berlayar di Selat Madura dengan jarak 1000 meter dari Dermaga Koarmatim Ujung Surabaya.

Ke-107 perenang tempur TNI AL dilepas dari KRI Teluk Ende-517 tersebut terdiri dari 26 personel Pasukan Katak Koarmatim, 20 penyelam Dinas Penyelamatan Bawah Permukaan Air Koarmatim, 20 personel Intai Amfibi Marinir, 16 personel Resimen Bantuan Tempur Pasmar 1, 5 personel Resimen Artileri Pasmar1, 10 personel Resimen Kavaleri dan 10 personel Batalyon 5 Brigif 1 Marinir.

Hanya butuh waktu empat menit sejak diterjunkan ke laut tepat pukul 14.30 WIB bagi seluruh perenang tempur yang berjumlah 107 untuk masuk ke laut dan langsung berenang menuju sasaran yang telah ditentukan.

Meski sebagian besar terbawa arus permukaan laut cukup kuat sehingga lintasannya menjadi melenceng dari track yang direncanakan. Namun hanya butuh waktu 24 menit bagi Sertu Marinir Chandra, anggota Resimen Artileri Pasmar 1 Surabaya, menjadi orang pertama yang mencapai Dermaga
Koarmatim Ujung Surabaya.

Selanjutnya dengan semangat yang tinggi akhirnya seluruh perenang berhasil mencapai Dermaga Koarmatim. Tercatat pada menit ke 44 perenang terakhir mencapai Dermaga. Meski dikawal dengan 6 perahu karet dan 3 sekoci sebagai pengamanan bagi perenang, seluruh perenang tempur tiba dengan selamat di tempat yang telah direncanakan. (penarmatim@yahoo.com)(fat/fat)

Konflik Ossetia, Ajang Perebutan Pengaruh Antara NATO dan Rusia


Konflik bersenjata antara Georgia dan Rusia di Ossetia Selatan sejak 8 Agustus 2008, dinilai sebagai pesan keras yang ingin disampaikan Rusia kepada pihak-pihak terkait di Barat dan AS agar tidak melakukan perluasan pengaruh NATO di Ossetia dan Abkhazia melalui tangan Georgia. Pesan keras lainnya, Rusia ingin mengatakan dengan lantang bahwa ancaman Rusia yang akan menggunakan kekuatan senjata untuk menghalau setiap upaya NATO memperluas pengaruhnya di negara-negara tetangganya bukanlah omong kosong, tapi akan dibuktikan dengan tindakan nyata.

Memang benar, secara kasat mata, Georgia-lah yang pertama memprovokasi Rusia dengan melancarkan serangan udara secara membabi buta terhadap Ibukota Ossetia Selatan Tskhinvali pada 8 Agustus 2008. Serangan itu menewaskan sekitar 1400 orang, 10 diantaranya adalah pasukan perdamaian Rusia. Akan tetapi balasan Rusia terhadap provokasi itu tidak seperti yang diduga oleh banyak pihak. Rusia langsung membalasnya dengan serangan udara dan agresi secara langsung mengusir tentara Georgia dari Ossetia dengan melibatkan ribuan tentara, ratusan pesawat tempur dan kapal-kapal perang. Armada tempur Rusia tidak hanya menargetkan posisi tentara Georgia di Ossetia tapi juga ibukota Georgia, Tbilis ikut menjadi sasaran.

Balasan Rusia yang diluar dugaan itu menunjukan adanya “ niat terpendam” Rusia yang telah sejak lama ingin “memberi pelajaran keras” terhadap sikap-sikap politik Presiden Georgia Mikhail Saakashvili yang cenderung pro Barat dan AS. Georgia dibawah pemerintahannya berupaya terus untuk bergabung dengan NATO dan mendapat dukungan dari AS. Hal ini dinilai sebagai faktor yang memicu kemarahan besar bagi Rusia karena perluasan NATO telah sampai pada negara yang berbatasan langsung dengan Rusia. Sejak berkuasa di Georgia tahun 2003 melalui “revolusi bunga” , rezim Mikhail Saakashvili berupaya menjauh dari lingkaran politik negeri beruang putih dan berusaha untuk menguasai wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan yang pada tahun 1992 menyatakan memerdekaan diri dari Georgia secara sepihak dengan mendapat dukungan dari Rusia.

Berbagai statemen dari para pejabat Moskow semakin memperkuat dugaan tersebut. Menlu Rusia Sergey Lafrov mengatakan ada bukti-bukti yang menunjukan adanya pembersihan etnis terhadap muslim Ossetia Selatan. Kondisi rakyat di negara tersebut semakin memburuk dan banyak warga sipil yang mati kelaparan. Moskow tidak mencukupkan sampai di situ, bahkan menuduh Ukraina menyuplai senjata kepada Georgia untuk mendorong negara ini membersihkan etnis muslim di Ossetia Selatan.

PM Rusia Vladimir Putin juga ikut berkomentar dengan mengatakan serangan Georgia terhadap Ibukota Ossetia Selatan Tskhinvali merupakan petualangan militer Georgia yang kotor. Vladimir Putin juga mengatakan bahwa volunteer Rusia siap berperang di Ossetia dan sulit bagi Georgia untuk mengentikan mereka. Vladimir Putin mengatakan serangan militer Rusia terhadap Ossetia untuk mendesak Georgia agar bersedia melakukan perdamaian dengan penduduk Ossetia Selatan.

Intervensi AS

Berbagai media massa Rusia memiliki tanggapan lain. Hampir seluruh media Rusia melayangkan tuduhan adanya intervensi AS. AS dituduh telah menyuplai senjata kepada militer Georgia dan memprovokasinya untuk menyerang Ossetia Selatan. Hal ini menunjukan bahwa akar permasalahn konflik sebenarnya bukan terbatas konflik antara Georgia dengan Ossetia Selatan, akan tetapi juga ikut bermain kepentingan Rusia yang tidak ingin melihat negara tetangganya Ukrania, Georgia, Ossetia dan Abkkhazia bergabung menjadi bagian dari NATO.

Sikap negara Abkhazia menjadi bukti yang paling kuat keterlibatan AS. Sejumlah pejabat di Abkhazia langsung menyatakan dukungan mereka terhadap Ossetia dan mereka langsung memberi bantuan militer. Meskipun antara Abkhazia dengan Ossetia Selatan memiliki perjanjian pertahanan bersama untuk saling membantu jika diserang Georgia, namun apapun yang dilakukan oleh Abkhazia kepada Ossetia Selatan tidak bisa terlaksana, kecuali setelah mendapat lampu hijau dari Rusia. Di satu sisi, Rusia tampak ingin memperluas front peperangan hingga ke Abkhazia, agar Georgia cepat ditumbangkan, sekaligus memberi tamparan keras terhadap negara-negara yang ingin melawan pengaruh Rusia di kawasan Asia Tengah.

Rusia Memiliki Banyak Kartu Turf

Keberanian Rusia bersikap agresif menghadapi serangan militer Georgia oleh banyak pengamat disebabkan karena Rusia memiliki banyak kartu turf dan posisinya berada di atas angin. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor antara lain, pertama perimbangan kekuatan militer antara Rusia dengan Georgia, Rusia tampak lebih unggul. Rusia memiliki sekitar 395 ribu tentara, 23 ribu tank, 9900 truk tempur, 26000 senjata artileri dan 1809 pesawat tempur. Sementara Georgia hanya memiliki 32 ribu personil tentara, 128 tank dan 44 truk pengangkut tentara.

Kedua, Rusia mengetahui Barat yang diwakili NATO tidak bisa berbuat banyak apabila negara sekutunya Georgia dibombardir, karena NATO kini masih disibukkan oleh permasalahan di Afghanistan sementara tentara AS terjebak di Irak. Oleh karena itu, melalui Jubirnya, Pemerintah Gedung Putih menyerukan kepada semua pihak agar segera berunding dan menyelesaikan segala permasalahannya melalui dialog. Hal senada juga disampaikan oleh Komandan Pasukan AS di Eropa Kolonoel Jhone Dorban, yang mengatakan bahwa pasukan AS di Georgia bukan pihak yang terlibat dalam konflik. Kemlu AS juga menyatakan bahwa AS akan segera mengutus utusan khusus ke Georgia untuk melakukan perundingan dengan pihak-pihak yang terkait konflik.

Ketiga, kondisi Internal Georgia sendiri sangat menentang kebijakan Presiden Georgia untuk terlibat kontak fisik dengan Rusia, karena dampaknya terhadap masyarakat Georgia, menghancurkan infrastruktur. Kelompok-kelompok oposisi Georgia semakin memiliki posisi kuat dengan terjadinya konflik di Ossetia. Rezim Presiden Georgia, Mikhail juga dinilai tidak dapat memenuhi janji-janjinya seperti yang disampaikannya sebelum memangku jabatan Presiden, di satu sisi kemiskinan dan pengagguran di kalangan masyarakat Georgia hingga kini masih menjadi problem yang banyak dikeluhkan masyarakat.

Hadiah Buat Iran

Iran tampaknya menjadi negara yang paling diuntungkan dengan meletusnya konflik bersenjata di Ossetia. Banyak pihak mengatakan, konflik di Ossetia merupakan pelampung penolong bagi Iran untuk menghadapi Barat dan AS terkait program nuklirnya. Kesimpulan ini dapat dijelaskan dengan melihat AS saat ini tengah mempersiapkan paket hukuman baru bagi Iran, akan tetapi dukungan AS terhadap Georgia dengan sendirinya akan mendorong Rusia untuk menolak usulan sangsi AS terhadap Iran itu dalam sidang DK PBB. Masalah Iran akan digunakan sebagai kartu truf untuk mendapatkan kelunakan sikap Barat dan AS terkait dengan masalah Georgia dan Ukraina, dimana NATO mati-matian untuk menarik kedua negara ini bergabung dengan NATO

Ada perkembangan lain yang tidak diduga-duga oleh Presiden Bush yakni Georgia secara tiba-tiba menarik 1000 pasukannya yang bertugas di Irak. Langkah ini sedikit membuat kalang kabut berbagai rencana dan kalkulasi AS di Iran.

Problem Ossetia

Sejarah Ossetia dimulai sejak tahun 1878. Pasca Revolusi Bolseviks, Rusia membagi Ossetia menjadi dua bagian. Ossetia Utara masuk menjadi bagian wilayah Rusia dan Ossetia Selatan ke Georgia. Pada 28 November 1991, Ossetia menyatakan memerdekakan diri dari Georgia secara sepihak, namun kemerdekaan Ossetia tidak mendapat pengakuan internasional. Pasca kemerdekaan Ossetia, terjadi konflik bersenjata antara pasukan Georgia dan gerilyawan Ossetia dan berakhir pada tahun 1992 dengan disepakatinya kesepakatan damai. Dalam kesepakatan itu, kedua pihak setuju pasukan perdamaian Rusia ditempatkan di wilayah perbatasan antara Georgia dengan Ossetia Selatan. Namun pada tahun 2004, Presiden Georgia Mikhail melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap gerilyawan Ossetia.

Tahun 2006, Ossetia Selatan melakukan referendum untuk menentukan nasib dirinya sendirinya. Hasil referendum itu menyetujui Ossetia merdeka terlepas dari Georgia. Pada tahun yang sama Ossetia menyelenggarakan Pemilu Presiden Ossetia. Presiden Edwadi Kukuti sebagai presiden terpilih pertama republik Ossetia

KRI Memet Terbakar di Lampung


Tim Gabungan dari Armada Barat dan Markas Besar TNI AL, Selasa (19/8) siang ini, akan melakukan penyelidikan penyebab terjadinya kebakaran KRI Memet Sastrawiria -380 saat melalukan patroli rutin di sekitar perairan Lampung pada hari Senin (18/8).

''Penyebab kebakaran tersebut hingga sekarang ini belum diketahui. Siang ini akan diberangkatkan tim penyelidik dari Armabar dan Mabes ke TKP,'' kata Kadispenal Lakamana Pertama TNI Iskandar Sitompul kepada wartawan di Mabesal di Cilangkap, Selasa (19/8).

KRI Memet Satrawiria – 380 merupakan kapal jenis Korvet Class Parchim yang didisain untuk kapal anti kapal selam ini sedang melakukan patroli rutin, namun sekitar pukul 16.00 wib, hari Senin (18/8), di sekitar perairan Lampung tepatnya 3 mil sebelum Labuhan Siging, kapal tersebut terbakar di dekat Buritan sebelah kiri.

Dia menambahkan para Anak Buah Kapal tersebut dapat diselamatkan dan kondisi kapal masih terapung di Labuhan Siging Lampung.

Iskandar mengatakan kapal perang buatan Jerman Timur pada tahun 1985 tersebut mempunyai panjang 75,2 meter serta lebar 9,5 meter serta mampu melaju hingga kecepatan 24,7 knot. Kapal perang ini membawa persenjataan seperti 2xSA-N-5 SAM, 2x57 mm gun, 2x30 mm gun atau 1x AK-630, 2xRBU -60000 peluncur roket anti kapal selam, 4x400mm tabung torpedo, 60 x ranjau laut.

Meskipun kapal tersebut buatan 1985, namun dalam operasi rutin sudah sesuai dengan standar kelayakan zero accident sehingga dapat dipergunakan untuk kegiatan patroli rutin.

Sementara mengenai KRI Teluk Cirebon-534, Kadispenal menegaskan bahwa kapal tersebut tidak kandas melainkan mengalami kebocoran kecil di bagian tangki air laut depan, kemudian dalam rangka pemeriksaan secara keseluruhan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) kapal itu Beaching (merapat) ke Pelabuhan Siging, Lampung Barat,

Kondisi KRI Teluk Cirebon -534 saat ini dalam keadaan baik serta seluruh awak dan personel yang ada di dalamnya selamat dan sehat serta diharapkan Selasa (19/8) kapal sudah dapat merapat di Jakarta.

Seperti diketahui, para personel TNI AL tersebut telah melaksanakan Bakti Sosial Surya Bhaskara Jaya (SBJ) LVII dengan sukses dari tanggal 11-16 Agustus 2008 dan berhasil membantu mengobati ratusan masyarakat di sekitar provinsi Bengkulu diantaranya operasi Katarak, sunatan massal serta operasi pengangkatan tumor ganas sebesar kepalan tangan yang diidap seorang warga Banda Ratu.

Kapal Selam Malaysia Bukan Ancaman


Pakar perkapalan ITS Surabaya Prof Ir Soegiono menilai kapal selam pertama Malaysia jenis Scorpene yang diluncurkan di Prancis (23/10) bukan ancaman bagi Indonesia.

''Itu hanya penggentaran (untuk membuat gentar), jadi bukan ancaman, karena mirip gertakan saja,'' kata mantan rektor ITS itu kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi kapal selam 'KD Tunku Abdul Rahman' berbobot 1.500 ton, panjang 67,5 meter, dan dipersenjatai dengan torpedo, rudal bawah laut ke permukaan, serta ranjau laut.

Menurut Guru Besar Teknik Perkapalan ITS Surabaya itu, kapal selam Malaysia hanya merupakan ''penggentaran'' karena perang dalam arti sesungguhnya itu akan sulit terwujud.

''Perang itu nggak mungkin ada, kecuali untuk penggentaran dan menunjukkan kesetaraan, apalagi Indonesia sendiri juga akan membeli enam kapal selam dari Rusia dan lautan di Indonesia juga banyak yang dangkal,'' katanya.

Ayah dari lima anak dan suami dari Ny Soelistiani itu mengatakan kapal selam milik Malaysia yang saat ini masih bersandar di dok DCNS di Cherbourg, Prancis itu juga bermakna kesetaraan.

''Jadi, kapal selam itu hanya penggentaran untuk negara lain dan sekaligus juga bermakna kesetaraan antara negara maju dengan negara berkembang dalam bidang teknologi perkapalan,'' katanya.

Namun, katanya, penggentaran yang dilakukan Malaysia juga dapat menjadi semangat bagi Indonesia untuk menjaga 129 pulau terluar Indonesia agar tidak lepas ke tangan Malaysia seperti Sipadan-Ligitan.

''Sipadan-Ligitan itu lepas bukan karena Indonesia tidak memiliki hak sama sekali atas pulau itu, melainkan karena Indonesia tidak pernah menjaganya,'' katanya.

Kapal selam 'KD Tunku Abdul Rahman' diresmikan istri Wakil Perdana Menteri Tun Najib Razak, yakni Datin Seri Rosmah Mansor dengan memecahkan botol air di anjungan kapal selam yang bersandar di dok DCNS di Cherbourg (sekitar 400 km dari Paris) pada 23 Oktober 2007.

Peresmian itu disaksikan Tun Najib Razak, didampingi Kepala Staf AL Tan Sri Ramlan Mohamed Ali, Menhan Prancis Herve Morin, dan para pejabat lain, kemudian mereka mengecek langsung kapal selam itu.

Kapal itu merupakan salah satu dari dua kapal selam yang dibeli Malaysia lewat perjanjian pada 2002. Kapal kedua akan diserahkan pada 2009 dan sampai di Malaysia pada 2009

50 Anak & 19 Wanita Afghan Tewas Digempur Koalisi AS


Operasi militer koalisi pimpinan AS di Afghanistan barat telah menewaskan 76 warga sipil. Di antara mereka termasuk 50 anak dan 19 wanita!

Demikian disampaikan Kementerian Dalam Negeri Afghan seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (23/8/2008).

"76 orang, semuanya warga sipil dan kebanyakan dari mereka wanita dan anak-anak, menjadi martir saat operasi pasukan koalisi di Provinsi Herat, Distrik Shindand," demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Afghan.

Menurut kementerian, korban tewas terdiri dari 19 wanita, 7 pria dan sisanya anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Koalisi AS mengkonfirmasi bahwa mereka telah melancarkan operasi yang mencakup serangan udara di Provinsi Herat, Afghanistan barat. Namun menurut pihak koalisi, hanya 30 gerilyawan Taliban yang tewas dalam operasi yang dilancarkan Jumat, 22 Agustus waktu setempat itu. Koalisi mengaku tidak tahu adanya korban jiwa dari warga sipil.

Juru bicara militer AS, Letnan Satu Nathan Perry mengatakan, sekitar 30 militan Taliban tewas dalam operasi itu dan lima lainnya ditahan. Pasukan AS juga menemukan sebuah gudang senjata dan amunisi dalam operasi itu.

Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengutuk operasi koalisi pimpinan AS itu. Menurutnya, dalam melancarkan operasi militer, pasukan AS tidak melakukan koordinasi dengan pejabat-pejabat keamanan setempat.

Militer AS kemudian menyatakan akan menyelidiki kabar mengenai jatuhnya korban jiwa warga sipil. "Semua tuduhan mengenai adanya korban jiwa warga sipil ditangani dengan sangat serius. Pasukan koalisi melakukan segala upaya untuk mencegah cedera atau kematian orang-orang tak bersalah," demikian statemen militer AS