Sabtu, 13 Desember 2008

Siapa Yang Perawan?!!

KapanLagi.com - Seorang gadis di Solo dimarahi ibunya karena ia sering makan di depan pintu. Maklum, menurut kepercayaan Jawa seorang gadis perawan tidak boleh makan di depan pintu. Gak payu alias gak laku nantinya.

Ibu : Sudah ibu bilang berapa kali, jangan makan di depan pintu! Masih saja diulangi.

Gadis : (diam saja dan asik makan terus)

Ibu : Apa kamu nggak denger kata ibu?? (nadanya mulai meninggi)

Gadis : (masih diam saja, betul-betul tak mempedulikan perkataan ibunya)

Lalu ibunya mulai jengkel. Ibunya mulai membentak-bentak.

Ibu : (sambil berteriak) He! Kamu dengar nggak sih kata ibu. Perawan itu gak boleh makan di depan pintuuu!!! Kalau nggak laku tahu rasa nanti kamu!

Lalu anaknya yang juga sudah jengkel pada ibunya balas membentak.

Gadis : Ibu bisa diam gak sih. Dari tadi ngomel melulu. Lagian, siapa yang perawan!!!

Mau Jadi Penulis? Jadilah Pembaca (REVIEW BUKU)


Minggu lalu seorang sahabat saya menyatakan dia ingin menulis buku. Tentu saja saya sambut baik keinginan itu, siapa tahu cocok, saya bisa merekomendasikan buku karyanya itu ke kantor, lalu terbit, dan terjadilah yang namanya win-win situation—semua senang.

Maka kami membahas buku yang ingin dia tulis tersebut, yang adalah buku kumpulan resep. Dalam bayangannya, dia ingin membuat buku hard cover ukuran besar, dan memuat sekitar 100 resep. Tapi dia ingin menujukan buku tersebut bagi ibu-ibu muda yang baru menikah dan belajar masak.

Waduh, saya langsung menebak bahwa sahabat saya ini kurang mengenal target market-nya. Sekarang bayangkan dulu buku hard cover berukuran besar yang luks, isinya 100 resep sehingga tentu cukup tebal. Bayangkan harganya. Saya taksir harganya mungkin sekitar Rp100.000.

Setelahnya bayangkan ibu muda yang baru belajar masak. Buku macam apa yang akan dia beli? Mungkin buku tipis yang bisa dilipat dan dibawa ke dapurnya untuk disandarkan di dinding, tempat dia bisa membaca langkah demi langkah memasak yang harus dia lakukan. Mungkin buku yang spesifik membahas jenis masakan tertentu seperti masakan sayuran, masakan ayam, atau masakan sea food. Dan karena dia ibu muda yang mungkin baru menikah dan mungkin keuangan keluarganya belum stabil, maka saya rasa dia akan memilih membeli buku masak yang range harganya sekitar Rp15.000-30.000.

Sekarang apa hubungannya ilustrasi ini dengan judul posting di atas? Kembali ke pemikiran saya bahwa sahabat saya itu tidak mengenal target market-nya. Menurut saya, setiap pengarang harus mengerti target tulisannya. Pengarang novel remaja mesti mengenal dunia remaja. Pengarang novel percintaan harus kenal dunia ibu-ibu atau perempuan dewasa muda yang banyak membeli jenis novel begitu. Pengarang travel writings harus tahu kesukaan para backpacker. Dan sebagainya.

Sebelum mulai menulis, sebaiknya seorang penulis menempatkan diri atau membayangkan dirinya menjadi pembaca buku yang akan ditulisnya itu. Atau okelah, kalau terlalu lama membayang-bayangkan nanti ide tulisannya lenyap. Jadi, oke, buatlah dulu tulisan itu. Tumpahkanlah dulu semua keluar. Setelahnya, sebelum minta pendapat orang terdekat (bukankah pembaca pertama selalu orang-orang terdekat?), coba bayangkan diri kamu jadi pembacanya. Bukan sebagai diri kamu—kamu harus keluar dari diri kamu, harus jadi orang lain (karena pengarang kadang tidak bisa melihat lubang-lubang pada tulisannya sendiri). Bayangkan diri kamu ada di toko buku dan melihat buku karya kamu itu sudah terbit dan dipajang di rak. Apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan mengambilnya? Membaca sinopsisnya? Atau... melewatinya begitu saja?

Kalau kira-kira yang terjadi yang terakhir, waks! Pahitnya, lebih baik kamu simpan saja naskah itu. Tapi yang lumayan asem saja, yah, kamu jadi bisa melontarkan pertanyaan, kenapa kira-kira naskah itu jadi naskah yang dilewati? Dari situ mungkin kamu bisa memperbaikinya.

Dari sudut pandang pembaca/pembeli buku, kamu bisa mendapat poin-poin penting bagi naskah kamu. Kamu bisa menelaah ulang apakah tema yang kamu angkat dalam tulisan kamu cukup menarik? Apakah pembaca mendapat keuntungan tertentu setelah membaca karya kamu (tambahan pengetahuan atau kepuasan)? Apakah cover yang kamu bayangkan cukup eye-catching untuk bersaing dengan ribuan atau bahkan jutaan buku lain di toko buku? Apakah sinopsis yang kamu rancang bisa menarik perhatian calon pembaca sehingga mau membeli buku kamu? Bahkan sampai ke hal-hal praktis seperti apakah buku ini nanti akan terlalu tebal sehingga pembaca malas mulai membacanya (meskipun Twilight Saga sudah begitu ngetop, salah satu teman tetap malas membacanya karena melihat ketebalannya), apakah kamu bisa minta pada penerbit untuk men-setting ukuran khusus sehingga buku kamu gampang dibawa-bawa oleh pembaca? Atau apakah kamu bisa minta jenis kertas khusus sehingga buku kamu ringan bila dibawa atau harganya bisa lebih murah?

Semua ini akan lebih membantu kamu saat mencipta. Kamu jadi punya bayangan yang utuh akan karya akan akan kamu ciptakan, dalam bahasan ini adalah buku yang kamu karang. Kalau kamu punya gambaran yang utuh, kamu akan lebih semangat mengerjakan naskah kamu, dan naskah kamu juga akan lebih mudah tembus ke penerbit. Jadilah pembaca pertama naskah kamu sendiri, bayangkan kekurangan dan kelebihannya, dan selamat berkarya!

(Disebarkan Oleh Donna)

SEKILAS TEROR MUMBAI


Dewo Ningrat menirimkan sebuah artikel yang menarik yang ditulis oleh wartawan Jawa Pos bernama Ridlwan. Secara umum artikel tersebut telah memberikan gambaran yang baik tentang peristiwa teror yang terjadi di India. Pertama pendekatan bahwa telah terjadi sekitar belasan peristiwa teror sepanjang tahun 2008 memang keharusan. Kedua bahwa teror Mumbai adalah yang paling terkoordinasi juga tidak bisa dibantah karena faktanya serangan tersebut telah dipersiapkan sejak 4 bulan sebelumnya. Ketiga mengenai hasilnya juga sangat telak dengan korban sekitar 172 orang tewas dan 239 orang luka-luka. Belakangan informasi dari Intelijen Luar Negeri India yang terkenal dengan nama Research and Analysis Wing (RAW or R&AW) mengakui bahwa sudah ada informasi intelijen bahwa akan ada serangan terror yang besar dari kelompok teroris yang berbasis di Pakistan. Namun apa artinya informasi intelijen tersebut karena akhirnya peristiwa serangan tidak dapat dicegah.

Saya jadi teringat peristiwa Bom Bali I dimana CIA, MI6, ASIO dan umumnya lembaga intelijen Barat sudah mendapatkan indikasi akan ada serangan ke Bali. Namun "keraguan" dan analisa yang kurang akurat akhirnya menyebabkan peristiwa Bom Bali I terjadi. Bahkan intelijen Barat tersebut juga "enggan" untuk mendorong dikeluarkannya travel warning sehingga banyak warga negara Australia dan Inggris yang menjadi korban.

Kecolongan bagi intelijen adalah sesuatu yang memalukan sekaligus berdampak luas bagi stabilitas negara. Namun rekan-rekan Blog I-I tentunya juga dapat membayangkan luasnya wilayah analisa dari suatu ancaman teroris yang harus direspon oleh lembaga intelijen yang kurang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa peranan intelijen yang sering dipojokkan dengan berbagai beban caci maki karena kegagalan, sesungguhnya juga akibat dari perlakuan negara, politisi dan rakyatnya yang apriori atau bahkan penuh kecurigaan terhadap lembaga intelijen-nya sendiri.

Kembali pada masalah Mumbai, setidaknya ada dua kelompok besar yang sering melakukan aksi teror di India, yaitu kelompok separatis/pemisahan dari India dan kelompok ideologis. Masing-masing kelompok tersebut terpecah-pecah dalam berbagai elemen teroris yang berbeda-beda, sekedar contoh:
- Kashmir : Lashkar-e-Taiba, Harakat ul-Mujahedeen, dan Jaish-e-Muhammed
- Ideologi komunis: the Naxalites, the People’s War Group and Maoist Communist Center
- dll

Dalam kasus Mumbai, satu-satunya pelaku teroris yang tertangkap hidup-hidup, Ajmal Qasab menyatakan bahwa kelompoknya telah dilatih selama 6 bulan di camp pelatihan yang dikendalikan Lashkar-e-Taiba di Pakistan, mempelajari perang jarak dekat, penawanan sandera, bahan peledak, navigasi satelit, serta keterampilan survival di laut.

Setiap peristiwa teror yang telah terjadi seperti Mumbai dapat dianalisa dari berbagai sudut pandang, serta dengan semakin bertambahnya informasi semakin lengkap pula analisanya. Tetapi apa gunanya bagi 172 orang yang sudah tewas? Bagi Indonesia, pelajaran yang dapat diambil sangat besar. Pengalaman Indonesia mengungkap kasus-kasus teror telah diakui dunia internasional, hal ini juga termasuk pencegahan sejumlah rencana teror yang tidak dipublikasikan. Namun potensi ancaman masih ada dimana-mana....sementara tingkat kewaspadaan masyarakat Indonesia cenderung naik-turun. Pencegahan teror tidak dapat hanya dilakukan oleh Intelijen Indonesia, Densus 88, atau Special Force TNI, melainkan juga perlu dukungan seluruh elemen masyarakat dalam melaporkan setiap hal yang mencurigakan baik berupa perilaku perorangan atau kelompok maupun berupa keberadaan benda/barang mencurigakan ditempat umum. Hal itu merupakan suatu sistem gotong-royong seluruh komponen bangsa Indonesia dalam memelihara keamanan bersama. Memang sistem hankamrata (pertahanan dan keamanan rakyat semesta) telah diselewengkan untuk kepentingan politik pada masa Orde Baru, namun bila kita cermati bersama adalah menjadi kepentingan seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mencegah terjadi aksi kejahatan kemanusiaan seperti tindak terorisme.

Relevansi Hankamrata masih kuat dan seyogyanya kita melihatnya sebagai sebuah partnership yang seimbang dan saling menghormati demi keselamatan bangsa Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Raya yang Adil dan Makmur. Disamping itu, tentu saja pemanfaatan teknologi CCTV dan berbagai sistem keamanan juga sangat vital dalam menjamin keselamatan publik.

Berikut ini artikel sudara Ridlwan tentang Mumbai.

Teror Rapi ala Mumbai

Oleh : Ridlwan *

Sepuluh hari menjelang ibadah wukuf di Padang Arafah, Kota Mumbai, India, digenangi darah. Aksi terorisme terkoordinasi memakan korban sedikitnya 125 nyawa manusia. Belum lagi ratusan yang lain yang terluka fisik dan mengalami gangguan trauma mendalam. Gerakan teror yang dilakukan saat masyarakat Amerika Serikat merayakan Thanksgiving itu juga membuat ekonomi Mumbai lumpuh sesaat. Bursa tutup, perusahaan multinasional mengevakuasi karyawan, dan negara-negara maju beramai-ramai mengeluarkan travel warning ke India. Efek domino kengerian akibat aksi itu berhasil dicapai.

Krisis Ekonomi Global


Bapak Seno hanya menyampaikan sedikit kata-kata yang bisa sepi makna atau kaya makna tergantung kita memahaminya.

Apa yang terjadi dalam sistem keuangan global saat ini membuktikan bahwa pengalaman "buruk" yang pernah menimpa Indonesia pada tahun 1996-1998 adalah bukan semata-mata karena kebodohan orang Indonesia, bukan semata-mata karena keserakahan orang kaya Indonesia dan juga bukan semata-mata karena kebrobrokan mentalitas orang Indonesia. Melainkan juga karena keserakahan, kebobrokan, kebodohan para pelaku ekonomi global yang telah terkikis rasa hatinya akan kasih sayang sesama umat manusia.

Konsentrasi pasar keuangan untuk terus-menerus menggandakan keuntungan, untuk mencapai kekayaan demi kekayaan, investasi dan menumpuknya dalam pundi-pundi potensi investasi telah membuat para pelaku ekonomi global khususnya mereka yang ada di dalam pasar modal dan pasar keuangan untuk lupa akan hakikat keberadaan manusia di dunia untuk saling menolong dalam mewujudkan kemakmuran bersama.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memperkuat keyakinan rakyat Indonesia untuk bertahan dari terpaan badai krisis yang mungkin telah menyentuh pantai-pantai perekonomian kita.

Tidak saling menyalahkan, melainkan saling bahu membahu dalam kejujuran untuk bertahan dan terus bangkit dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Raya yang bermartabat, makmur dan kuat.

Mohon maaf karena Bapak Seno hanya bicara sedikit, meskipun telah membaca tumpukan file informasi krisis ekonomi global yang sedang mencekam Amerika dan Eropa, serta telah mulai menghantam Eropa Timur dan Amerika Latin dan juga Asia. Bapak Seno menyampaikan bahwa dengan mengerti sedikit dan kemudian menyebarluaskan tekad untuk bertahan kadangkala lebih bermanfaat dibandingkan dengan pembeberan keseluruhan potensi ancaman krisis ekonomi yang dapat menurunkan keyakinan rakyat kita untuk bertahan.
disadur dari :

Tentang Adam Malik


Hanya satu pertanyaan yang keluar dari benak saya ketika agent Clyde McAvoy mengatakan dalam buku berjudul The Legacy of Ashes, The History of the CIA karya jurnalis Times Tim Weiner, bahwa Adam Malik adalah seorang agen CIA pada tahun 1964, yaitu berapa nama lagi yang akan disebutkan oleh CIA satu per satu yang akan membuat masyarakat Indonesia tercengang?

Ketika saya menuliskan tentang agen asing, sesungguhnya telah tersirat catatan-catatan khusus yang seyogyanya rekan-rekan Blog I-I dapat pahami. Tokoh politik yang kita kagumi, tokoh media massa yang kita segani, tokoh militer yang kita hormati, ternyata agen intel asing, entahlah... Membingungkan bukan?

Pembelaan

Seperti pernah saya bahas dalam tulisan-tulisan tentang intelijen asing, sesungguhnya ada suatu "ketakutan" dan kemandirian yang goyah dari bangsa Indonesia untuk mengakui suatu kondisi obyektif dimana pada saat Indonesia perlu bersikap pragmatis akan cenderung bersandar pada satu kekuatan di dunia.

Merasa diri menjadi bangsa yang besar, namun tidak mengakui persahabatan dengan salah satu Blok adalah pengecut.

Apa yang terjadi pada saat mesranya hubungan CIA/MI6 dengan Indonesia sejak awal Orde Baru adalah fakta sejarah yang harus diakui berhasil menghancurkan kelompok sosialis-komunis di Indonesia. Mengapa Indonesia yang sudah demokratis kembali pada "ketakutan" adanya labeling antek Barat.

Adam Malik tidak sendirian, bahkan Senopati Wirang sekalipun akan mengakui bahwa salah satu pendidikan terbaik yang pernah dilalui Intelijen Indonesia adalah melalui jasa CIA. Bahkan Ken Conboy cukup jelas membahas bagaimana CIA membangun intelijen Orde Baru, lalu mengapa ada semacam aib apabila hal itu kemudian dibuka menjadi pengetahuan publik?

Hal itu tidak lain tidak bukan karena dalam tubuh Indonesia Raya selalu mengandung unsur liberal kapitalis -- sosialis komunis -- Islam -- oportunis -- dan ultra nasionalis Indonesia. Akibatnya hampir selalu terjadi labeling bahwa sesuatu itu buruk, padahal dampaknya belum tentu buruk bagi kepentingan Indonesia Raya.

Ketika kita bersahabat dengan CIA langsung diterjemahkan sebagai "ANTEK BARAT".
Ketika kita bersahabat dengan KGB/FSB hal itu langsung dibayangi keburukan "KOMUNIS"
Ketika kita bersahabat dengan China muncul labeling "KOMUNIS"
Ketika kita bersahabat dengan MI6 langsung dianggap sebagai "ANTEK BARAT"
Ketika kita bersahabat dengan Jihadis Islam langsung dipandang sebagai "TERORIS"
Ketika kita bersahabat dengan Mossad disebut sebagai "ANTEK YAHUDI ANTI ISLAM"

Begitulah....setiap yang disentuh akan langsung diberi label yang berkonotasi negatif. Mengapa demikian? Hal ini sangat sederhana karena masyarakat Indonesia masih belum memahami makna dibalik setiap interaksi yang "HARUS" dilakukan demi Indonesia Raya.

Tokoh sebesar Adam Malik tidak berada dalam kendali agent Clyde McAvoy yang juga telah dideteksi oleh segelintir kalangan BPI, KIN dan kemudian BAKIN. Apa yang terjadi adalah persahabatan belaka, namun karena terjadi mutualisme..agent Clyde McAvoy merasa telah memiliki agent di tingkat pejabat tinggi yang akan menjadi orang penting di Indonesia. Hal ini merupakan ilusi/rekayasa yang sering terjadi pada organik intelijen di seluruh dunia. Salah satu kebanggaan dan keberhasilan seorang insan intelijen luar negeri adalah merekrut pejabat tinggi negara sasaran, sehingga sangat beralasan apabila muncul pengakuan yang sensasional demikian.

Latar belakang ideologi Adam Malik yang sosialis tidak dapat dijadikan argumentasi bahwa tidak akan bisa dekat dengan ideologi liberal kapitalis. Buktinya Adam Malik kemudian meninggalkan Murba demi sistem ekonomi yang terbuka dengan investasi asing. Mengapa semua itu dilakukan Adam Malik?

Hal itu tidak lain karena pertimbangan masa depan Indonesia Raya bersama kepemimpinan Presiden Suharto. Paska peristiwa 1965 ada keyakinan bahwa kekuatan Barat satu-satunya yang dapat membantu bangkitnya Indonesia Raya dari krisis ekonomi yang sangat parah. Tidak ada pilihan lain, sehingga tidak mengherankan apabila pemimpin Indonesia sejak saat itu mayoritas menerima pengaruh Barat. Perlu diingat bahwa pada era ini pula kehancuran masa depan tokoh Indonesia yang berkiblat ke Timur (Uni Soviet) baik kalangan intelektual apalagi kalangan politisinya.

Indonesia yang demokratis harus membuka dirinya atas kebenaran sejarah. Janganlah sejarah disimpan dalam kemasan sehingga kita akan selalu mengingat sejarah dari opini dan bukan fakta. Jangan pula marah atau merasa malu dengan adanya keterkaitan dengan sesuatu yang dilabelkan secara negatif. berpikiran terbuka demi kejayaan Indonesia Raya.

Pertanyaan saya

Apakah kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia pada saat pemimpin Orde Baru bersahabat dengan CIA/MI6? Kematian sebagian kelompok masyarakat Indonesia yang berfaham komunis adalah kerugian dari sisi berkurangnya jumlah penduduk, juga dari sisi hancurnya hak asasi manusia. Tetapi tahukah rekan-rekan bahwa Partai Komunis Indonesia yang mendapat dukungan baik dari Moskow maupun Beijing juga akan melakukan hal yang sama, yaitu mengurangi jumlah penduduk Indonesia yang Anti Komunis. Sangat jelas terlihat sebuah perang saudara, sehingga pendekatan sejarah dalam kasus ini harus dilihat sebagai perang saudara yang disebabkan sistem politik global yang terpisah dalam dua kutub.

Pragmatisme yang ditempuh Adam Malik adalah untuk kepentingan nasional Indonesia, sehingga beliau pantas disebut sebagai pahlawan nasional. Bukankah integritas Adam Malik juga masih terasa dengan sikap kritisnya terhadap kecenderungan korupsi yang besar di dalam pemerintahan Suharto? Sehingga tidak akan ada yang dapat dengan tiba-tiba membuat nama Adam Malik menjadi pudar karena tuduhan sebagai agen CIA.

Indonesia oh Indonesia, betapapun kita mencintainya mengapa masih belum terbangun suatu kecerdasan massal bangsa Indonesia untuk memahami konstelasi internasional untuk kepentingan bangsa dan negara. Pernahkah kita berpikir strategis untuk kepentingan yang lebih besar yang jelas terbukti bermanfaat bagi masyarakat Indonesia?

Politik domestik Indonesia sangat diwarnai oleh labeling "keburukan" yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya apapun aliran politik/ideologi yang dianut hal itu tidak menghalanginya untuk mengabdi pada Indonesia Raya. Dunia politik domestik Indonesia secara sadar ataupun tidak hampir selalu terjebak dalam kecurigaan bahwa masing-masing calon pemimpin nasional hanya memikirkan kepentingan pribadi dengan memanfaat segala macam sumber daya yang ada. Cara-cara menjatuhkan citra tokoh lain dengan labeling tertentu seyogyanya sudah tidak laku lagi apabila masyarakat semakin cerdas dan demokratis.

Semoga tulisan-tulisan sejarah Indonesia yang terdokumentasi dengan baik di Belanda, Amerika Serikat, Inggris, bahkan Australia dan juga dari sumber sejarahwan Indonesia semakin melengkapi gambar sejarah kita yang morat-marit karena kemasannya sedikit demi sedikit sudah sobek disana-sini.

Saya berharap tulisan ini dapat sedikit memperjelas duduk perkara tuduhan sepihak terhadap Adam Malik. Kepada keluarga Adam Malik, saya mohon maaf apabila kurang berkenan. Padangan pribadi saya adalah bahwa kebebasan berpendapat dalam bentuk buku dapat dikomplain melalui jalur hukum ke Amerika Serikat, karena pelarangan di Indonesia hanya akan menambah keraguan internasional akan demokrasi Indonesia.

Kontaklah Embassy Indonesia di Washington untuk mengurus klarifikasi buku Tim Weiner yang berbahasa Inggris. Dengan menempuh jalur "permainan" yang benar, saya yakin akan menghasilkan sesuatu yang lebih efektif bila dibandingkan dengan cara-cara pemberangusan buku tersebut dengan pelarangan di Indonesia. Adam Malik adalah tokoh nasional yang juga tokoh internasional karena kiprahnya di PBB, maka langkah yang harus ditempuh juga harus dalam forum internasional.

Kepada seluruh elemen bangsa Indonesia saya mohon untuk bangkit dan berpikir secara lebih kritis terhadap proses labeling tertentu yang diterjemahkan secara negatif. Padahal sesungguhnya dibalik itu terjadi sebuah proses yang telah menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari kehancuran.

Sekian, semoga bermanfaat.
Senopati Wirang