Jumat, 20 Februari 2009

Menyembuhkan Penyakit Gatal



Suatu hari hiduplah seorang ratu yang sangat cantik dengan dada besar.

Nick si Pemburu Naga terobsesi dengan ratu itu.Dia tau resikonya bisa jadi hukuman mati kalo berani menyentuh dada sang ratu, tapi tetap saja nick ingin mencobanya.

Suatu hari Nick menceritakan rahasia itu ke temannya, dokter Horatio, kepala staff dokter Raja. Horatio bilang, dia bisa bantu bahkan lebih dari yang Nick
inginkan, tapi dengan syarat Nick bersedia membayar 1000 koin emas.

Gak pakai lama, Nick langsung menerima tawaran Horatio. Keesokan harinya Horatio meramu sejumlah bubuk gatal dan menaburi sedikit ke bra ratu saat ratu sedang mandi. Segera setelah ratu selesai mandi , rasa gatal timbul dan berkembang dengan cepat.

Horatio lalu dipanggil. Setelah melihat kejadian dia berkata kepada raja bahwa penyakit ratu hanya dapat disembuhkan dengan air ludah dalam waktu empat
jam, dan dari hasil test, hanya air ludah Nick yang dapat menyembuhkan penyakit ratu.

Raja yang ingin sekali ratunya sembuh, segera memanggil Nick. Horatio kemudian menyelipkan antidote (obat penangkal) ke lidah Nick. Lalu selama 4 jam nick melakukan penyembuhannya kepada sang Ratu.

Setelah itu penyakit ratu sembuh. Nick sangat puas dan disalami sebagai pahlawan. Setelah pulang ketempatnya, Horatio menagih 1000 koin emas yang Nick janjikan.

Nick tidak peduli dengan tagihan Horatio karena dia tau Horatio juga tidak mungkin menceritakan semua ke raja. Dia tertawa lalu mengusir Horatio keluar.

Keesokan harinya Horatio menyelipkan bubuk gatal yang sama ke celana dalam raja , bahkan dengan dosis lebih.

Raja lalu segera memanggil Nick...

Calon Independen Lebih Baik daripada Calon Parpol?


Perdebatan seru terjadi antara pengamat politik UI, Boni Hargens, dan anggota Komisi II Ferry Mursyidan Baldan, pada diskusi "Calon Independen Dilarang Masuk", Sabtu (21/2) di Jakarta.

Boni menilai, kehadiran calon presiden independen bisa menjadi jawaban atas ketidakpercayaan publik atas partai politik (parpol). Parpol, dikatakan Boni, tidak menjadi solusi melainkan sumber masalah. Ferry mengonter perdebatan calon independen tidak bisa dibawa ke ranah perbandingan bahwa calon independen lebih baik dibandingkan calon yang diusung parpol.

"Perdebatannya bukan orang luar partai lebih baik dari orang partai. Itu tidak akan selesai untuk membangun sistem politik. Tunjukkan pada saya, siapa calon independen yang selama ini memberikan pendidikan politik? Tidak ada!" ujar mantan Ketua Pansus RUU Pilpres ini.

"Parpol itu selama ini kebanyakan menimbulkan masalah daripada memecahkan masalah," kata Boni.

Ferry mengatakan, putusan MK sudah menjadi jawaban atas perdebatan calon independen. Parpol, menurutnya, hanya institusi yang diberikan hak untuk mengusulkan pasangan calon. Lanjut dia, tak ada keharusan parpol untuk mengajukan calon adalah anggota atau pengurus parpol. "Ayo saya tantang, kita bertarung. Jangan hanya menilai orang parpol lebih buruk dari orang nonparpol," kata Ferry.

Namun, Boni melihat, putusan MK yang menolak judicial review UU Pilpres dinilai keputusan yang tepat jika dilihat dari pertimbangan waktu pelaksanaan pemilu yang semakin dekat. "Sekarang aja KPU bingung, apalagi kalau ada aturan baru," ujarnya.

Sedangkan pakar HTN, Irman Putra Sidin, berpandangan, wacana calon independen tidak sepenuhnya ditolak. Perbedaan pendapat tiga hakim konstitusi menunjukkan bahwa masih ada ruang yang bisa diperjuangkan untuk memberikan kesempatan pada calon independen.

Heritage Intelligence



Artikel Bung Fajarwala ini sangat menarik untuk kita baca dan cermati bersama, kepedulian terhadap indentitas Indonesia dari Aceh hingga Papua seharusnya hadir di hati kita semua. Ada suatu perasaan yang tidak terlukiskan dalam menyelami ruang waktu sejarah kehadiran kita di nusantara ini. Siapa kita saat ini tidak terlepas begitu saja dari peninggalan pendahulu-pendahulu kita. Intelijen dari sisi ini merupakan sumbangan besar kepada identitas dan jati diri kita sebagai Bangsa Indonesia. Silahkan membaca....


Heritage Intelligence

Mendengar intelijen ingatan langsung tertuju kepada James Bond 007, CIA, KGB, dan Mossad. Institusi intelijen Negara yang bekerja dalam ketertutupan dan menyeramkan seperti kisah Victor Ostrovsky atau novel Body of Lies karya David Ignatius. Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence) bukan merupakan pengenjawantahan dari Lembaga Intelijen Negara, melainkan pekerjaan penelitian dan pendokumentasian tentang keberadaan benda cagar budaya yang ada di Indonesia. Banyaknya peninggalan kekayaan artefak sejarah yang telah lenyap atau musnah, sehingga menciptakan kerugian besar hampir disetiap sektor baik dari Ilmu pengetahuan, sosial-budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan Negara.
Ketidak berdayaan pembuktian kekayaan dan kerugian Negara tentang peninggalan sejarah, yang telah hilang maupun masih ada merupakan 'titik lemah' untuk dapat menjelaskan dan mempertanggung jawabkan kepada publik.

Sebagaimana contoh hancurnya bangunan di proklamasi, dimana potret nyata detik-detik bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pertanyaan kerugian apa saja yang diciptakan dari kehancuran bangunan proklamasi tersebut? Ternyata ketika di 'bedah' anatominya sungguh membuat kepala cekot-cekot, dari sisi Ilmu pengetahuan bukti nyata keberadaan fisik bangunan sudah tidak ada. Di dalam ranah berbeda seperti contoh ketika pulau Sipadan dan Ligitan diakui oleh Mahkamah Internasional di Belanda, fisik bangunan yang terdapat dikedua pulau tersebut adalah milik Malaysia. Pada akhirnya secara de jure maupun de fakto pulau Sipadan dan Ligitan milik sah Malaysia.


Terperanjat bahwa eksistensi fisik bangunan bukan persoalan sederhana, cara pandang melihat fisik bangunan selama ini hanya dilihat dari 'kaca mata kuda' yang melulu diukur dari perspektif estetika dan ekonomis semata. Padahal sebuah bangunan diciptakan melampaui tapal batas estetika dan ekonomi, sebagaimana masyarakat Jawa membangun rumah Panggang pe Ceregancet mirip dengan jasad hidup yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan penghuninya.

Database Benda Cagar Budaya

Film petualangan Indiana Jones, National Treasure, dan Da Vinci Code, membuat adrenalin penonton terpacu. Kecerdasan mengumpulkan serpihan informasi yang tercecer, sehingga teka-teki dapat terpecahkan dan disusun ulang. Sungguh sebuah inspirasi. Tersebar dan terseraknya artefak benda cagar budaya dari berbagai wujud, baik dari sisa-sisa peninggalan kerajaan Nusantara sampai peninggalan kolonial. Sampai saat ini masih dalam 'terawangan' sebagai analogi berjalan dikegelapan tanpa cahaya. Keberadaan UU.No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan UU.No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang masih dalam tahap konsepsional, belum memasuki 'ranah' operasional di dalam pelestarian benda cagar budaya. Inventarisasi pendokumentasiaan sebagai database keberadaan benda cagar budaya dari berbagai ragam bentuk, sampai saat ini masih belum dapat direalisasikan. Padahal database tersebut merupakan 'peta hidup' sebagai alat deteksi dini, perihal kelangsungan pelestarian benda cagar budaya di Indonesia. Karena bila terwujud pendokumentasian tersebut, publik dapat mengetahui dan menjaga pelestarian dari benda cagar budaya yang dilindungi oleh Negara. Fungsi database dapat memberikan suguhan informasi, berapa jumlah benda cagar budaya yang dimiliki seperti Gedung, Benteng, Rumah, Masjid, Gereja, Vihara, Pusaka dan lain sebagainya. Dengan adanya informasi keberadaan artefak sejarah ini, penghancuran dan pencurian dapat maksimal dihindari.
Pendokumentasian mempunyai peran ganda di satu sisi dapat menjadi alat kontrol, disisi lain merupakan alat sosialisasi dari Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya yang murah dan efektif kepada warga Negara.

Benda Cagar Budaya dan Keamanan Nasional

Perjuangan panjang Vasco da Gama (1497-1499) mencapai India melalui Tanjung Harapan telah berhasil gilang gemilang, dari keberhasilan ini maka terbuka lebar pintu masuk pelayaran bangsa Eropa ke Asia. Setelah Tanjung Harapan ditundukkan, kini giliran Melaka dikuasai Portugal (1511).
Di dalam kurun waktu 11 tahun tepatnya pada tahun 1522 ekspedisi Ferdinand Magellan dari Spanyol berhasil mencapai Maluku, selisih waktu 57 tahun (1522-1579) Francis Drake dari Inggris datang menyusul ke kewilayah 'surga rempah-rempah' Maluku. Berawal dari rempah-rempah nafsu serakah untuk menguasai dalam wajah kolonialisme tertancap di bumi Maluku, gesekan kepentingan untuk saling menguasai antara Portugal dan Spanyol di Maluku pada abad XVI tidak dapat terhindarkan. Maka keluar perjanjian Tordesillas (1494) dan menyusul perjanjian Saragossa (1527) antara Spanyol dan Portugal. Hal hasil dari perjanjian tersebut Portugal dapat menguasai Maluku.
Kilasan sejarah tersebut merupakan 'rekam jejak' kolonialisme pertama kali hadir di bumi jamrud khatulistiwa, taktik dan strategi kolonial di dalam melakukan infiltrasi sampai menuju invasi dapat ketahui. Fakta penjajahan dapat ditelusuri melalui artefak seperti Benteng Victoria (1605) yang dibangun Portugal di Maluku, berfungsi sebagai benteng pertahanan. Juga Benteng Oranje (1607) di Ternate yang dibangun oleh Cornelis Matelief de Jonge (Belanda). Benteng ini pernah dijadikan pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) Pieter Both, Herald Reynst, Laurenz Reaal, dan Jan Pieterszoon Coen.
Dari Benteng pertahanan sampai rute perjalanan alur laut kolonial memasuki Nusantara, sebagaimana diketemukannya beberapa artefak kapal laut kolonial yang karam di dasar laut. Dan legitimasi Mahkamah Internasional tentang batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI), mengacu pada peninggalan tanah jajahan Belanda. Dengan demikian 'patok batas' secara fisik peninggalan Belanda, kedepan menjadi sesuatu yang vital di dalam pembuktian wilayah kedaulatan Negara.
Walaupun bukan konteks benda cagar budaya, tetapi masih dalam 'satu tarikan nafas' peristiwa dikuasainya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia, karena lemahnya bukti otentik di Mahkamah Internasional. Merupakan pertanda urgensinya fisik bangunan dalam wilayah hukum Internasional. Serta perluasan pembangunan fisik didaratan Singapura melalui 'pasir laut', hampir saja mencaplok kedaulatan Indonesia khususnya pulau Nipa dan pulau lainnya disekitar wilayah propinsi kepulauan Riau. Satu lagi peristiwa penghancuran taman didepan stasiun Beos kota, dimana wilayah itu merupakan 'ring satu' zona benda cagar budaya. Kepentingan bisnis lebih penting daripada keamanan. Pembangunan shelter busway dan terowongan untuk pedestrian mengakibatkan dampak buruk bagi bangunan tua disekitarnya. Tercatat sedikitnya empat bangunan tua yang langsung terkena dampak negative yang diakibatkan dewatering saat pembangunan terowongan tersebut, keseimbangan air tanah disekitar lokasi terganggu. Dan keempat bangunan tua mengalami penurunan pondasi, dan dampak negatif apa yang akan tercipta kedepan? Tidak ada yang dapat mengatahui dan diperlukan kajian mendalam. Sampai saat ini kejelasan tentang barang sitaan Negara dari hasil penangkapan eksplorasi kapal VOC yang karam secara illegal, berapa jumlah dan nilai harta karun tersebut dan disimpan dimana masih dalam misteri.
Saksi bisu benda cagar budaya ternyata faktual dapat 'berbunyi' dan berkata jujur tanpa ada rekayasa maupun kebohongan.

Intelijen Benda Cagar Budaya (Heritage Intelligence)

Cegah tangkal di dalam pelestarian benda cagar budaya sudah waktunya diperkuat, perhitungan secara matematis tentang kekayaan 'adi luhung' bangsa Indonesia belum dapat direalisasikan. Kemampuan IPTEK di dalam kalkulasi sumber daya alam (SDA) kekayaan laut sudah dapat dihandalkan di negri kepulauan ini, padahal dahulu sebelum teori tersebut ada masih merupakan sesuatu yang 'ghaib' diwilayah alam bawah sadar. Sosok manusia dapat terbang Gatot Kaca yang hanya ada dalam cerita pewayangan, tersentak bahwa cerita itu bukan mitos melainkan teknos dengan kemampuan di dalam rekayasa teknologi kapal terbang (Dirgantara Indonesia).
Eksistensi heritage intelligence di dalam melakukan penelitian dan pendokumentasian, serta dapat juga melakukan 'audit' benda cagar budaya, merupakan pemecah dari kebekuan dan kerapuhan mengatasi permasalahan benda cagar budaya. Generasi kedepan perlu diberikan 'menu' visualitas bukan virtualitas. Melalaui intelijen benda cagar budaya sesuatu yang absurd menjadi rasional, investigasi tapak tilas untuk dapat mengumpulkan kembali serpihan sejarah yang tercecer dan hilang. Seperti analogi menjahit pakaian yang sudah usang termakan jaman, memerlukan sentuhan ketekunan penjahit handal. Semoga.***

Pamulang, 18 Januari 2009

TNI Masih Tunggu Hasil Penelitian



Jakarta - Spekulasi mengenai insiden alarm dua pesawat Sukhoi yang menyala saat latihan di Makassar terus merebak. Namun TNI belum dapat menyimpulkan penyebab kejadian hingga proses penelitian selesai.

"Ada dua kemungkinan, apa di locked lawan atau kerusakan. Yang jelas tidak mudah menyimpulkan itu," kata Kapuspen Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen saat dihubungi detikcom, Sabtu (21/2/2009) pagi.

Sagom meminta agar masyarakat bersabar menunggu hasil analisa pihak terkait. Menurut Sagom, kedua pilot pesawat tersebut yang saat penerbangan ditemani instruktur dari Rusia, saat ini telah menceritakan kejadian detailnya.

"Biarlah kita tunggu analisa mereka, karena awak penerbang yang paling tahu masalah itu," jelasnya.

Bagi Sagom, yang terpenting tidak ada korban jiwa dan kerugian yang didapat dari insiden tersebut. Kedua pilot kembali dengan selamat, begitu juga dengan kondisi pesawat.

"Kita bersyukur tidak ada apa-apa," pungkasnya.

Seperti diketahui, dua pesawat Sukhoi milik TNI AU diduga menjadi sasaran tembak pesawat asing saat menggelar latihan terbang sekitar pukul 09.00 Wita. Alarm kedua pesawat tersebut berbunyi saat berada di ketinggian 20 ribu kaki.

Pernyataan Hillary Clinton Soal HAM China Mengejutkan!



Seoul - Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Hillary Clinton melontarkan pernyataan mengejutkan mengenai isu HAM China. Setidaknya mengejutkan bagi organisasi HAM Amnesty International dan kelompok pro-Tibet.

Gara-garanya, Hillary berjanji tidak akan membiarkan keprihatinan AS soal HAM di China menghalangi kerjasama dengan negara besar Asia tersebut.

Dikatakan mantan ibu negara AS itu, pemerintah AS akan terus menekan China soal keprihatinan AS sejak lama atas isu HAM termasuk kebijakan keras Beijing mengenai Tibet.

"Namun tekanan kami pada isu itu tidak bisa mengganggu soal krisis ekonomi global, krisis perubahan iklim global dan krisis keamanan," kata Hillary kepada wartawan di Seoul, Korsel sebelum bertolak menuju Beijing, China seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (21/2/2009).

T. Kumar dari Amnesty International mengatakan, pihaknya "terkejut dan sangat kecewa" dengan pernyataan Hillary tersebut.

"AS merupakan satu dari sedikit negara yang bisa melawan China soal isu HAM," tuturnya. "Namun dengan mengatakan bahwa HAM tidak akan mengganggu prioritas lain, Menteri Clinton merusak masa depan inisiatif AS untuk melindungi hak-hak itu di China," pungkasnya.

Para mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Free Tibet menyampaikan pernyataan senada. Menurut mereka, komentar Hillary memberikan sinyal keliru bagi China di waktu sensitif ini.

Dua organisasi HAM, Amnesty International dan Human Rights Watch telah mengirim surat ke Hillary sebelum dia memulai kunjungannya ke Asia, termasuk Indonesia. Isi surat mendesak istri mantan Presiden Bill Clinton itu membahas keprihatinan HAM dengan para pemimpin China.

Sebelum Hillary memulai tur Asia, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Wood mengatakan, HAM akan menjadi isu penting bagi Hillary dan dia akan membahas isu itu jika waktunya tepat. (ita/ita)

Minggu, 15 Februari 2009

Garin Nugroho Dilempar Sandal di Timor Leste

YOGYAKARTA, MINGGU - Ternyata bukan hanya George W Bush, mantan presiden AS, yang kena lemparan alas kaki. Sutradara Garin Nugroho juga mengalami hal serupa. Saat sedang asyik melakukan pengambilan gambar dialam salah satu konser Slank di Timor Leste untuk film Generasi Biru, sepasang sandal melayang ke arahnya.

Tentu saja, Garin tak sempat menghindar seperti Bush, karena fokus perhatiannya kepada aksi kelompok musik Slank yang sedang manggung di hadapan ribuan Slanker fanatik dari negara sempalan Indonesia itu. Sadar posisi, Garin mengalah, karena tidak ingin terjadi keributan dalam konser tersebut. "Ya kan nanti kita akan repot sendiri, kalau rusuh gara-gara saya. Entar filmnya ganti judul jadi Generasi Rusuh," canda Garin kepada para wartawan seraya tertawa dalam jumpa pers pemutaran perdana film Generasi Biru di Yogyakarta, Minggu (15/2).

Garin maklum bahwa para Slanker di Timor Leste maupun wilayah Indonesia Timur merasa sangat tergangu dengan situasi pengambilan gambar yang menghadirkan banyak kru. Padahal, kehadiran Slank di kota mereka, Dili, sangat jarang, sehingga kerinduan mereka meledak-ledak untuk dapat melihat bintang pujaan mereka.

Mengenai film yang baru saja disutradarainya itu, Garin mengaku bahwa Generasi Biru merupakan usahanya yang sangat maksimal untuk dapat menerjemahkan jiwa Slanker yang penuh warna dan ekspresi. "Saya sadar, film ini belum mampu memotret secara keseluruhan. Tapi, paling tidak, ini usaha saya. Saya bahkan menantang, kalau memang ada yang mampu membuat lebih sempurna, ya silakan bikin film Slank yang lain. Setahu saya, sampai saat ini belum ada film musikal yang mampu memotret secara keseluruhan tentang sosok suatu kelompok musik, di luar negeri sekalipun, " tandas Garin.

Diungkapkan Garin, beberapa orang mungkin kebingungan ketika menonton film tersebut. Sebab, lanjutnya, banyak animasi dan gerakan teaterikal yang ditampilkan. Menurutnya, animasi dihadirkan untuk mewakili graffiti yang banyak dilakukan oleh para Slanker yang tersebar di Indonesia, sementara gerakan-gerakan teaterikal ditampilkan untuk mewakili sosok generasi yang penuh olok-olok.

"Karena film ini dibuat dalam rangka 25 tahun Slank, maka saya harus berusaha agar film ini sangat dekat dengan jiwa para Slanker. Dan, saya lihat, generasi slanker ini sangat penuh dengan olok-olokan. Mereka bahkan sangat santai mengolok-olok kondisi sosial politik dan lingkungan dengan bahasa-bahasa yang sangat kasar. Tetapi, karena ini film yang dintonton oleh semua lapisan masyarakat, beberapa gambar memang tak dapat ditampilkan secara vulgar," ujar Garin. (sulistyawan)