Sabtu, 14 Maret 2009

Perasaan Ibu Saja

KapanLagi.com - Suatu hari ada seorang ibu sedang nunggu angkutan kota, ketika angkot tersebut datang, ibu itu langsung duduk di depan samping pak sopir. Tidak berapa lama ibu tersebut merasakan kalau dia ingin buang air besar.

Ibu: Pak, tolong berhenti sebentar, saya ingin buang air besar!
Sopir: Ah.. paling cuma perasaan ibu saja!

Ibu tadi terdiam dan menahan rasa ingin beolnya yang tidak bisa tertahan untuk beberapa lama.

Ibu: Pak, berhentilah dulu, saya mau buang air besar.
Sopir: Ah.. perasaan ibu saja!!

Ibu itu mulai pasrah dan menunggu. Kemudian sopir angkot tersebut mencium bau busuk yang menyebar di ruang kemudinya.

Sopir: He! Ibu beol ya!
Ibu: Ah.. perasaan bapak saja!

Mencontreng


Putu Setia

Ada kursus mencontreng di kampung saya. Penyelenggaranya calon legislator. Komisi Pemilihan Umum sama sekali tak terlibat dalam urusan ini. Justru kursus ini diadakan setelah Komisi membuat sosialisasi yang hasilnya: 70 persen suara tidak sah.

Peserta kursus lebih banyak ibu-ibu, usianya sekitar 50 tahun ke atas. Mereka umumnya tak begitu lancar membaca dan menulis. Ketika sosialisasi diselenggarakan, mereka kebingungan. Padahal kertas suara hanya berisi lima partai, tapi ukurannya sama besar dengan yang dipakai pada pemilu nanti.

Membuka dan melipat surat suara yang sebesar koran itu saja sudah bikin pusing karena bilik pencontrengan kurang luas. Ada yang sampai bersimpuh, ada yang menempelkannya dulu ke dinding. Jika lipatan kurang bagus, tak bisa masuk ke kotak suara, lubang kotak kekecilan. Kalau dipaksakan, surat suara robek, jadi tak sah.

KPU mendapat masukan bagaimana ukuran ideal bilik suara, termasuk lebar lubang kotak suara. Namun, Komisi merasa tak perlu bertanggung jawab jika masih terjadi salah contreng. Alasannya, masyarakat sudah tahu.

Tahu apa yang dicontreng, namun tak tahu "teknik" mencontreng. Orang kampung itu asing dengan pulpen dan alat tulis sejenis. Untuk memegang saja perlu latihan berkali-kali. "Saya sehari-hari pegang pisau, sekarang pegang pulpen, ya, tak bisa," kata seseorang. Pemilu sebelumnya sangat gampang karena mencoblos. Bagaimanapun cara memegang paku pencoblos, yang penting kan ada lubangnya. Sekarang, kalau memegang pulpen tidak benar, contrengan jadi tak pas dan kebanyakan melewati garis pemisah nomor. Ini tak sah karena contrengan mengenai dua nama calon.

"Kenapa tak mencontreng gambar partai saja, kan lebih mudah karena ruangnya lebih besar," tanya saya kepada penyelenggara kursus. Jawabnya: "Saya bisa rugi, itu kan suara mengambang, ini tarung bebas, saya harus mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya."

Saya jadi maklum, karena dari tiga "kursus mencontreng" itu, dua penyelenggara dari partai yang sama tapi dengan caleg berbeda. Satu untuk nomor 4, satu lagi nomor 7. Peserta memang sudah diarahkan untuk mencontreng nomor urut itu. Mereka juga dibekali kartu sebesar kartu nama yang mengingatkan perihal kolom partai dan nomor yang dicontreng. Ketika latihan, ibu-ibu desa itu asyik menghafal angka yang akan dicontreng.

Kenapa, sih, ibu-ibu? Konon, pemilih muda tak mudah "dipegang". Mereka kesannya "antipemilu". Baliho caleg dicorat-coret, wajah manis perempuan diberi kumis dan cambang, wajah-wajah ganteng ditulisi kata: gombal, penipu, pemeras. Mereka mengaku akan jadi golput, terpengaruh oleh media massa yang menyoroti betapa buruknya perilaku anggota Dewan. Sedangkan mereka yang lebih dewasa dan keluarga mapan mengaku lebih baik sembahyang ke Pura Besakih daripada mencontreng. Maklum, 9 April nanti adalah puncak upacara Panca Wali Krama, ritual sepuluhtahunan.

Kursus ini ada daya tariknya. Selama tiga hari kursus, mereka mendapat sebungkus kue dan sebungkus nasi. Lalu, ada janji, jika saat pemilu nanti pelajaran di "kursus" itu benar, mereka mendapat "upah" Rp 50 ribu. Variasi upah berbeda di setiap tempat kursus, Rp 50 ribu itu angka terendah.

Saya semakin yakin, pemilu nanti adalah pemilu yang paling rumit di dunia: sistem yang cerdas untuk masyarakat yang bodoh. Partai politik yang terbesar di Bali (contoh yang hampir nyata) tetap akan mendapat urutan ketiga, karena pemenang pertama adalah suara tak sah, dan pemenang kedua golput. Tolonglah ada yang bergerak, supaya keyakinan saya tak terbukti, mumpung masih ada waktu.

Praktek 2 Jam, Ponari Kumpulkan Rp 50 Juta


Mojokerto - Dalam sehari saja, praktek dukun cilik Ponari bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 50 juta. Uang itu berasal dari penjualan kartu identitas dan amal pasien yang dikumpulkan panitia di kotak amal.

"Uangnya sekitar Rp 50 juta. Asumsinya, dari kupon saja sekitar Rp 20 juta. Belum dari setiap pasien yang memberi uang paling sedikit Rp 10 ribu hingga tak terbatas," kata seorang panitia kepada detiksurabaya.com, Sabtu (14/3/2009) sore.

Panitia yang memakai kaos bergambar Ponari itu, meminta identitasnya dirahasiakan. Menurutnya, keberadaan Ponari sangat membantu perekonomian warga sekitar. "Kalau Ponari tidak praktek lagi, kami kerja apa," kata pria tersebut.

Rata-rata warga di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, bekerja sebagai buruh tani atau pencari pasir di Sungai Brantas. Sejak Ponari buka praktek, warga beralih berjualan atau menjadi tenaga keamanan di lokasi praktek.

Terkait dengan uang yang dikumpulkan, kuasa hukum Ponari, Ahmad Rifai menyatakan tidak mengetahui. Dituding ada faktor ekonomi di balik praktek dukun Ponari, Rifai menyatakan tidak melihat fakta itu. "Ini masalah� kemanusiaan," kata Rifai kepada wartawan.

Menurut Rifai, praktek dukun Ponari dibuka lagi, karena masih banyak orang yang ingin mendapat obat dari Ponari. "Ini kan membantu orang yang ingin mendapat obat dan ingin sembuh," kata Rifai di rumah Ponari.

Menhan : DCA Dihentikan


Lokasi latihan militer Singapura dalam DCA

JAKARTA - Singapura memutuskan tidak lagi membahas Perjanjian Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dengan Indonesia. "Tidak ada lagi (pembahasan perjanjian pertahanan)," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di kantor Departemen Pertahanan, Jakarta, Rabu (11/3).

Karena saking terkait dan tak terpisahkan, perjanjian ekstradisi otomatis ikut gagal. Padahal, kesepakatan telah ditandatangani kedua kepala negara di Tampak Siring, Bali, 27 April 2007 lalu. Juwono mengaku tidak mengetahui alasan penghentian dua kesepakatan strategis itu.

"Tanya mereka (Singapura)," kata mantan duta besar RI untuk Inggris itu. Ditanya kemungkinan lanjutan pembahasan, Juwono menjawab singkat "Tidak ada," katanya. Sebelumnya, Juwono mengungkapkan, kemandekan pembahasan terjadi karena Singapura melalui Menteri Mentornya Lee Kuan Yew menganggap perjanjian ekstradisi tidak masuk akal.

Presiden Resmikan Universitas Pertahanan Indonesia


JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (11/3), di Istana Negara Jakarta meresmikan Universitas Pertahanan Indonesia (UPI) yang diprakarsai Departemen Pertahanan RI.

Peresmian ditandai dengan penyerahan bendera UPI dari Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono kepada Presiden, yang kemudian diikuti penyampaian kuliah perdana oleh Presiden.

Peresmian lembaga pendidikan setingkat pascasarjana itu dilanjutkan dengan seminar internasional bertajuk "Indonesia 2025: Geopolitical and Security Challenges" yang diselenggarakan di Kantor Dephan.

Dalam sambutannya Menhan mengatakan Indonesia sudah saatnya memiliki lembaga pendidikan pertahanan yang sesuai dengan tingkat kepentingan dan peran Indonesia di wilayah Asia Pasifik dan negara-negara G-20.

UPI diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di bidang pertahanan yang sudah ada serta menjadi sumber penyiapan calon-calon pemimpin masa depan baik dari kalangan militer maupun sipil, khususnya yang akan menduduki sejumlah posisi penentu kebijakan strategis nasional di bidang pertahanan dan keamanan.



"Kita ingin agar lembaga ini ikut menyumbangkan pikiran tentang ke mana negara ini akan dibawa dalam konteks perubahan-perubahan nasional, regional, dan global," kata Menhan.

Alumni UPI juga diharapkan dalam 10 - 15 tahun ke depan bakal menjadi calon-calon pemimpin bangsa yang mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih memiliki kepercayaan diri, kompetitif dan lebih beradab di mata negara-negara di dunia.

UPI menyelenggarakan tiga program utama pascasarjana yang dioperasikan di bawah Sekolah Strategi Perang Semesta (SSPS), Sekolah Staf dan Komando TNI (Sesko TNI) dan Sekolah Kajian Pertahanan dan Strategis (SKPS).

UPI berwenang untuk memberikan gelar "Master of Defense Studies" kepada lulusan dari salah satu program-program di atas.

Sejumlah menteri dan duta besar beberapa negara sahabat hadir dalam acara itu.