Sabtu, 04 Juli 2009

Dephan : Ujicoba Rudal Untuk Mengukur Alutsista Alternatif


JAKARTA - Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhan) RI Juwono Sudarsono mengatakan ujicoba rudal terbesar buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merupakan langkah untuk mengukur kemampuan sebagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) alternatif.

"Ujicoba roket tersebut untuk mengajukan salah satu alternatif bagi persenjataan Indonesia," kata Juwono Sudarsono di Jakarta, Kamis (2/7).

Juwono menuturkan pihaknya masih mempertimbangkan apakah roket RX-420 bisa menjadi salah satu senjata penangkal di darat yang dapat diandalkan sehingga Departemen Pertahanan (Dephan) tidak perlu armada kapal atau senjata perang lainnya.

Menhan juga mengungkapkan rudal yang berpangkal di darat itu, berpotensi menjadi pengembangan alutsista Indonesia pada masa depan dengan mempertimbangkan faktor biaya.

"Apakah pengembangan rudal berpangkal di darat lebih murah dibanding dengan membeli alutsista seperti kapal atau pesawat," ujarnya seraya menambahkan biaya untuk pengembangan rudal akan dianggarkan dari Dephan.

Sebelumnya, Lapan bekerja sama dengan Menteri Riset dan Teknologi menguji coba peluncuran rudal RX-420 di Garut, Jawa Barat pada Kamis pagi, dengan daya jelajah sekitar 100 kilometer dan empat kali kecepatan suara.

Selain itu, Juwono menyebutkan pihaknya akan mengkalkulasikan kekuatan rudal berpangkal di darat tersebut bisa menjadi pengkal yang efektif dan efisiensi atau masih diperlukan patroli laut dan udara.

Sumber : ANTARA

Jumat, 03 Juli 2009

Malaysia Tutup Mata Soal Tapas Batas

PONTIANAK - Komandan Korem 121//Alambhana Wanawwai, Kolonel (Inf) Nukman Kosadi, menilai Pemerintah Malaysia menutup mata dalam penyelesaian lima tapal batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat.

"Dari beberapa pertemuan pihak Malaysia selalu berdiam diri dan tidak ada niat baik menyelesaikan permasalahan patok batas negara antara Indonesia - Malaysia," kata Nukman Kosadi di Pontianak, Kamis (2/7).

Lima patok tapal batas negara yang bermasalah itu adalah Camar Bulan di Kabupaten Sambas, titik D 400 di Kabupaten Bengkayang, Gunung Raya di Bengkayang, Sungai Buan Bengkayang dan Batu Aum Kabupaten Bengkayang.

"Lima titik batas negara itu bermasalah sejak tahun 1980-an tetapi hingga kini tidak ada titik temu karena Malaysia selalu ngotot," kata Nukman.

Nukman menilai Malaysia telah berlaku licik dalam perluasan wilayahnya di Semunying, Kabupaten Bengkayang, tahun 2008 dimana ada sekitar dua hektare lahan Indonesia dicaplok Malaysia guna ditanami sawit.

"Kita tidak perlu kompromi untuk masalah itu, lahan sawit itu langsung kita bersihkan karena memang wilayah Indonesia," katanya.

Korem 121/ABW juga menemukan sekitar 50 patok tapal batas negara di wilayah Kalbar - Sarawak, hilang dan ada di sepanjang dua kilometer.

"Patok tapal batas negara yang hilang itu sebagian besar tipe B, dugaan kita sementara hilangnya karena aktifitas pembukaan jalan untuk perkebunan sawit dari Malaysia," katanya.

Korem 121/ABW telah menyampaikan temuan hilangnya patok tapal batas negara itu ke tentara Malaysia. "Mereka menyebutkan hilangnya patok itu karena aktivitas perkebunan, bukan oleh Pemerintah Malaysia," katanya.

Diperkirakan lebih banyak lagi patok tapal batas yang hilang mengingat panjang perbatasan darat Indonesia - Malaysia di Kalimantan mencapai 2.004 kilometer, terdiri dari 857 kilometer di Kalbar dan 1.147 kilometer di Kaltim.

Perbatasan Kalbar sangat rawan oleh tindakan ilegal, seperti eksploitasi kekayaan alam, pembalakan hutan liar, pedagangan gelap, penyelundupan, perdagangan manusia, infiltrasi, sabotase, dan kegiatan intelijen asing, demikian Nukman.

Sumber : ANTARA

Renumerasi Gaji PNS (2004- 2010)


RENCANA PERBAIKAN STRUKTUR
REMUNERASI PEGAWAI NEGERI

Mengacu pada sistem remunerasi yang telah pernah diterapkan di Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah nomor 200 tahun 1961 (PGPN- 1961) yang menetapkan gaji berdasarkan “harga jabatan” maka struktur gaji Pegawai Negeri akan didesain berdasarkan jabatan. Didalam struktur Remunerasi Pegawai Negeri tidak ada tunjangan jabatan tetapi sebenarnya sudah termasuk didalam gaji (karena setiap jabatan mempunyai harga jabatan).

STRUKTUR REMUNERASI YANG DIUSULKAN
1. GAJI
• Gaji ditetapkan dengan memperhatikan peranan masing-masing PNS dalam pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan;
• Dalam struktur remunerasi tidak digunakan istilah gaji pokok tetapi gaji untuk menghindari dampak keuangan negara terhadap perubahan uang pensiun Pegawai Negeri yang telah pensiun sebelum peraturan tentang gaji ini berlaku dan terhadap penerapan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 16 ayat (2) tentang tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru)
• Peranan setiap jabatan tersebut diukur dengan bobot jabatan yang dihasilkan melalui evaluasi jabatan;
• Evaluasi jabatan dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
• Pengetahuan
• Kebutuhan akan kontrol dan supervisi
• Jenis dan kebutuhan akan pedoman
• Kompleksitas
• Ruang lingkup dan dampak
• Hubungan interpersonal
• Lingkungan kerja
• Penetapan besaran gaji berdasarkan klasifikasi jabatan dan peringkat jabatan
• Golongan /pangkat yang berlaku sementara waktu masih digunakan namun untuk eselonisasi kemungkinan tidak kita gunakan lagi tetapi diganti dengan peringkat jabatan manajerial

2. TUNJANGAN BIAYA HIDUP (kemahalan)
– Tunjangan ini diberikan untuk kebutuhan pangan,
perumahan dan transport yang berbeda nilainya
dari setiap daerah.
– Besarnya tunjangan dihitung dengan
memperhatikan kebutuhan tingkat biaya hidup di
masing-masing daerah;
– Tunjangan biaya hidup untuk daerah
dibebankan pada APBD masing-masing

3. TUNJANGAN KINERJA (Insentif):
• Tunjangan prestasi diberikan pada akhir tahun;
• Jumlahnya tergantung pada tingkat prestasi dan pencapaian target/output yang dicapai pegawai berdasarkan hasil penilaian kinerja tahunan;
• Jumlah maksimum adalah 3 kali gaji.

4. TUNJANGAN HARI RAYA
– Tunjangan diberikan setahun sekali dan besarnya adalah sama dengan gaji.
– Tunjangan diberikan kepada PNS dan CPNS yang masa kerjanya minimal 6 bulan;
– Tunjangan diberikan menjelang hari besar keagamaan.

5. TUNJANGAN KOMPENSASI
Tunjangan kompensasi diberikan kepada:
– PNS yang ditugaskan di daerah terpencil, daerah yang bergolak;
– PNS yang bekerja di lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau beresiko tinggi ;
– Besarnya tunjangan ditetapkan dengan memperhatikan tingkat ketidaknyamanan atau resiko yang dihadapi pegawai;

6. Iuran bagi pemeliharaan kesehatan PNS dan keluarganya diberikan dalam jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar PNS;

7. Iuran bagi dana pensiun PNS dan THT dengan jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar pegawai.

PELAKSANAAN

1. KEGIATAN PENGUMPULAN INFORMASI JABATAN DILAKUKAN OLEH SELURUH INSTANSI PUSAT DAN DAERAH
2. PELAKSANAAN DISETIAP INSTANSI DILAKUKAN OLEH TIM YANG DITUNJUK PIMPINAN INSTANSI SELAKU PEMBINA KEPEGAWAIAN (KOORDINASI DENGAN TIM MENPAN)
3. PELAKSANAAN PENGUMPULAN INFORMASI JABATAN DILAKUKAN SELAMA 3 BULAN (AGUSTUS – AKHIR OKTOBER 2007)
4. PEMBIAYAAN DIBEBANKAN PADA INSTANSI MASING-MASING (SOFTCOPY DISIAPKAN DARI PUSAT/MENPAN)
5. HASIL/ OUTPUT YANG DIHARAPKAN DARI HASIL PENGUMPULAN INFORMASI JABATAN ADALAH SEMUA JABATAN YANG ADA DISETIAP INSTANSI :
6. SEMUA JABATAN STRUKTURAL
7. SETIAP JENJANG JABATAN FUNGSIONAL TERTENTU (MASING-MASING JABATAN 2 SAMPEL)
8. JABATAN FUNGSIONAL UMUM (MASING-MASING JABATAN 2 SAMPEL)

TINDAK LANJUT (2010)
- Meningkatkan perbandingan besaran gaji secara bertahap sehingga mencapai 1:20 antara gaji terendah dan tertinggi;
- Mengevaluasi hasil peningkatan disiplin dan kinerja pegawai negeri setelah ditingkatkan kesejahteraannya
- Menyempurnakan semua peraturan perundangan yang berkaitan dengan sistem kepegawaian ( al sistem penggajian, pembinaan karier, pensiun, penghargaan, disiplin, kinerja pegawai atau reward and punishment)

PENUTUP

• Penyempurnaan sistem penggajian merupakan bagian dari upaya penerapan manajemen kepegawaian berbasis kinerja dan pencegahan KKN;
• Penerapan sistem penggajian yang berdasarkan sistem merit seyogyanya didahului oleh:
– Penyusunan visi dan misi
– Penyempurnaan struktur organisasi
– Penataan pegawai
– Penyempurnaan sistem pensiun
– Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja.
• Dalam rangka mempersiapkan penerapan sistem remunerasi baru, Pemerintah perlu membentuk Tim Remunerasi Nasional yang beranggotakan wakil-wakil dari Kementerian PAN, Dep.Keu,Depdagri,BKN, LAN, Setneg, Setkab,Polri dan TNI dan Bappenas.
• Penerapan sistem remunerasi baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada perbaikan gaji pejabat negara

Suara Luar Jawa

Meskipun terkait dengan masalah suara, namun tulisan kali bukan mengenai pemilu yang sedang ramai kita jalani dan dukung bersama demi kemajuan bersama.

Tetapi terkait dengan kritik membangun dari rekan Mathias Wenda yang mengeluhkan soal dominasi orang Jawa dan ketidakadilan yang menimpa suku-suku di luar Jawa. Namun kita juga tidak dapat mendekati persoalan ini secara sembrono sebelum mayoritas bangsa Indonesia mencapai pemahaman yang utuh tentang hakikat kebhinnekaan dalam satu kesatuan kebangsaan.

Mengapa demikian ?
Intelijen telah lama menggarisbawahi perlunya pembangunan karakter bangsa yang tidak membeda-bedakan berdasarkan etnis, ras, golongan maupun agama. Diperlukan suatu....

kesungguhan untuk secara terus-menerus membangun ikatan persaudaraan yang kuat serta adil dalam kerangka pembangunan nasional.

Kita telah mengalami begitu banyak luka-luka dan kematian sebagai akibat dari arogansi etnisitas maupun golongan. Kita juga telah berkali-kali dituduh sebagai bangsa yang "kurang beradab" karena kasus-kasus pelanggaran HAM dan diskriminasi ras. Kita bahkan mulai kehilangan sifat-sifat luhur nan mulia yang tercatat dalam tinta emas sejarah bangsa di Nusantara baik dari Aceh sampai Papua, yakni sifat ksatria dan menjunjung tinggi harkat martabat sesama umat manusia dalam kerangka persahabatan.

Kita telah melalui ribuan perang sejak zaman kerajaan, telah banyak kematian dan telah banyak dendam maupun sakit hati yang tak terobati. Namun kita juga sering lupa bahwa kita telah melalui begitu banyak rintangan dalam perjalanan sebagai sebuah bangsa yang besar. Akibatnya kita merasa kecil, kemudian kehilangan sifat ksatria, bahkan mulai pengecut dan hidup dalam ketidakamanan (insecurity) dimana kecurigaan terbesar justru sesama anak bangsa Indonesia.

Rekan Mathias Wenda saya duga berasal dari Propinsi Papua atau Papua Barat, tentunya paham bila saya membahas masalah perang suku yang masih sering terjadi di tanah damai Papua. Tentunya juga paham bahwa integrasi Papua ke dalam Indonesia Raya secara legal dalam hukum internasional masih dihantui masalah. Pada satu sisi, saya juga melihat adanya perilaku yang korup dari pemerintahan Indonesia Raya yang mana hal itu disebabkan terbukanya kesempatan yang terlalu besar sebagai akibat lemahnya sistem hukum dan pengawasan. Pada sisi lain, perilaku perlawanan sebagian saudara kita di Papua, Aceh, Ambon, dan dahulu Timor-Timur ternyata tidak sungguh-sungguh diselesaikan secara segera karena sikap meremehkan pentingnya dialog.

Suasana tersebut merupakan warisan perjalanan revolusioner Indonesia pada era kemerdekaan, ditambah model militerisme era Orde Baru, dan sekarang sedang dicari formula yang terbaik untuk terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia , ingat itu untuk seluruh rakyat Indonesia dan bukan secara khusus untuk orang Jawa.

Di tanah Jawa sendiri, masih tersimpan dendam masa lalu dari ujung Timur hingga Barat. Masih terasa adanya arogansi "rasa lebih tinggi" yang mana hal itu merupakan racun yang dahsyat bagi persaudaraan dan persatuan yang kuat. Saya telah melakukan perjalanan yang cukup jauh dari berbagai peradaban, tampak jelas bahwa terjadi kemandegan atau minimal kelambatan perkembangan sosial di Indonesia dan khususnya di Jawa.

Sebagai keturunan Jawa, saya sendiri sungguh merasa malu (wirang) karena sangat jarang bertemu dengan satria tanah Jawa yang mampu mengayomi Nusantara. Tetapi sangat sering bertemu penipu sombong yang mengaku-aku sebagai satria, padahal merusak persatuan bangsa Indonesia karena kesombongannya. Hal ini tidak berarti satria tanah Jawa sudah punah, tetapi yang saya lihat adalah lunturnya budaya dan etika yang dijunjung tinggi dengan sumpah lahir dan bathin. Namun sejujurnya perlu juga kita berkaca dan menyadari, bahwa masalah ini bukan khas ada di dalam suku Jawa melainkan merupakan penyakit di Nusantara yang karena kebetulan terbanyak diwarnai suku Jawa maka kelihatan sebagai pelaku dimana-mana.

Warna kebangsaan Indonesia sudah semakin dominan ketika sistem pendidikan nasional semakin mantap sejak keberhasilan pembanguna era 70-80an. Namun hal itu tidak mendalam karena tidak disertai proses pemahaman dan sisi praktis dari manfaat berperilaku sebagai orang Indonesia yang baik. Ketidakadilan dan penindasan menyebabkan kita sesama orang Indonesia tidak merasa sebagai orang Indonesia, akibatnya lahirlah kembali semangat etnisitas (kesukuan).

Tidak ada yang salah dengan semangat kesukuan sepanjang itu tidak disertai semangat untuk bermusuhan atau merasa yang paling tinggi/hebat/berkuasa. Adalah fitrahnya setiap insan untuk berafiliasi kepada salah satu suku yang merupakan bawaan lahir dari orang tua kita.

Saling menghormati dan persaudaraan tidak dapat dipaksakan dengan kekerasan atau penindasan, tetapi harus lahir dari kesadaran bahwa ada aturan main yang jelas dalam menciptakan masyarakat yang adil.

Dalam cita-citanya, Indonesia Raya setiap pagi berdoa untuk keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan seluruh rakyat Indonesia. Lalu mengapa ketidakadilan, ketidaksejahteraan, dan unsur kurang manusiawi justru lebih dominan?

Ketika kita berhadapan langsung dengan sesama anak bangsa Indonesia yang sangat berbeda secara etnis, mengapa prasangka yang lebih dominan? Mengapa stereotipe yang lebih bekerja di otak kita? Mengapa bukan saling percaya? Mengapa pula bukan keyakinan akan adanya perasaan keIndonesiaan yang kuat sesama kita?

Ketika kita dalam pergaulan sosial yang berbeda agama, mengapa kita lebih mempersoalkan perbedaan daripada kerjasama? mengapa kita menjadi was-was satu sama lain? mengapa kita merasa tidak aman? mengapa saling percaya sangatlah lemah?

Diperlukan suatu transformasi sosial secara massal di seluruh wilayah Indonesia untuk menciptakan keadilan. Marilah kita koreksi sikap-sikap kita dalam prasangka etnis/suku, dan stereotipe. Marilah kita mulai lagi persaudaraan Indonesia dalam kesetaraan dan marilah kita buat aturan main yang mengawasi perilaku-perilaku sembrono yang dapat memecah-belah Indonesia Raya.

Semoga siapapun rekan-rekan dari suku manapun dan kepercayaan apapun rela bersedia menyebarluaskan pemikiran ini sehingga kita bersama-sama dapat membawa perubahan nyata untuk Indonesia Raya.

Indonesia sebelumnya tidak pernah ada, tetapi berkat mimpi keadilan sosial bagi seluruh penghuni nusantara kita membangun persaudaraan Indonesia. Apakah ide Indonesia Raya tersebut harus terkubur karena kita tidak waspada dengan kelemahan kita sendiri? Lalu bagaimana kita akan mampu bersaing di dunia internasional apabila sesama anak bangsa Indonesia berkelahi tanpa ada akhirnya?
http://intelindonesia.blogspot.com/2009/04/suara-luar-jawa.html

Pernyataan Andi Mallarangeng Bertentangan dengan UUD 1945


MAKASSAR, KOMPAS.com — Forum Rektor Indonesia Simpul Sulawesi Selatan (FRIS-Sulsel) menilai pernyataan anggota tim kampanye nasional capres SBY-Boediono, Andi Mallarangeng, sangat bertentangan dengan amanah UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika karena Indonesia masyarakat majemuk.

Pernyataan kontroversial Andi Mallarangeng itu diucapkan saat kampanye SBY-Boediono di GOR Andi Mattalatta, Rabu, mengandung unsur SARA, yang menyatakan: "Belum saatnya orang Sulsel memimpin bangsa Indonesia."

Ketua FRIS-Sulsel, Prof Dr dr Idrus A Paturusi, di Makassar, Kamis (2/7), mengatakan, UUD 1945 dan BTI memberi kesempatan kepada setiap warganya untuk menggunakan haknya, termasuk siapa saja yang mencalonkan diri untuk memimpin bangsa ini.

"UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika saja mensyaratkan seperti itu, kok ada orang yang ngomong ngelantur di depan massa kampanye bahwa belum saatnya orang Sulsel menjadi presiden," ungkapnya.

"Alifian yang juga juru bicara Presiden SBY seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan seperti itu sebab akan memicu keresahan warga Indonesia, khususnya yang ada di provinsi ini," tambahnya.

FRIS-Sulsel juga menilai bahwa pernyataan Andi saat berorasi kampanye SBY-Boediono di GOR Andi Mattalatta mengandung unsur SARA, bahkan telah melecehkan etnis serta SDM masyarakat Sulsel sehingga dapat mengganggu persatuan dan kebersamaan warga di daerah ini.

"Dia harus minta maaf kepada warga Sulsel serta yang bersangkutan diminta untuk tidak mengulangi pernyataan seperti itu lagi sebab akan memicu konflik," katanya dan menambahkan, janganlah suasana yang cukup kondusif menjelang Pilpres 8 Juli 2009 berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan.

Idrus juga mengajak masyarakat Sulsel untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dengan mendatangi TPS-TPS serta mampu menjaga ketertiban, kedamaian, dan kebersamaan dalam menghadapi pesta demokrasi tersebut.

Budayawan Sulsel, Ishak Ngeljaratan, secara terpisah menilai, pernyataan Andi bahwa orang Sulsel belum waktunya menjadi presiden, sangat "mengerikan" dan itu merampas hak orang lain untuk menggunakan haknya sesuai UU tersebut.

"Biarlah setiap warga Indonesia yang majemuk ini menggunakan haknya, bukan dihambat hanya karena ingin mempertahankan pemimpin bangsa yang sekarang ini," ungkapnya.

Terkait dengan majunya Jusuf Kalla (JK) yang mencalonkan diri sebagai calon presiden bersama pendampingnya Wiranto, menurut Ishak, wajar-wajar saja karena beliau ini juga sudah banyak memoles bangsa ini, baik sebagai mantan menteri maupun wakil presiden yang masa jabatannya bersama Presiden SBY berakhir Oktober 2009.

"Orang Sulsel memiliki dua rasa malu, yakni malu karena berbuat kejahatan dan malu jika tidak berbuat kebaikan bagi daerah dan bangsa ini," ujarnya seraya menyatakan, janganlah menghalangi orang dalam berbuat baik pada bangsa ini.

Kepemimpinan Bermoral




Jakarta - Sebuah artikel yang berjudul Jatuh dan Bangkitnya Kekaisaran Romawi secara gamblang menjelaskan bahwa bangkit dan jatuhnya peradaban Romawi adalah karena persoalan moral. Bangsa Romawi mampu menjadi bangsa besar karena dorongan moral untuk menjadi bangsa yang besar. Pada sisi lain kejayaan Bangsa romawi juga runtuh karena persoalan ambruknya moral bangsa romawi kala itu.

Sebenarnya masalah kebangsaan kita dimulai dari persoalan moral anak-anak bangsa yang umumnya berpikir semua tidak ingin menjadi pekerja. Semua mengagungkan kuasa dan kekuasaan. Jarang sekali perjuangan ditempuh dengan jalan normal. Semua ingin instan. Para politisi ingin menjadi mashur dengan jalan yang instan dan yang tejadi kemudian etika politik tidak lagi dilibatkan dalam hatinya ketika berkuasa.

Begitu pun para birokrat yang meniadakan lagi logika Merit System sehingga istilah lawas ABS (Asal Bapak Senang) menjadi senandung harian dalam wajah kompetisi para birokrat tersebut. Cermin lain terlihat dari bagaimana para politisi dan birokrat tersebut menggunakan fasilitas publik.

Jalan raya misalkan. Ketika para pejabat tersebut berkendaraan semua jalan mesti steril. Sirine mobil pengawal membahana ke udara. Kendaraan rakyat jelata mesti menepi menunggu kendaraan para pejabat tersebut lewat.

Sebenarnya ini bukti bahwa bangsa ini sedang dalam krisis moral. Para wakil rakyat tidak menyadari fungsi mereka sebagai agen yang mewakili suara rakyat. Para birokrat tidak menyadari fungsi mereka sebagai pelayan masyarakat.

Dalam pandangan dan sejarah keagamaan Islam pun melahirkan antitesa seperti itu, kejayaan umat Islam secara naluriah, juga disebabkan oleh keingian kuat pendahulu-pendahulu Islam untuk maju dan berbuat kebajikan bagi umat yang lain.

Khalifah Umar bin Khatab misalkan memberikan sebuah contoh bagaimana menjadi seorang Amirul Mukminin yang amanah. Beliau rela untuk mengangkat sendiri gandum hanya untuk diberikan kepada rakyatnya yang kelaparan.

Contoh lain misalkan bagaimana seorang Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, yang
memberikan penghasilannya sebagai presiden kepada rakyat. Rela tidak menggunakan jas bermerk karena turut berempati dengan kondisi rakyat Iran. Memiliki rumah yang tidak lebih seukuran rumah sangat sederhana. Bahkan, berpikir efisien ketika mengadakan kunjungan ke luar negeri dengan tidak mengikutsertakan para pejabat yang tidak bersinggungan secara langsung dengan rencana kerja kenegaraannya.

Tradisi di Jepang dan Cina juga patut ditiru. Beberapa waktu yang lalu misalkan seorang pejabat tinggi Jepang mengundurkan diri karena ketahuan lalai dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Seorang Gubernur di Cina misalkan mengundurkan diri bahkan dihukum berat ketika ketahuan melakukan pidana korupsi.

Dari negara tetangga jiran Malaysia misalkan. Sudah menjadi kebiasaan di Malaysia seorang Menteri Besar (Gubernur-red) berkendaraan sendiri dan terkadang menghampiri kedai-kedai kopi untuk berdiskusi dan berbincang dengan rakyatnya mengenai berbagai hal bagi kemajuan negerinya.

Bahkan, seorang Mahathir Mohammad yang kala itu masih menjabat sebagai Perdana
Menteri dapat berjalan santai di pusat perbelanjaan KLCC (Kuala Lumpur City Center) tanpa menggunakan pengawalan yang super ketat ala VVIP (Very-Very Important Person).

Di Inggris misalkan. Sudah menjadi kebiasaan para anggota parlemen menggunakan transportasi umum untuk pergi ngantor. Perilaku yang sama juga ditunjukkan para anggota parlemen di Singapura. Bahkan, di Singapura ada sebuah program yang merupakan sebuah tradisi dan harus dilakukan oleh para anggota parlemen.

Program tersebut disebut sebagai meet the people. Ada hari-hari khusus bagi konstituen untuk dapat menemui secara langsung anggota parlemen yang mewakili distriknya berdialog mengenai berbagai hal sampai dengan hal yang sifatnya private.

Pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan perilaku para pemegang kekuasaan di negara ini. Ilustrasi diatas mengenai sosok Umar bin Khatab, Mahmoud Ahmadinejad, Mahathir Mohammad, Anggota Parlemen di Inggris dan Singapura adalah sebuah ilustrasi kesederhanaan yang hakiki. Sebuah tanggung jawab yang lahir dari moral yang teruji dan keinginan moral yang kuat untuk menjadikan bangsa mereka berdiri tegak dan berwibawa di mata dunia.

Padahal jika hura-hura pejabat sebuah negara tersebut diukur dari GNP (Gross
National Product) yang diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menjadi sebagai salah satu ukuran kesejahteraan sebuah negara, maka Indonesia sangat jauh dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Jangankan dengan Inggris, Singapura misalkan, GNP yang mencapai lebih dari US$ 23.000 tidaklah membuat perilaku pejabatnya lupa akan keharusan menjadi pelayan rakyat.

Pada akhirnya itulah yang tergambar dari pandangan seorang Indonesianis Benedict Anderson, Is Asian Nationalism Unique? Apakah Nasionalisme Asia Unik? jawabnya tidak, yang unik adalah perilaku elit politik bangsa yang terkadang lupa kacang atas kulitnya.

Arizka Warganegara MA
Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
Jl Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandar Lampung
arizka@unila.ac.id
081279290888