Kamis, 30 September 2010

Kinerja DPR Memprihatinkan


JAKARTA, KOMPAS.com — Kerja anggota DPR 2009-2014 memasuki usia satu tahun pada 1 Oktober 2010. Setahun terakhir, DPR yang didominasi "wajah baru" dan berdarah muda banyak menuai kritik. Lontaran pedas juga kerap dilayangkan. Secara keseluruhan, bagaimana kinerja DPR, khususnya di bidang legislasi?

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Kamis (30/9/2010), memaparkan, kinerja DPR dalam fungsi legislasi sangat memprihatinkan. Dari target 70 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010, hingga September ini hanya 8 RUU yang diselesaikan.

Peneliti Formappi, Yulistinus, mengatakan, dari 8 RUU yang diselesaikan, hanya 6 RUU yang direkomendasikan sebagai UU oleh DPR. "Dua RUU lainnya hanya persetujuan, bukan direkomendasikan menjadi UU," kata Yulistinus dalam jumpa pers di Kantor Formappi, Jakarta.

Dengan kinerja ini, apa yang telah dilakukan DPR dinilai jauh dari target Prolegnas. Sebanyak 21 RUU masih dalam proses pembahasan. Selebihnya, terdapat 24 RUU inisiatif DPR yang belum disiapkan naskah akademik dan drafnya. Sementara 26 RUU usulan pemerintah belum disampaikan ke DPR.

"Kami pesimistis dengan hasil ini. Target Prolegnas 2010 tampaknya mustahil dicapai. Mereka menetapkan prioritas, tapi belum menyiapkan bahan dasarnya," ujar Koordinator Formappi Sebastian Salang.

Jika dibandingkan dengan produk legislasi DPR periode sebelumnya, yang berhasil menyelesaikan 14 RUU pada kurun waktu yang sama, kinerja legislasi DPR periode sekarang lebih rendah. "Pimpinan DPR perlu tegas mengingatkan setiap komisi atau pansus untuk segera menyelesaikan agenda-agenda pembahasan RUU," kata Sebastian.

Gadis Langganan Para Pejabat Buka Mulut


MINAHASA SELATAN , KOMPAS.com — Jumlah korban Stevan M alias Vidi, tersangka penyewaan gadis-gadis belia kepada para hidung belang, tak terhitung dengan jari lagi.
Kami bawa si korban ini, lalu putar-putar Minahasa Selatan untuk tunjukkan mana-mana saja kantor tempat si hidung belang, lalu dia tunjukan, makanya kami tahu.
-- Ajun Komisaris Mohamad Kamidin, Kapolsek Amurang

Itu pun baru terungkap di salah satu sekolah kejuruan ternama di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, yang Rabu (29/9/2010) kemarin didatangi personel Kepolisian Sektor Amurang.

"Kami baru turun di satu sekolah untuk mengambil keterangan korban. Korban ini kami ketahui dari keterangan korban AR dan Vidi sendiri, hasilnya baru satu sekolah itu saja sudah terdapat 12 atau belasan oranglah, dan semuanya jaringan si Vidi," ujar Ajun Komisaris Mohamad Kamidin, Kapolsek Amurang, kepada Tribun Manado.

Ia menambahkan, mereka besok akan kembali melacak korban di sekolah lain, seperti yang dibeberkan korban AR ini.

"Besok kami akan turun lagi di sekolah-sekolah untuk mencari keterangan korban lainnya agar jaringan ini bisa terbongkar dan siapa lagi tersangka yang dapat diketahui," ujar Kamidin.

Menurut dia, korban disewakan Vidi dari beberapa lapisan masyarakat, ada yang pegawai negeri sipil (PNS), pekerja swasta, bahkan ada yang anggota polisi.

"Kalau di Minahasa Selatan, berdasarkan pengakuan korban, rata-rata penyewanya adalah PNS dari berbagai golongan. Yang kami sudah ketahui pasti nama Rino T, seseorang di dinas kehutanan, dan seorang lagi mantan camat di Minsel," ujarnya.

Korban AR pun buka mulut bahwa ia tak sempat bersetubuh dengan seorang mantan camat karena dia berlaku kasar sehingga AR pun lari. Meski demikian, dirinya sempat dipegang karena sudah disewakan oleh Vidi.

"Kami bawa si korban ini, lalu putar-putar Minahasa Selatan untuk tunjukkan mana-mana saja kantor tempat si hidung belang, lalu dia tunjukkan, makanya kami tahu," ucap Kamidin lagi.

Bukan hanya itu. Berdasarkan pengakuan AR, ada dua atau tiga orang di antaranya anggota polisi di Polres Minsel dan menurut AR ada seorang yang sangat dikenalnya bertugas di bagian buru dan sergap. AR mengaku "dipakai" di Desa Poigar, Kecamatan Sinonsayang.

Menurut Kapolsek Amurang, pekerja swasta pun ada. Sewaktu mengantar korban untuk menunjukkan hidung belang yang disewakan Vidi, seorang pekerja swasta tersebut adalah kepala unit di sebuah kantor badan usaha milik negara (BUMN) di Minahasa Selatan.

"Keterangan korban kepada kami, dia ini kepala unit di sebuah BUMN di Minahasa Selatan," ungkap Kamidin.

Pengakuan para korban kepada polisi, terdapat enam lokasi yang sering dipakai, yakni penginapan Transit di Sinonsayang, Hotel Minahasa Indah (MI) di Amurang, penginapan samping Pegadaian Amurang, Penginapan MCM jalan Menuju Pinaling, rumah Vidi, dan rumah penyewa itu sendiri.

Khusus untuk pesanan spesial ke Manado dan Bitung, korban memang tak mengetahui banyak siapa dan apa pekerjaan dari mereka, tetapi setahu mereka memakai seragam aparat negara.

Vidi dan Ari memang sudah seperti membisniskan penyewaan ini sebab, menurut Kapolsek Amurang, mereka berteman, tetapi terlibat persaingan gadis untuk disewakan.

"Kalau Vidi kebanyakan anak sekolahan, tetapi Ari anak-anak yang putus sekolah. Kalau ada jaringan Vidi yang direbut Ari tanpa izin, kadang Vidi dongkol sama si Ari," ungkapnya.

Sementara beberapa warga Desa Lopana mulai resah terhadap adanya jaringan ini. Rolly Makauli, tokoh masyarakat di desa tersebut, mengatakan kepada wartawan Tribun Manado, warga di sekitar lingkungan Vidi mulai ramai membicarakan kejadian ini.

"Saya datang ke sebuah acara, mereka ramai membicarakan gonjang-ganjing mengenai si Vidi dan mereka sangat menginginkan Vidi dapat ganjaran sesuai hukum dan setimpal dengan perbuatannya," ujarnya.

Beberapa orangtua pun mulai gelisah. "Saya takut anak saya nanti jadi korban, kalau ada yang ngajak-ngajak main ke sini-situ, tahu-tahunya nanti keterusan," ujar seorang ibu warga Pondang. (David Perdana Kusuma)

Bentrok di Depan PN Jakarta Selatan, Tiga Tewas


JAKARTA - Suasana di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, kemarin (29/9), berubah bak medan pertempuran. Dua kelompok massa terlibat saling bentrok. Di antara mereka ada yang bersenjata tajam. Bahkan ada yang sampai memuntahkan peluru dari senjata api.

Pertemuan dua kelompok yang saling bertikai tersebut terkait dengan sidang kasus Blowfish yang hari itu disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Gedung pengadilan tersebut terletak di Jalan Ampera Raya.

Awalnya, di PN Jaksel sedang dilangsungkan sidang kasus yang melibatkan mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji. Itu merupakan sidang perdana bagi jenderal berbintang tiga tersebut. Sidang Susno berakhir pukul 12.30.

Menurut agenda, setelah sidang kasus Susno, dilangsungkan sidang kasus Blowfish. Yakni, kasus perkelahian antara petugas keamanan Diskotek Blowfish di Jalan Gatot Subroto dan kelompok pengunjung (selengkapnya tentang kasus ini baca berita Karena Tak Bisa Masuk Diskotek).

Menjelang dimulainya sidang kasus Blowfish, puluhan orang terlihat bergerombol di halaman depan PN Jaksel. Namun, tiba-tiba, dari arah Cilandak, datang sekelompok orang yang menyerang kelompok yang berada di depan gedung pengadilan tersebut.

Mereka yang datang menyerang itu menumpang tiga Kopaja 608 (bus) jurusan Blok M-Tanah Abang. Mereka menyerang dengan senjata api (pistol), ketapel, serta panah.

Kejadian tiba-tiba tersebut membuat suasana di depan pengadilan menjadi ramai. Kelompok massa yang berada di PN membalas serangan itu dengan parang dan senjata tajam lainnya. Petugas kepolisian yang sebelumnya menjaga sidang Susno langsung mensterilkan Jalan Ampera.

Kendaraan yang datang dari arah Kemang dan hendak menuju Cilandak atau Ragunan dipaksa untuk balik arah. Sementara itu, kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang sudah berada di Jalan Ampera berusaha segera keluar dari jalan tersebut.

Jalanan yang sudah lengang membuat perang terbuka tak terelakkan. Kelompok yang berada di pengadilan berusaha berlindung dari tembakan kelompok yang menumpang Kopaja. Saat suara tembakan tak terdengar lagi, mereka balas bergerak. ''Peluru mereka habis. Peluru habis,'' ujar salah seorang anggota kelompok mengajak rekannya untuk balik menyerang sembari mengacungkan parang.

Tembakan peringatan yang sempat dikeluarkan polisi tak serta-merta menghentikan keributan. Upaya petugas untuk melerai pun tak banyak membuahkan hasil. Bentrokan mulai reda setelah personel tambahan dari Polda Metro Jaya datang dan membuat barikade untuk memisahkan dua kelompok.

Nus Key, seorang pemuda yang mengaku dari Maluku Utara, mengungkapkan, dirinya bersama teman-temanya sedang menunggu sidang kasus Blowfish. ''Tiba-tiba, mereka datang. Diduga dari kelompok Flores. Begitu turun, langsung menyerang, cabut pistol, dan parang. Anak-anak ditembakin,'' tuturnya kepada wartawan.

Dia tidak bisa memastikan dari mana kelompok yang telah menyerang kelompoknya tersebut. ''Yang pasti, mereka yang bermasalah dengan saya di Blowfish,'' imbuhnya.

Menurut Key, kekuatan kelompok penyerang lebih banyak dibanding pihaknya. Dia menyebut jumlah 50 orang yang berada di pengadilan. ''Polisi seharusnya bertindak. Mereka punya senjata api. Jadi, harus ditangkap. Kami bereaksi karena ada anak-anak yang mati. Artinya, kami beraksi untuk membela diri,'' terangnya.

Dalam peristiwa tersebut, menurut polisi, tiga orang tewas. Mereka adalah Fredy Merkuri, Syaifudin, dan Agustinus Tomazoa. Syaifudin ditemukan tewas di depan kantor Medco dalam kondisi tangan kanan putus dan wajah nyaris sulit dikenali. Dia diduga sebagai sopir Kopaja yang membawa rombongan penyerang.

Agustinus ditemukan tewas di dalam kantor Law Office Ray Tofik Chandra. Sementara itu, lokasi tewasnya Fredy tidak diketahui. Seorang korban lainnya berkondisi kritis karena terkena tembakan. Dia adalah Jaya Kusuma Madang yang dirawat di RS Pondok Indah.

Bukan hanya pihak yang bertikai, tiga polisi juga menjadi korban. Termasuk, Kapolres Jaksel Kombes Pol Gatot Eddy Pramono. Dia terserempet peluru di lutut kirinya. Dua polisi lainnya adalah Briptu Gerhana (luka tembak di kaki) dan AKP Lambua (luka tembak di telapak tangan).

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar yang ikut terjun di lokasi bentrokan menuturkan, pihaknya masih menyelidiki motif di balik penyerangan itu. Dia mengungkapkan, petugas memperoleh barang bukti berupa delapan selongsong proyektil dari senjata api yang ditembakkan. "Kami masih terus mendata guna menyelidiki kejadian ini," katanya.

"Kami juga perlu memastikan kelompok-kelompok ini dari mana. Akan kami dalami," tambah Kapolres Jaksel Gatot Eddy Pramono.

Informasi yang diperoleh koran ini, peristiwa bentrok kemarin terkait dengan insiden dalam persidangan kasus Blowfish yang digelar pekan lalu (22/9). Ketika itu, terdakwa diserang kelompok pendukung korban. Terdakwa Bernadus Malela saat keluar dari ruang tahanan menuju ruang sidang mendapat pukulan dari massa pendukung korban. Terdakwa lainnya, Karnoslolo, juga sempat diincar. Namun, massa dapat dibubarkan petugas dengan tembakan peringatan.

Bentrokan di Jalan Ampera kemarin mendapat perhatian dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo. Dia ikut turun meninjau lokasi bentrokan. Dia membantah kecolongan dengan terjadinya insiden tersebut. "Kejadiannya di jalan, sementara kami konsentrasi di sidang pengadilan," ujarnya.

Namun, Timur mengatakan, aparatnya berhasil melokalisasi area bentrokan. Kemudian, petugas menyisir dan menolong korban.

Jenderal bintang dua itu mengungkapkan, pihaknya tetap melakukan pengamanan seperti biasa pada persidangan-persidangan mendatang. Namun, pihaknya juga memberikan pengamanan lebih di luar area sidang. "Kami akan terus lakukan sidang lanjutan, artinya di tempat yang sama, dan kami tidak ragu-ragu untuk segera menye­lesaikan kasus ini," paparnya.

Sementara itu, Humas PN Jaksel Ida Bagus Dwiyantara menga­takan, pihaknya tengah mempertimbangkan memindahkan lokasi persidangan kasus Blowfish. "Tapi, baru wacana dan akan dikonsultasikan. Sebaiknya memang di kantor polisi," kata Ida Bagus. Gara-gara kerusuhan itu, sidang kasus Blowfish kemarin ditunda.

Pihaknya, lanjut Ida Bagus, juga akan membuat laporan ke ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sekaligus meminta persetujuan pemindahan lokasi sidang kasus Blowfish. "Kami akan koordinasikan juga dengan pihak keamanan." (fal/ibl/jpnn/c5/c2/kum)

Selasa, 28 September 2010

DPR Sahkan Laksamana Agus Suhartono sebagai Panglima TNI Selesai Sidang Paripurna, Agus Beri Hormat Militer


JAKARTA - Nakhoda baru TNI melenggang mulus di DPR. Laksamana Agus Suhartono kemarin (27/9) disahkan dalam sidang paripurna DPR sebagai panglima TNI. Pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Agustus 1955, itu menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso yang akan pensiun.

''Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Mahaesa, proses ini akhirnya bisa dilalui,'' ucap Agus setelah sidang paripurna di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, Komisi I DPR melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap Agus pada 23 September lalu.

Pria yang sebelumnya menjabat kepala staf TNI-AL (KSAL) tersebut kemarin datang ke DPR tanpa didampingi wakil pemerintah seperti menteri pertahanan. Sesaat setelah disahkan paripurna, Agus berinisiatif menyalami Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang menjadi pimpinan sidang.

Tidak berhenti di situ, lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) pada 1978 itu langsung mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat militer kepada Priyo. Ketua DPP Partai Golkar itu pun langsung membalas.

Kejadian tersebut sempat mengundang tawa riuh sejumlah anggota dewan. Priyo juga tersenyum simpul. ''Saya tadi agak ragu. Soalnya sipil. Kalau hormat, agak kurang tegap,'' seloroh ketua umum DPP MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong), ormas di bawah naungan Partai Golkar, tersebut.

Menanggapi isu netralitas TNI dalam pemilu dan pilkada, Agus menegaskan bahwa dirinya pasrah pada tujuan politik pemerintah. ''Kalau memang TNI harus memilih, ya kami akan memilih,'' katanya.

Menurut dia, bila itu menjadi keputusan politik bersama, berbagai aspek harus disiapkan. ''Secara internal, TNI harus mempunyai kedewasaan berpolitik agar tetap netral. Di sisi lain, partai politik juga agar tidak mendekati TNI,'' ujar suami Tetty Sugiarti itu.

Agus menyebutkan, prioritasnya adalah melaksanakan doktrin trimatra terpadu untuk mengamankan dan melindungi daerah perbatasan. ''Sesuai kegiatan operasi yang kami lakukan sekarang,'' ucapnya.

Menanggapi kemungkinan optimalisasi peran TNI dalam pemberantasan terorisme, Agus menyatakan kesiapan institusi yang dipimpinnya. Termasuk, memperkuat Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) yang telah dibentuk presiden. ''TNI punya kemampuan untuk itu,'' tegasnya lantas tersenyum.

Bagaimana dengan persoalan perbatasan dengan Malaysia? ''Akan kami cermati terus dan tentu kami akan melakukan tindakan yang terukur. Misalnya, permasalahannya A, terapinya A. Jika masalahnya B, terapinya B,'' jawabnya diplomatis.

Dalam sambutannya, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menilai, Jenderal TNI Djoko Santoso telah melaksanakan tugas dengan baik selama memimpin TNI. ''Kami sampaikan terima kasih, penghargaan yang tinggi, dan selamat kepada beliau,'' kata politikus PKS itu.

Terhadap Laksamana Agus Suhartono, Mahfudz mengingatkan sejumlah komitmen yang harus menjadi fokus panglima baru TNI. Di antaranya, menuntaskan reformasi di lingkungan TNI. ''Juga, memperkuat perspektif terhadap HAM, mempercepat penyelesaian penyerahan seluruh bisnis TNI berikut asetnya kepada pemerintah, serta penguatan netralitas TNI dalam pemilu dan pemilukada,'' bebernya.

Selain itu, mengembangkan postur anggaran TNI dengan terus meningkatkan kesejahteraan prajurit. ''Termasuk, memenuhi kebutuhan sarana perumahan dan kesehatan serta penguatan akuntabilitas anggaran,'' tegasnya. (pri/c5/dwi)

Keperawanan Bukan Isu Moralitas


KOMPAS.com - Keperawanan sifatnya sangat personal dan bukan isu moralitas. Jika ingin bicara moralitas, yang perlu dipersoalkan adalah moralitas publik yang menyangkut kepentingan masyarakat. Korupsi contoh paling nyatanya.

"Keperawanan seharusnya tidak boleh menjadi isu, apalagi dikaitkan moralitas dan politisasi tubuh perempuan," papar Neng Dara Affiah, Komisioner Komnas Perempuan, saat dihubungi Kompas Female untuk merespons wacana tes keperawanan yang berkembang di DPRD Jambi.

Persoalan keperawanan yang masih saja dibincangkan, bahkan menjadi isu, adalah cermin masyarakat yang konservatif dan berwajah patriarki, jelas Neng Dara. Tubuh perempuan dipersoalkan dengan dalih keperawanan. Bahkan menjadi politisasi tubuh dan organ reproduksi perempuan, ketika isu ini digulirkan untuk kepentingan kekuasaan.

Neng Dara menilai, isu tes keperawanan yang dikemukakan anggota DPRD Provinsi Jambi adalah bentuk politisasi tubuh perempuan. Dikatakan politisasi karena ada kecenderungan mencari perhatian masyarakat, terutama masyarakat pemilih untuk kepentingan kekuasaan.

"Harapannya isu yang digulirkan ini memperoleh dukungan, meskipun sangat merugikan perempuan," jelasnya.

Seseorang dalam kondisi perawan atau tidak adalah area privat. Status perawan juga tak menjamin baik-buruknya perilaku.

"Tidak ada jaminan seorang yang tidak perawan memiliki perilaku buruk. Seorang yang perawan juga tidak menjamin perilakunya tidak buruk," katanya, sambil menambahkan bahwa kita tidak bisa menghakimi seseorang karena ia perawan atau tidak.

Hanya akan menimbulkan trauma berkepanjangan
Psikolog klinis Lita Gading juga mempertanyakan urgensi tes keperawanan yang menjadi wacana kontroversial ini.

"Kenapa harus memikirkan hal pribadi dan internal rumah tangga semacam ini? Seharusnya hal ini tak usah dipikirkan. Isu moralitas yang lebih merusak bangsa seperti korupsi yang seharusnya dipermasalahkan," kata Lita kepada Kompas Female.

Menurut Lita, tes keperawanan seperti ini justru menimbulkan trauma baru jika benar akan diterapkan kepada anak usia sekolah.

Ini masalah stigmatis, katanya, bahwa keperawanan berhubungan dengan aktivitas seksual. Padahal, keperawanan bukan hanya terkait seks. Kecelakaan saat berolahraga bisa saja menyebabkan selaput dara robek, jelas Lita.

Wacana tes keperawanan ini lebih banyak mengarah kepada hal negatif, kata Lita. Jiwa anak akan tergoncang dan malu dalam jangka panjang, jika ternyata hasil tes menunjukkan ia tak lagi perawan. Kepercayaan dirinya akan runtuh dalam waktu lama. Remaja kemudian bisa mengalami traumatis mendalam.

"Lagipula tak mudah melakukan tes keperawanan. Seksolog yang lebih ahli memeriksanya," kata Lita, menilai wacana ini terlalu mengada-ada.

Usulan tes keperawanan sebenarnya berniat baik. Agar remaja lebih mawas diri, tidak bergaul bebas, berhati-hati melakukan aktivitas yang membahayakan keperawanan. Namun masih lebih banyak pengaruhnya negatifnya, tegas Lita.

Jika cara ini dipilih untuk mengontrol perilaku remaja, orangtua menunjukkan kegoisan dirinya.

"Ini hanya akan menjadi pembenaran orangtua supaya tidak disalahkan. Padahal tanggung jawab mendidik anak ada pada orangtua dan guru. Orangtua dengan pembenaran seperti ini adalah orangtua yang malas, dengan alasan bekerja, tak punya waktu melakukan pendekatan dengan anaknya," kritik Lita.

Jika maksud di balik ini adalah untuk mengawasi perilaku remaja, seharusnya orangtua mau lebih menyelami dunia anak remaja.

"Orangtua jangan merasa selalu benar dan menang. Orangtua jangan diktator. Cobalah untuk menganggap dari sisi terbalik. Bagaimana seandainya jika menjadi remaja dalam era kekinian. Jangan hidup di jamannya orangtua," tegas Lita.

Isu keperawanan memang sudah tak layak digulirkan. Karenanya penolakan yang lebih kuat dari kaum perempuan perlu dilakukan. Dengan melihat isu keperawanan bukan sebagai isu moralitas, kata Neng Dara.

"Perempuan harus lebih bersuara soal ini," tandasnya.