Senin, 15 November 2010
Tujuh Hal Yang Dicari Wanita Pada Pria
Anda yang sedang mencari jodoh, terutama para pria, bisa membaca artikel ini. Sebelum masuk jenjang pernikahan ada hal-hal yang dicari seorang wanita dari sosok pria. Apa saja? Berikut kami kutip dari situs Shine, Rabu (10/11):
1. Memiliki wajah yang mirip atau sekilas mirip
"Wah muka kalian mirip, jodoh tuh," mungkin Anda pernah mendengar celetukan seperti itu. Menurut hasil studi di AS, wanita ternyata tertarik kepada pria yang memiliki wajah mirip dengannya. Atau minimal jika dilihat sekilas ada kemiripan. Mengapa? Wanita dipercaya bisa merasa aman dan nyaman jika berpasangan dengan pria yang wajahnya mirip dengannya.
2. Mengerti akan keinginan
Jangan menjadi pria yang egois! Yah kebanyakan wanita tak suka pria yang egois. Jadilah pria yang mampu memahami keinginan dan perasaan wanita. Caranya: menjadi pendengar yang baik.
3. Gaya berbicara dan berjalan
Wanita juga melirik bagaimana pria di seberang sana berbicara dan ketika berjalan. Pria yang jalannya gagah, tegap dan cepat, diyakini memiliki sifat yang berwibawa, mengayomi dan mapan. Demikian pendapat David Lieberman, ahli perilaku manusia. Lalu pria yang mampu menghormati dan menyimak lawan bicaranya dengan baik juga disukai wanita.
4. Luka di tubuh
Ternyata wanita menyukai pria yang memiliki luka di tubuhnya. Luka di tubuh diidentikkan dengan sifat macho dan pemberani. Namun luka yang disukai wanita bukan luka cacat permanen, terbakar atau karena bahan kimia. Luka akibat kecelakaan ketika berolahraga atau bekas jahitan kecil di alis dan kening menjadi daya tarik tersendiri bagi wanita.
5. Wajah ketika tersenyum dan bete
Yang ini sulit dijelaskan secara ilmiah. Namun faktanya, wanita suka dengan pria yang senyumnya sumringah. Pria yang senyumnya 'manis' dinilai memiliki sikap yang optimis. Pria optimis didambakan wanita karena diyakini bisa membuat masa depan lebih cerah. Begitupula saat seorang pria bete atau mengalami kebosanan, wanita pun bisa dibuat tertarik. Menurut sejumlah ahli, wajah manusia ketika bete atau bosan mencerminkan sifat aslinya.
6. Berpenampilan menarik dan kariernya sukses
Pria dengan busana rapih biasanya dilirik banyak wanita. Apalagi jika wajahnya tampan. Tapi ada juga kaum hawa yang kepincut dengan pria dengan berbuasana cuek, santai bahkan urakan. Karier dan penghasilan juga menjadi daya tarik yang penting. Makanya jadilah pria pekerja keras.
7. Pria dengan wajah mirip simpanse
Wah, yang ini bisa jadi perdebatan. Di Inggris, penelitian membuktikan pria yang bentuk proporsi wajahnya mirip dengan simpanse adalah yang paling aduhai. Cowok yang keningnya tidak lebar, alisnya tebal tapi tidak lebat dan bibirnya tipis disukai para wanita. Entah lah, mungkin cewek Inggris yang suka pria seperti itu.
Obama Pulang, Dubes AS Ditinggali Segudang PR Rangkul Indonesia
RMOL. Setelah kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan First Lady Michelle Obama ke Indonesia (9-10 November), Kedutaan AS di Jakarta ditinggali seabrek pekerjaan rumah.
Kemarin, Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia Scot A Marciel menyambut lima wartawan di kediamannya. Yaitu, Rakyat Merdeka, Kompas, Republika, Seputar Indonesia dan Tempo. Selama satu jam, didiskusikan tentang isu-isu politik luar negeri, termasuk soal kunjungan Presiden Obama ke Indonesia, pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Dubes Marciel ditemani Atase Pers Kedubes AS Paul Belmont dan Asisten Informasi Lukman N Sukarsono.
Menurut Dubes Marciel, banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan bersama awak kedutaan untuk menindaklanjuti kerja sama komprehensif dengan Indonesia, seperti yang ditekankan Obama dalam pidatonya di Universitas Indonesia (UI), Depok (10/11).
Dubes Marciel mengungkapkan beberapa poin penting dalam pidato Obama. Yaitu, Obama menekankan betapa pentingnya peranan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar serta menekankan besarnya kepentingan AS atas kemajuan dan kesejahteraan Indonesia.
“Presiden Obama juga menekankan ingin meningkatkan kerja sama komprehensif yang positif, setara dan saling menghormati satu sama lain,” kenang Marciel.
“Bagi saya selaku duta besar dan kedutaan, poin-poin itu menunjukkan banyak hal yang harus dikerjakan untuk melanjutkan membangun kerja sama,” terangnya.
Kerja sama itu menurut Marciel difokuskan di bidang pendidikan, bisnis, dan perubahan iklim.
“Yang sangat penting adalah mencari jalan bagaimana meningkatkan saling pengertian satu sama lain. Juga kerja sama diplomatik di kawasan,” imbuh pria kelahiran Fremont, negara bagian California, AS, itu.
Diplomat berkacamata itu mencontohkan kerja sama yang telah dirajut dengan Indonesia. Yaitu Peace Corp yang diluncurkan pada 2009. Ada juga kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan banyak lagi.
Dubes mengatakan, kedatangan seorang presiden merupakan hal yang baik. Tidak hanya bagi duta besar, tapi juga bagi kedutaan dan hubungan dengan negara yang didatangi.
“Walaupun artinya banyak yang akan dikerjakan tapi itu sangat berarti. Memang tugas kami membangun hubungan baik dengan rakyat dan pemerintah Indonesia, sebagaimana yang diharapkan presiden dengan kedatangannya,” kata bekas Deputi Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Biro Asia Timur dan Asia Pasifik itu.
Pada kesempatan itu, Dubes Marciel juga menceritakan tingginya respons masyarakat AS terhadap kunjungan Obama ke tanah air. “Kalau dari rakyat, saya kurang tahu, tapi di media banyak diekspos media AS. Seperti di Washington Post menjadi headline,” terangnya.
Namun terkait salaman kontroversial Menteri Telekomunikasi dan informatika Tifatul Sembiring dengan Ibu Negara Michelle dengan sewaktu di Istana Merdeka yang bikin heboh itu, sambil tersenyum Marciel menyatakan, “Itu bukanlah hal patut dipermasalahkan.”
Dubes yang baru bertugas Agustus 2010 itu menggambarkan situasi politik Indonesia yang luar biasa. Orang-orang dengan bebasnya berekspresi, mengkritisi. “Sama halnya dengan di Amerika. Ini adalah politik yang sehat,” tandasnya.
Pengungsi Merapi Diajak Berpikir Optimis Sikapi Cobaan
Yogyakarta (ANTARA) - Masyarakat yang menjadi korban dari letusan Gunung Merapi diajak berpikir positif terkait cobaan yang tengah dihadapi dan selalu optimistis menghadapi musibah tersebut.
"Semua orang pasti tidak ingin ditimpa musibah, tetapi kejadian letusan Gunung Merapi adalah bagian dari proses alam yang telah ditentukan oleh Allah SWT sehingga perlu disikapi dengan selalu berpikir positif dan optimistis," kata Wakil Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Tasman Hamami saat mengisi khutbah shalat Idul Adha 1431 Hijriah di Jogja Expo Center (JEC) yang juga dijadikan lokasi pengungsian korban letusan Gunung Merapi, Selasa pagi.
Menurut dia, musibah adalah suatu bentuk dan cara Allah SWT untuk memberikan ujian kepada umat manusia dan mengetahui tingkat keimanan seorang umat.
Ia mengatakan, musibah justru dapat dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT.
"Semoga musibah ini justru menjadi satu cara bagi Allah SWT untuk mengampuni dosa-dosa umatnya dan menggantinya dengan ampunan dan pahala," kata Tasman yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY itu.
Ia mengatakan, dalam menyikapi musibah meletusnya Gunung Merapi tersebut umat Islam dapat meneladani sikap Nabi Ibrahim saat diuji oleh Allah SWT dengan harus mengorbankan anaknya Nabi Ismail.
"Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memilih untuk berserah dan mengikuti perintah Allah SWT. Kecintaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah SWT mengalahkan segalanya. Inilah yang harus ditiru," katanya.
Sementara itu, lanjut dia, secara sosial kemasyarakatan, berkurban mengandung makna sebagai sebuah sikap kepedulian terhadap sesama dan saling tolong-menolong, dalam hal ini adalah kepedulian kepada korban letusan Gunung Merapi.
"Ketaatan berkurban, hendaknya tidak terbatas ketika terjadi suatu musibah, tetapi rela berkorban adalah bagian dari kepribadian," katanya.
Di JEC, pelaksanaan shalat Idul Adha tersebut diikuti oleh ribuan umat Islam dan juga pengungsi yang sedang berada di lokasi pengungsian serta aparat TNI yang sedang bertugas di lokasi pengungsian tersebut.
Panitia pelaksana shalat Idul Adha di JEC kemudian menyumbangkan seluruh infak yang diperoleh selama pelaksanaan shalat tersebut kepada korban letusan Gunung Merapi.
Din: Kasus Gayus Tanggung Jawab Presiden
Surabaya - Kasus Gayus Tambunan, termasuk pelesiran hingga ke Bali, merupakan tanggung jawab presiden. Sebagai pemimpin tertinggi, presiden harus turun tangan menuntaskan kasus Gayus yang terus merembet dan menyeret instansi lain.
"Harus ada ledakan dahsyat, big bang untuk kasus Gayus. Dan itu harus dari pemimpin tertinggi," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, kepada wartawan seusai melaksanakan salat Id di Jalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (16/11/2010).
SBY, kata Din, harus konsisten dengan pernyataannya dahulu saat mencalonkan diri menjadi presiden. Saat itu SBY berjanji akan memberantas segala macam bentuk korupsi. Janji itu yang sedang rakyat tunggu.
"Jangan berhenti pada retorika atau kata-kata saja tanpa perbuatan. Dan jangan hanya kroco-kroco saja yang dihukum, tetapi yang di atas juga," tambah Din.
Menurut Din, keluarnya Gayus dari rutan bagaikan fenomena puncak gunung es, kecil di atas tetapi besar di bawah. Kasus Gayus ini merupakan hal yang menyedihkan, memalukan dan membuktikan bahwa penegakan hukum masih amburadul. Lembaga dan aparat hukum masih korup. Dan pemberantasan korupsi masih sebatas retorika.
"Kasus Gayus adalah bentuk syirik sosial, syirik yang timbul karena mendewakan materi (uang)," tandas Din.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan meminta penjelasan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo dan Plt Jaksa Agung Darmono siang nanti terkait keluar masuknya Gayus Tambunan dari Rutan Brimob. Pihak Istana juga menyebutkan, kasus Gayus telah mencoreng Indonesia lantaran sebelumnya Presiden sempat menyampaikan masalah pemberantasan korupsi di forum G20.
Memahami Perbedaan Idul Adha 1431 H
KOMPAS.com - Potensi adanya perbedaan Idul Adha 1431 Hijriah sudah diprediksi para ahli hisab rukyat dan astronom sejak beberapa tahun lalu. Perbedaan itu terwujud saat ini dengan adanya sebagian umat Islam Indonesia yang memperingati Idul Adha pada Selasa ini, sama seperti di Arab Saudi, dan sebagian lagi Rabu esok.
Melalui sidang isbat atau penetapan yang dilakukan Kementerian Agama dan dihadiri wakil berbagai organisasi massa Islam, pemerintah menetapkan Idul Adha 10 Zulhijah 1431 H jatuh pada 17 November 2010.
Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama yang juga Profesor Riset Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin di Jakarta, Senin (15/11), mengatakan, secara teoretis atau hisab, bulan sabit tipis atau hilal tidak mungkin diamati pada 6 November karena ketinggiannya di atas ufuk masih di bawah dua derajat. Hal itu juga didukung dengan data pengamatan yang menunjukkan hilal belum bisa dilihat atau dirukyat di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, bulan Dzulqa’dah atau bulan ke-11 dalam kalender Islam dibulatkan menjadi 30 hari sehingga 1 Zulhijah bertepatan dengan 8 November.
Di Indonesia, lanjut Djamaluddin, jika ada yang menetapkan Idul Adha pada 16 November, hal itu karena menggunakan kriteria wujudul hilal atau terbentuknya hilal (tanpa perlu diamati) sehingga bulan Dzulqa’dah hanya 29 hari.
Perbedaan lain muncul dengan ketetapan Pemerintah Arab Saudi yang menetapkan Idul Adha juga pada 16 November sehingga puncak ibadah haji berupa wukuf di Arafah dilakukan pada 9 November kemarin.
Menurut Djamaluddin, keputusan Pemerintah Arab Saudi menentukan Idul Adha tahun ini tergolong kontroversial. Secara teoretis, hilal tidak bisa dirukyat pada 6 November di Mekah. Namun, ternyata otoritas setempat menentukan berbeda.
Sebagai catatan, dalam keputusan penentuan hari raya, Pemerintah Arab Saudi sering kali digugat oleh para astronom di Timur Tengah dan kawasan lain. Meskipun Arab Saudi menggunakan metode melihat hilal untuk menentukan awal bulan, tapi sering kali hilal yang diklaim bisa dilihat itu secara teoretis astronomi tidak mungkin bisa dilihat.
Garis penanggalan bulan
Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama lainnya yang juga ahli kalender di Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, mengatakan, garis penanggalan pada kalender Hijriah berbeda dengan garis penanggalan kalender Masehi.
Garis penanggalan Masehi didasarkan pada patokan garis bujur timur atau garis bujur barat 180 derajat. Dalam penanggalan ini, daerah yang memiliki garis bujur sama atau berdekatan mulai dari kutub utara hingga kutub selatan akan selalu memiliki hari yang sama. Perubahan hari dimulai pada pukul 00.00.
Daerah yang lebih timur juga dipastikan akan lebih dahulu waktunya dibandingkan daerah di baratnya. Karena itu, dalam sistem penanggalan Masehi, waktu di Jakarta atau waktu Indonesia barat (WIB) selalu empat jam lebih dulu dibandingkan waktu Mekkah.
Namun, garis penanggalan bulan berbeda. Garis penanggalan bulan memiliki 235 variasi. Setiap bulannya, garis penanggalan bulan berbeda-beda. Garis penanggalan bulan akan kembali di dekat tempat yang sama sekitar 19 tahun kemudian.
Banyaknya variasi garis penanggalan bulan ini ditentukan oleh posisi Bulan terhadap Bumi, dan posisi sistem Bumi-Bulan terhadap Matahari.
Daerah yang pertama kali melihat hilal akan mengawali hari lebih dulu. Hal ini berarti, daerah yang terletak pada garis bujur yang sama atau berdekatan, hari atau awal bulan Hijriahnya bisa berbeda. Hari dimulai setelah Matahari terbenam atau magrib, bukan pukul 00.00.
Kondisi ini, lanjut Moedji, yang membuat waktu di Jakarta tidak selalu lebih dahulu dibanding Mekkah. Jika diasumsikan, hilal pada Zulhijah kali ini pertama kali dilihat di Mekkah, maka sesudah magrib atau sekitar pukul 18.00 di Mekkah sudah masuk bulan baru.
Saat itu, di Jakarta sudah pukul 22.00 WIB. Baru pada magrib keesokan harinya, Jakarta memasuki Zulhijah. Artinya, pada bulan Zulhijah kali ini waktu di Jakarta tertinggal 20 jam dibandingkan waktu Mekkah.
”Dalam penanggalan Hijriah, waktu di Indonesia bisa jadi lebih dulu dibandingkan waktu di Arab Saudi. Namun, bisa jadi pula Arab Saudi lebih dulu dibanding Indonesia,” tambahnya.
Menurut Moedji, perbedaan awal hari dalam kalender Hijriah inilah yang sering dipahami secara salah. Mereka beranggapan, karena waktu di Indonesia lebih cepat dibanding Mekkah, maka saat di Mekkah berhari raya, di Indonesia juga harus berhari raya. Padahal, konsep ini didasarkan atas pencampuradukkan konsepsi kalender Hijriah dan Masehi sehingga menimbulkan kerancuan.
”Umat Islam Indonesia harus memahami bahwa mereka menggunakan dua sistem kalender. Kalender Masehi untuk keperluan sehari-hari dan kalender Hijriah untuk keperluan ibadah. Setiap kalender memiliki konsep dan konsekuensi masing-masing yang berbeda,” ungkapnya.
Meskipun berbeda, baik Moedji maupun Djamaluddin mengajak umat Islam menghormati perbedaan yang ada. Kejadian ini harus kembali memacu umat Islam Indonesia untuk segera membuat kriteria penentuan awal bulan Hijriah secara bersama yang berlaku nasional.
Jika sudah ada, maka konsepsi ini bisa disosialisasikan secara regional dan internasional sehingga diperoleh sistem penanggalan Hijriah yang bisa berlaku secara global.
”Sistem penanggalan Hijriah memang lebih kompleks dibandingkan penanggalan Masehi, tapi itu bukan berarti tidak bisa distandardisasi,” ujar Moedji.
Langganan:
Postingan (Atom)