Senin, 21 Juni 2010

Kontras: SBY Tergugat I, Sjafrie Tergugat II


Jakarta, RMOL. Pengadilan Tata Usaha Negara mengeluarkan putusan sela atas gugatan yang dilayangkan Komisi Orang Hilang dan Tidak Kekerasan (Kontras) kepada Presiden SBY.

Seperti diketahui, Kontras bersama sejumlah korban pelanggaran HAM 1998 telah mendaftarkan gugatan pada SBY ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) di Sentra Primer Baru Timur, Pulau Gebang, Jakarta Timur, Senin lalu (5/4).

Presiden SBY digugat berkaitan dengan pengangkatan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Wakil Menteri Pertahanan bulan Januari lalu. Sjafrie dianggap masih bermasalah dengan hukum berkaitan dengan belum tuntasnya penyelidikan terhadap kasus-kasus penculikan aktivis dan pembunuhan aktivis pada tahun 1998 yang diduga kuat melibatkan Sjafrie yang saat itu menjabat Pangdam Jaya.

Kepala Divisi Pemantauan dan Impunitas Kontras, Yati Andriani, kepada Rakyat Merdeka Online, menjelaskan bahwa dalan putusan sela yang dibacakan majelis hakim PTUN tadi siang, PTUN mengabulkan permohonan pihak Sjafrie Sjamsoeddin sebagai pihak berperkara dan disebut sebagai tergugat II, selain tergugat I yaitu SBY.

"Pak Sjafrie dan kuasa hukumnya terlibat sebagai pihak berperkara. Sidang ini dilanjutkan dengan mendengar dan tanggapan dan replik dari Pak Sjafrie Senin pekan depan," jelas Yati

Minggu, 20 Juni 2010

Salat Istikharah demi Prestasi Anak Didik



NOVIN Widyawati, satu di antara sekian banyak orang yang peduli dengan dunia pendidikan tanah air. Dia concern dengan pendidikan anak-anak miskin di sekitar tempat tinggalnya di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. Dia adalah pengelola Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) atau SMP Terbuka Johar Baru yang menginduk kepada SMPN 28 Jakarta. Sebagai pengelola, Novin sudah kenyang dengan berbagai pengalaman menghadapi permasalahan para murid miskin dan dana yang minim.

"Murid miskin itu jauh lebih susah dididik jika dibandingkan dengan murid pada umumnya. Lingkungan kumuh yang membentuk mereka," ujar Novin ketika ditemui di SMKN 39, kawasan Cempaka Putih, Jakarta, Jumat lalu (18/6).

Setiap tahun, lanjut Novin, ada permasalahan baru yang dihadapi. Mulai murid yang memilih putus sekolah hingga persoalan aliran dana pendidikan yang tidak transparan. Wanita berjilbab itu menuturkan, tidak mudah mempertahankan para murid miskin untuk bersekolah hingga lulus.

Berangkat dari kalangan bawah, para murid binaan Novin terbiasa bekerja serabutan, seperti mengamen, memulung, dan menjadi cleaning service, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka lebih tertarik mendapatkan uang secara instan dari pekerjaannya tersebut ketimbang bersekolah. "Karena itu, saya bilang, semua itu seleksi alam di sini (SMP terbuka)," ujar lajang kelahiran 30 November 1979 itu.

Novin mencontohkan, beberapa siswanya rela putus sekolah demi menjalani profesi sebagai cleaning service. "Bagi mereka, uang Rp 300- Rp 400 adalah jumlah yang banyak. Mereka lebih memilih bekerja ketimbang sekolah," katanya.

Permasalahan lain yang kerap membuat pusing wanita asal Klaten itu adalah perilaku anak didiknya yang sering kelewat batas. Mereka bisa seenaknya masuk atau keluar kelas tanpa permisi, mengucapkan kata-kata tak senonoh di kelas, hingga mencuri. Untuk perilaku yang terakhir, Novin tidak bisa menoleransi.

Anak kelima di antara enam bersaudara itu mengisahkan, pernah suatu saat dirinya menerima telepon dari pihak keamanan sebuah mal di ibu kota. Pihak keamanan itu mengabarkan bahwa keenam murid perempuannya tertangkap mencuri. "Saya langsung shock begitu mendengar kabar itu. Langsung saya datangi mal tersebut," ujarnya.

Sampai di sana Novin diberondong pertanyaan oleh pihak toko yang barangnya dicuri. Ada empat toko yang kecolongan. Tiga di antaranya mau berdamai. Namun, gerai besar yang satu lebih memilih memolisikan keenam murid Novin. Dia memohon pihak gerai untuk berdamai.

"Saya sampai mohon berkali-kali untuk tidak membawa anak-anak ini ke polisi. Mereka semua sudah nangis ketakutan. Saya juga jengkel. Tapi, mereka cuma anak-anak miskin yang ingin memiliki barang-barang itu dan nggak punya uang. Apa saya tega membiarkan mereka dibawa ke polisi"? kenang pengajar bahasa Inggris SMKN 39 itu.

Menyikapi permasalahan perilaku anak didiknya, Novin dan guru-guru yang lain getol memberikan pengetahuan agama. Mulai kegiatan bimbingan baca Alquran seminggu sekali, pesantren kilat, hingga ceramah keagamaan. Selain itu, mereka dibekali keterampilan tangan, memasak, dan komputer. "Ini saya sedang merencanakan mengadakan program praktik kerja lapangan (PKL) untuk murid-murid saya. Denga begitu, mereka punya keterampilan kerja saat melanjutkan ke SMA atau SMK nanti," katanya.

Selain perilaku, persoalan dana pendidikan yang minim menjadi perhatian. Novin yang mengelola SMP Terbuka Johar Baru sejak 2007 awalnya tidak kebagian dana biaya operasional pendidikan (BOP) dan biaya operasional sekolah (BOS) yang disalurkan dari sekolah induk, SMPN 28. Selama dua tahun Novin hanya menerima gaji guru pamong dan peralatan belajar-mengajar yang dibutuhkan.

Wanita murah senyum itu awalnya tidak tahu bahwa SMP terbuka berhak menerima BOS dan BOP. Begitu dirinya tahu, Novin berjuang untuk mendapatan dua dana tersebut. Bahkan, risikonya dia dimusuhi banyak pihak yang diduga "menyunat" dana tersebut.

Perjuangan Novin tidak sia-sia. Tahun ini sekolahnya menerima dua dana tersebut secara utuh. "Saya bersyukur akhirnya bisa memperjuangkan hak-hak anak didik saya. Meskipun, saya didiamkan beberapa pihak yang tidak senang dengan perjuangan saya," ujar Novin yang juga menggandeng Indonesian Corruption Watch (ICW) untuk menelisik dugaan korupsi di tubuh sekolah induknya itu.

Awalnya Novin hanya tertarik mengajar secara sukarela di TKBM atau SMP terbuka di dekat tempat tinggalnya, kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. Sebab, dunia pendidikan bukan hal baru bagi Novin. Sehari-hari dia adalah guru bahasa Inggris SMKN 39 Jakarta. Dia bergabung dengan TKBM Johar Baru pada 2006.

Namun, baru enam bulan mengajar, dia mendapat tawaran yang mengagetkan. Pemilik sekolah meminta Novin mengelola TKBM Johar Baru. Novin yang merasa belum berpengalaman membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengiyakan tawaran tersebut.

Bahkan, untuk memantapkan hati dia melakukan salat Istikharah. "Dari shalat Istikharah tersebut akhirnya hati saya mantap untuk mengelola sekolah khusus anak miskin tersebut. Ternyata tidak semua menyeramkan. Malah saya lebih bahagia melihat banyak anak miskin bisa sekolah," paparnya. (ken/c4/agm)

Korupsi Membusukkan Reformasi


KOMPAS.com - Paruh akhir 1997, gelombang krisis moneter menyapu Asia Timur dan Tenggara hingga mengeroposkan sistem ekonomi Soeharto. Tak berapa lama, terkuak skandal keuangan gila-gilaan senilai Rp 144,5 triliun yang ngetop sebagai skandal BLBI dan merugikan negara lebih dari Rp 600 triliun.

Beberapa bulan kemudian disusul gelombang protes mahasiswa dan berbagai kalangan masyarakat yang sudah muak dengan penindasan politik dan korupsi yang berpusat di Istana Cendana bersama kroni-kroninya yang disebut ”konglomerat hitam”. Soeharto pun memilih lengser untuk selamat ketimbang ”bunuh diri” pada 21 Mei 1998.

Jejak reformasi

Dalam gelombang protes itu terdengar suara lantang yang memekikkan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pekik ini kemudian ditampung dan dimasukkan ke dalam ketetapan MPR dan UU. Beberapa tahun berikutnya KPK pun dibentuk. Ditambah lagi maraknya pelatihan dan kampanye mengenai transparansi dan akuntabilitas.

Tak hanya itu, reformasi berarti juga telah merombak format politik. Terbukanya kebebasan politik memberi peluang bagi berbagai kalangan untuk mendirikan partai-partai politik, serikat buruh, organisasi tani dan mahasiswa, organisasi lainnya serta kebebasan pers.

Pemilu multipartai digelar dan pada 2004 dimulai pemilu presiden dan sekaligus mengakhiri hak-hak istimewa TNI/Polri. Secara kelembagaan tata negara, wewenang dan peran MPR dan DPR dipulihkan. Secara de facto pun tak lagi disubordinasikan oleh Presiden. Perwakilan daerah melalui DPD di mana anggotanya dipilih langsung.

Sejak 2001, wewenang dan peran yang lebih besar pemerintahan daerah hingga tingkat kabupaten/kota melalui proyek politik otonomi daerah diberlakukan. Tiga provinsi menikmati otonomi khusus. Tujuh provinsi serta 198 kabupaten/kota bermekaran. Dan, pilkada digelar sejak 1 Juni 2005 termasuk memberikan kesempatan kepada calon independen (nonpartai).

Begitu juga lembaga kehakiman memetik buahnya dan menjadi lebih independen di bawah Mahkamah Agung (MA). Sebagai ”benteng konstitusi” dibentuk Mahkamah Konstitusi (MK). Muncul juga Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Semua itu seolah-olah mekar harapan untuk mencegah dan mengikis korupsi dan suap yang sudah berurat-berakar.

Pembusukan

Harapan reformasi bakal membuahkan ”pemerintahan yang baik” (good governance) justru bertabrakan dengan merajalelanya korupsi. Ekonomi biaya tinggi tak pernah berakhir. Mesin uang Bank Indonesia (BI) dicurigai menggelontorkan duit tak hanya kepada bank-bank swasta yang membutuhkan talangan, tetapi juga kepada para politisi.

Sementara itu, birokrasi yang semakin bengkak dan liar, memungut apa saja yang bisa dipungut. Pungutan ini semakin menggila seiring proyek otonomi daerah. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan sekitar 1.500 transaksi keuangan daerah dicurigai menyimpang beberapa tahun terakhir (Kompas, 1/5).

Jika sebelumnya pencari keadilan terganggu dengan sepak terjang ”mafia peradilan”, kini pemerintah mengakui kekuasaan ”mafia hukum”. Namun, belum lagi mafia ini diberantas, marak pula kiprah ”mafia pajak”. Dicurigai ratusan triliun rupiah uang pajak menguap dan mengalir ke kantong jaringan mafia setiap tahun.

Langkah reformasi aparat militer dan penegak hukum pun tersendat. Illegal logging dan illegal fishing maupun penyelundupan semakin marak. Pemberantasan ”mafia hukum” yang digadang-gadang atas kepolisian dan kejaksaan juga seperti menghadapi tembok.

Dari deskripsi ini reformasi bukan saja menggelembungkan biaya politik, melainkan juga melahirkan watak politisi yang rakus. Memang ada yang tersandung korupsi dan dijerat hukuman, tetapi lebih banyak yang licik meloloskan diri tanpa mau bertanggung jawab. Mereka lebih mengandalkan permainan politik citra ketimbang menguatkan elemen pokok dalam reformasi.

Tak hanya biaya politik yang menggelembung tanpa hasil kedalaman demokratisasi, melainkan juga sumber kekayaan negara dan masyarakat dikuras melalui birokrasi dan operasi berbagai jaringan mafia. Maka, pembusukan reformasi menjadi tak terhindarkan. Dan mengiringinya, cita-cita mengenai ”pemerintahan yang baik” tak lebih dari sekadar dongeng.

Pada dasarnya, pembusukan reformasi karena korupsi memang suatu kegagalan politik. Karena itu, untuk melawannya, dibutuhkan energi dan kepemimpinan politik yang gigih menandinginya.

*HENDARDI Ketua SETARA Institute

DPR Tunggu TNI


Jakarta, Kompas - Komisi II (Pemerintahan Dalam Negeri) Dewan Perwakilan Rakyat bisa saja membahas kemungkinan prajurit Tentara Nasional Indonesia ikut dalam pemilu pada pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Persyaratannya, TNI lebih dahulu melakukan pengkajian internal tentang kesiapannya untuk memiliki hak pilih. ”Saya tak melihat bahayanya dan ini adalah apresiasi kita terhadap keberhasilan reformasi dalam tubuh TNI,” kata Abdul Malik H, anggota Komisi II DPR (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) di Jakarta, Minggu (20/6).

Secara terpisah, Minggu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Agoes Poernomo, juga berpendapat, sudah saatnya hak pilih prajurit TNI pada pemilu mendatang dikembalikan. Selain untuk memenuhi konstitusi, hak pilih bagi TNI itu perlu diberikan karena profesionalitas tentara kini sudah teruji.

”Bagi PKS, tidak masalah jika TNI diperbolehkan menggunakan hak pilihnya,” katanya.

Sebelumnya, Jumat di Istana Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan, hak politik prajurit TNI tak boleh dikebiri. Namun, keputusan apakah anggota TNI bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 atau tidak akan ditentukan dalam pembahasan revisi UU Pemilu oleh DPR bersama pemerintah. Presiden memahami adanya kekhawatiran pada masa lalu apabila anggota TNI turut memilih akan terjadi perpecahan di antara tentara yang bersenjata.

Belum ada inisiatif

Sebaliknya, Minggu di Jakarta, anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, mengakui, ia belum melihat adanya inisiatif dalam DPR untuk membahas pemberian hak pilih kepada prajurit TNI. Dari wacana yang ada, seharusnya hal ini ditanyakan dahulu kepada TNI. ”Apakah TNI siap? Kalau mereka ada jawaban, baru kita tanyakan kepada rakyat, dalam hal ini dibahas di DPR,” katanya.

Menurut Ganjar, TNI sebaiknya lebih dahulu mempertahankan soliditasnya. Kalau dalam tubuh TNI belum siap menerima perbedaan, dikhawatirkan muncul persoalan sebab dalam satu korps ada individu yang memilih partai berbeda. Di sisi lain, partai politik memiliki intensi untuk menarik TNI masuk dalam politik praktis.

Abdul Malik menuturkan, TNI saat ini berbeda dengan saat Orde Baru berkuasa. TNI saat ini lebih berkonsentrasi pada ranah profesional sehingga bisa dikembalikan lagi hak pilihnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Syaifuddin menuturkan, memberikan hak pilih kepada TNI dan Polri pada Pemilu 2014 lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. (edn/day/nta/mzw)

Jaket Militer, Boyish yang Feminin


JAKET militer memang tengah menjadi tren di dunia fashion saat ini. Military look ini tak pernah out of seasons, dan bagi Anda pengikut trennya, kenapa tak mencoba memadupadankan jaket militer dengan busana atau aksesoris favorit. Dapatkan tampilan gaya sedikit boyish namun tetap mengesankan feminin.

1. Untuk pilihan gaya casual, cobalah gaya Rihanna yang pintar memadukan hot pants dengan jaket militernya. Tak hanya tampil beda, Anda pun terlihat sangat keren!

2. Ingin tampil ala militar look tanpa menanggalkan kesan feminin? Pilihan overcoat bergaya militer dengan dress, patut Anda coba. Seperti juga seleb Hollywood, Mischa Barton yang memadukan jaket militernya yang boyish dengan maxi dress. Lapisan padding dan atribut militer yang menempel di pundak mengesankan tampilan yang edgy.

3. Meski terkesan gahar dengan banyak kancing atau studded yang menjadi cirinya, namun jaket militer ini sangat mudah dikenakan dengan busana apapun. Tak perlu harus memiliki busana dengan item khusus militer, yang penuh nuansa hijau dan motif coreng. Pilih saja atasan yang pas di badan dengan rok A line berkancing depan, sebagai pelengkap gaya militer Anda yang simpel, klasik, tetapi tetap chic!.

4. Tambahkan aksesoris wide belt untuk memberikan kesan feminin pada jaket militer yang Anda kenakan. Padukan dengan celana bootcut, rok swingy atau black dress. Bisa juga tambahkan dengan aksesoris girly, seperti syal motif bunga.

5. Dan meski Michael Jackson telah tiada, tapi jaket militer ala MJ justru kini menjadi inspirasi bagi banyak penikmat fashion. Jadi, tak heran jika Anda bersedia merogoh kocek dalam-dalam untuk sebuah jaket militer warna khaki. Lengkapi dengan dalaman warna kalem seperti kelabu berbahan jersey. Padukan dengan skinny jeans favorit serta high heels yang nyaman di kaki.