Jumat, 27 Mei 2011

Gisheila Nainggolan, Siswi dengan Nilai Matematika UN Sempurna


Jakarta - Satu langkah lagi hampir dicapai Gisheila Ruth Anggitha Nainggolan (16) untuk menjadi dokter anak. Tekun belajar dan fokus pada mata pelajaran yang akan diuji di Ujian Nasional (UN) berbuah manis. Lulusan SMAN 81 Jakarta ini lolos tanpa tes masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Anak perempuan kedua dari tiga bersaudara ini mengaku terkejut ketika Pemerintah DKI Jakarta dan pihak sekolahnya mengumumkan dirinya mendapat nilai IPA UN tertinggi se-DKI Jakarta. Nilai rata-rata yang didapatnya dari ujian tersebut adalah 57,5 dari 6 pelajaran yang diuji.

Melihat nilai yang didapat, bukan main tingginya. Mata pelajaran eksak mendapat nilai rata-rata di atas 90, hanya pelajaran Bahasa Indonesia yang terendah.

Anak perempuan yang gemar membaca novel dan roman ini memiliki nilai tertinggi dalam pelajaran Matematika, 100. Disusul Biologi, Fisika, dan Kimia dengan nilai 97,5 dan Bahasa Inggris 94. Kemudian Bahasa Indonesia mendapat poin 86.

"Dari semua pelajaran cuma Bahasa Indonesia yang deg-degan pas ngerjain soalnya. Kalau yang lain masih bisa tenang," ujar siswi yang mendapatkan kesempatan belajar di kelas Akselerasi SMAN 81 Jakarta, saat ditemui wartawan di halaman sekolah, Jl Kartika Eka Paksi, Makassar, Jakarta Timur, Kamis (26/5).

Gadis berperawakan kurus tinggi ini menuturkan alasannya bisa mencapai nilai tertinggi eksak. Baginya pelajaran eksak lebih dianggap mudah daripada pelajaran sosial pada umumnya. Dia menuturkan, pelajaran sosial terlalu banyak yang harus dihafal. Sementara eksak lebih kepada penajaman dan pelatihan dalam menyelesaikan soal.

"Dari semua pelajaran eksak saya lebih suka Kimia, seru aja kalau Kimia," kata Gisheila yang beberapa kali mendapat rangking 3 besar selama bersekolah.

Bukan hanya dia yang terkejut ketika diumumkan mendapat nilai tertinggi IPA dalam UN. Keluarga dan sekolah juga terkejut sekaligus bangga Gisheila mendapatkan prestasi tersebut.

Prestasi tersebut bukan didapat secara simsalabim. Saat bersekolah, dia lebih memilih membaca dan menyelesaikan soal-soal latihan pelajaran. Ketika UN mulai mendekati hari, Gisheila justru tidak menyibukkan dirinya dengan belajar.

"Deket-deket ujian saya cuma mengulang apa yang pernah dipelajari, nggak terus dipaksakan belajar. Karena kalau sudah capek malah pelajaran enggak akan masuk," ujarnya.

Bukan hanya itu. Kunci kesuksesan, menurutnya, adalah ketekunan dan sungguh-sungguh untuk meraih apa yang dicita-citakan. Sikap itu didapatnya ketika gagal masuk ke SMAN Lapan, Bukit Duri, Jakarta Pusat.

Dia tidak patah arang dengan kegagalan yang diterimanya tersebut. Di bangku sekolah SMA yang pernah ia tempati, dia fokus berupaya untuk dapat melenggang ke kampus UI Fakultas Kedokteran.

"Di mana pun kita ditempatkan asal kita serius pasti tercapai," tuturnya seraya melepas kacamata yang dipakainya.

Kini Gisheila dapat bernapas lega. Cita-citanya duduk di Kedokteran UI dapat tercapai berkat usaha yang dilakukannya. Selamat!

Demi Menemukan Islam, Anna Stamou Rela Jadi "Pasien" Para Filsuf


REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA - Salah satu penghargaan terkemuka Muslim internasional di Eropa baru-baru ini diberikan kepada seorang wanita Yunani. Manajer humas dari Asosiasi Muslim Yunani, Anna Stamou, dianggap sebagai satu dari 10 wanita Muslim dengan pengaruh yang besar dan yang paling positif di Eropa.

Penggagas penghargaan, adalah European Muslim Professionals Network (CEDAR), yang didukung oleh Institute of Strategic Dialogue, atau dikenal juga dengan nama “Three Club”. Seremonial pemberian penghargaan dilakukan akhir tahun lalu di Madrid, Spanyol.

Tak banyak yang tahu, enam tahun yang lalu ia adalah seorang mualaf. Ia menemukan Islam setelah bergulat dengan kegelisahan dirinya.

"Pencarian saya telah lama, saya selalu mencari jawaban. Dalam pencarian saya tentang kebenaran, aku tidak bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan," ujarnya, tentang perjalanan batinnya.

Sejak sekolah menengah, Anna punya minat yang tinggi di bidang sains. Dalam mata pelajaran ini, dia selalu unggul. Imbasnya, dalam menemukan jawaban atas kegamangan batinnya, ia bermain logika.

"Jadi, saya berkonsultasi ke beberapa sekolah filsafat, bertemu banyak filsuf. Saya ditangani mendalam dengan Pythagoras," ia tersenyum menjelaskan.

Selama pencarian ini, ia bertemu dengan suaminya sekarang. Saat itu, mereka sama-sama bergabung sebagai sukarelawan organisasi Doctors of the World, selama perang di Irak. Dari pria inilah, ia banyak menemukan pengetahuan tentang Islam.

Namun, ia tak menerima mentah-mentah omongannya. Anna mulai meneliti lebih dalam ajaran-ajarannya. "Saya pikir ini karena ilmu yang saya peroleh dari sekolah bahwa Islam adalah sebuah agama inferior dan terdistorsi. Islam meskipun telah memberi saya jawaban, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya harus belajar lebih banyak tentang agama ini," katanya.

Di Yunani, Islam kerap rancu dengan Turki. Pasalnya, kebanyakan Muslim di Yunani berasal dari Turki. Buku-buku keislaman, umumnya menggunakan bahasa mereka. "Meskipun ada ribuan Muslim Yunani, saya tidak mengerti mengapa tidak ada buku yang diterbitkan dalam bahasa Yunani," ujarnya. Ia mempelajari Islam dari buku-buku berbahasa Inggris dan Prancis.

Dia beruntung mengalami transisi dari agama lamanya menuju Islam didampingi oleh penerimaan dari sisi keluarga dan teman-temannya. "Saya belum bertemu reaksi negatif. Beberapa orang mungkin memiliki pertanyaan, tapi tak pernah ada tendensi negatif," ujarnya, yang mengaku dengan senang hati akan menjelaskan agama barunya.

Di sisi lain, ia juga menjaga hubungan dengan mereka yang beda agama secara baik, termasuk keluarganya. "Kini saya mengenakan jilbab, dan tak masalah bagi mereka," katanya. Ia juga akan hadir di tengah keluarganya saat mereka merayakan hari besar agama.


"Jilbab adalah bagian dari iman. Ingat, hanya bagian, Anda dapat memilih untuk mengikuti atau tidak. Ini adalah pilihan Anda," katanya. Ia menyatakan, adalah salah anggapan publik Barat yang menyamakan jilbab sebagai simbol penindasan atas kaum perempuan. "Jilbab adalah masalah pilihan. Saya mendukung mereka yang memperjuangkan hak mereka untuk memakainya."

Ia mengatakan, dasar dari semua masalah adalah hidup berdampingan secara damai dan toleransi. "Selama Ramadhan, kami makan bersama dengan teman-teman Kristen kami, ini adalah sesuatu yang tidak mudah ditemukan di Eropa. Selain itu, putri saya mencintai dan bersemangat untuk Natal. Mereka juga ada di acara Paskah keluarga," tambahnya.

Saat Idul Fitri, hal sama dilakukan padanya. Bahkan, para mahasiswanya bergantian menyalami dan memeluknya. "Saya beruntung menjadi bagian Yunani. Demokrasi ada di sini," ujar dosen kimia di dua perguruan tinggi Yunani ini.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: www.greeksrethink.com, Today Zaman

Kamis, 26 Mei 2011

Jatuh Bangun Membungkam NII


Oleh Bambang Isti

MAHASISWA banyak menjadi sasaran empuk kegiatan "cuci otak" (brain washing), yang beraroma radikalisme, menyusul maraknya kasus penculikan di antara kalangan akademisi akhir-akhir ini. Penculikan itu berujung pada proses pembaiatan di antara mereka,sampai akhirnya sadar mereka jadi korban.

Gerakan bawah tanah Negara Islam Indonesia (NII) banyak disebut-sebut sebagai gerakan di balik itu semua. Sinyalemen gencar mengatakan NII sedang gencar merekrut anggota baru di kalangan akademisi, menyusul diduga habisnya aset NII yang disimpan di Bank Century.

Solahudin, peneliti NII seperti yang ditulis VIVAnews Sabtu (30/4), mengatakan, sebenarnya NII sedang mengalami kebangkrutan di segala sektor. Karena itulah, NII perlu menghimpun dana dan anggota baru sebanyak-banyaknya. "Target baru NII adalah orang yang mapan secara ekonomi, sehingga target kalangan akademisi dari kampus elit dan PNS (pegawai negeri sipil)," jelas Solahudin.

Selain merekrut pengikut baru, modus lain yang mereka, kata Solahudin adalah adalah meminta sumbangan dengan segala cara, misalnya di lokasi ATM. Mereka bahkan meminta sumbangan dengan mengatasnamakan yatim piatu. "Karena ini dianggap sangat efektif dan biasanya gampang," kata dia.

Soal dana NII, untuk menguak benarkah ada dana NII di Century, di lain kesempatan, wakil ketua DPR RI, Priyo Budi SantosO menyatakan, Tim Pengawas Pelaksanaan Rekomendasi Pansus Bank Century akan meminta PPATK mengklarifikasi dugaan adanya rekening misterius untuk membiayai gerakan NII.

"Tentang kebenaran sekian miliar yang konon masuk dalam rekening yang disebut-sebut milik NII, itu akan kami cek," ujar Priyo di DPR RI.

Berkembang d Ponpes

Pemerintah sebenarnya tak hentinya melakukan perlawanan terhadap NII. Sejak tahun 1950an sampai kini, betapa jatuh bangun pemrintah berusaha membungkam NII, agar tidak berkembang di bumi Indonesia.

Saat meramainya kasus "pencucian otak" akhir-akhir ini, banyak disebut-subut keterloibatan beberapa pondok pesantren. Sementara itu, tudingan kepada Syek Abdus Salam Panji, pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al-Syaitun Indramayu pun merebak terkait dengan kegiatan jaringan NII yang disebut-sebut berkembang di ponpes itu.

Benarkah jaringan ini dipercaya berpusat di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat? Ataukah masih banyak daerah lain yang diam-diam menjadi sentra kegiatan NII?

Namun jika diyakini pendiri dan pemimpin pondok pesantren itu, Syekh Abdus Salam Panji Gumilang alias Abu Toto, disebut salah satu mantan menteri NII, tak lain adalah Imam NII, maka tudingan itu tidak luput.

Panji Gumilang, pimpinan NII itu disebut-sebut sebagai ketua gerakan NII Komandemen Wilayah 9 (KW9). Pula disebutkan, sepakterjangnya selama ini karena dia memiliki hubungan dekat dengan sejumlah tokoh penting di Indonesia termasuk dari kalangan intelijen serta militer, sehingga eksistensi mereka tetap ada sampai kini.

Jejak pergerakan NII di tanah air:

No Peristiwa Tahun
1 Daud Beureueh pernah memegang jabatan Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh, waktu itu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil mau- pun militer. 1947
2 Oktober 1950 DI/TII melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melaku- kan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI ( TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menang- kap Ibnu Hadjar. 1950
3 Terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia DI/TII)di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953. 1953
4 Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati. Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemu- dian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. 1959
5 Regim Soekarno menangkap dan menjatuhi hukuman mati kepada Imam Negara Islam Indonesia (NII) SM. Kartosoewirjo pada tahun 1962. Soekarno dibantu oleh PKI. Lalu diteruskan oleh regim Soeharto dengan ABRI-nya telah membungkam NII sampai sekarang dengan pola yang sama. NII dengan organi- sasinya DI/TII dihantam habis-habisan oleh Regim Soekarno yang didukung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Sedangkan Masyumi Majelis Syura Muslimin Indonesia) tidak terlibat penghancuran meski hanya tidak mendukung adanya DI/TII. 1962

( Bambang Isti /CN25 )

Mau Dibawa Kemana Sepakbola Tanah Air ?


Oleh Tiko Septianto

ENTAH apa yang terjadi dalam tubuh PSSI saat ini. Masalah yang hinggap pada tubuh badan tertinggi pengurus cabang olahraga sepakbola Indonesia ini, semakin menumpuk. Bak bola salju, skenario-skenario baru mengalir serta membentuk karakter-karakter baru yang memiliki kepentingannya masing-masing. Lakon-lakon baru, yang muncul kepermukaan pasca tumbangnya rezim Nurdin Halid dan Nugraha Besoes di PSSI ini tiba-tiba menimbulkan problema baru yang lebih rumit dan syarat kepentingan kelompok.

Gaung reformasi PSSI ditabuh keras usai Nurdin Halid dilengserkan sebagai Ketua Umum PSSI, sayangnya kini kembali harus bungkam. Justru masalah baru hadir dan ironisnya justru dihembuskan lakon-lakon baru yang bahkan "lebih ngotot" dan lebih "nakal" daripada Nurdin cs.
Drama panjang rekonsiliasi PSSI mulai menghangat, saat pembatalan kongres PSSI di Pekanbaru yang pada saat itu masih dikepalai oleh Nurdin Halid. Dianggap tidak mampu menggelar Kongres untuk melakukan pemilihan ketua umum PSSI dan tidak sanggup untuk mengontrol berjalannya Liga Premier Indonesia (LPI) yang dianggap ilegal oleh FIFA, menyebabkan turunnya mandat dari FIFA untuk mendepak Nurdin Halid sebagai ketua umum.

Usai memberangus Nurdin Halid, FIFA tidak lantas meninggalkan segala problema PSSI tanpa solusi yang jelas. Untuk memperbaiki kondisi 'tidak normal' dalam tubuh PSSI, pada 1 April 2011, FIFA resmi mendirikan Komite Normalisasi. Sesuai dengan pasal 7 ayat 2 Statuta FIFA, Komite Normalisasi dibentuk untuk mengambil alih komite eksekutif PSSI saat ini. Komite Normalisasi memiliki tiga misi penting.

Pertama, menyelenggarakan pemilihan berdasarkan electoral code FIFA dan statuta PSSI sebelum tanggal 21 Mei 2011. Kedua, membawa liga yang berada di luar PSSI (LPI-red) ke bawah kendali PSSI atau dihentikan secepat mungkin. Terakhir, menjalankan tugas harian PSSI untuk rekonsiliasi demi kebaikan sepak bola Indonesia. Tetapi harap diingat, tidak sembarang orang dapat menghuni bangku Komite Normalisasi. Anggota Komite Normalisasi haruslah diisi oleh insan sepak bola Indonesia yang tidak memiliki keinginan menghuni bangku pengurus PSSI. Maka jelas disini tidak ada urusan "hasrat" pribadi atau kelompok yang "bermain" di Komite Normalisasi.

Kasus hukum.

Selain Nurdin Halid, ada empat calon lain yang juga ingin ikut berlaga di bursa pencalonan ketua umum dan wakil ketua umum, yaitu George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan Bakrie, dan Joko Driyono. Ketua KN, Agum Gumelar dalam keterangan pers di pintu VIP Barat Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, membacakan surat per tanggal 6 Mei yang merupakan kelanjutan dari surat FIFA pada 4 dan 21 April lalu, FIFA menegaskan tidak mengizinkan empat orang maju sebagai pengurus PSSI. Pelarangan terhadap Nurdin Halid jelas karena dia pernah menjadi seseorang yang terlibat kasus hukum. Joko Driyono na menjadi bagian dari KN dan Arifin Panigoro yang masih berkecimpung dalam LPI. Pada akhirnya Nirwan Bakrie juga ikut mengundurkan diri dan mengatakan ikhlas menerima putusan FIFA. Tetapi kedua calon lainnya, yaitu George Toisuta dan Arifin Panigoro seperti tak kenal menyerah menentang keputusan FIFA tersebut.
Tak Patah Arang

Dinyatakan gugur pencalonannya oleh Komite Normalisasi tak membuat duet George Toisutta dan Arifin Panigoro patah arang. Pada hari Senin (2/5), pasangaa

Hal itulah yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan pasangan GT dan AP dengan keputusan KN yang tidak merespon hasil KBP. Tetapi mau bagaimana lagi? FIFA seolah memainkan kekuasaanya disini. Alhasil pasangan GT dan AP melalui humasnya mengatakan FIFA telah menyalahi Statuta FIFA sendiri, yakni pasal 12, keputusan KB adalah final dan tidak bisa diintervensi pihak manapun. Ditegaskan pula jika KN telah mengabaikan hasil KBP dan hal ini merupakan bentuk gagalnya Agum mereformasi sepakbola nasional.

Dalam kisruh ini juga lahir sebuah kelompok yang getol menyuarakan aspirasi GT dan AP, yang mayoritas anggotanya adalah pemilik suara sah yang menamakan diri Kelompok 78 (K78). Mereka inilah yang selalu membela dan mengawal perjuangan GT dan AF menuju PSSI 1. Setelah mengajukan banding, dan kemudian ditolah FIFA, usaha yang mereka lanjutkan setelahnya adalah menyewa jasa pengacara internasional Patrick Mbaya kemudian melakukan gugatan terhadap FIFA, pada 19 Mei 2011. Gugatan yang digagas Kelompok 78 (K78) itu diajukan ke Pengadilan Arbitrase Olah Raga Internasional (CAS). Namun pada akhirnya gugatan yang mengatasnamakan Usman Fakaubun dan kawan-kawan (K78) itu dinyatakan dihapus dari daftar gugatan CAS. Politisasi yang terjadi dalam pemilihan Pengurus PSSI ini memang sudah dirasa sejak awal.

Undur diri

Hal tersebut ditangkap pula Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Adyaksa Dault. Adyaksa yang sebelumnya telah ikut mencalonkan diri, secara mengejutkan memilih untuk mengundurkan diri. Dia merasa bahwa sudah tidak ada gunanya bertahan, karena sebelumnya sudah muncul kubu-kubu untuk mendukung kandidat tertentu. Segala cara pun dilakukan demi mencapai tujuan. Dalam hal ini adalah K-78. Kelompok ini bertujuan melapangkan duet George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai suksesor kepengurusan Nurdin Halid. K-78 saat itu mengambil alih kongres, meski pengurus PSSI kemudian memberi label gagal digelar karena situasi tidak kondusif.

Meski terpaan terus datang, Komite Normalisasi tetap menjalankan agenda kerjanya. Mereka kemudian menentukan tempat dan tanggal pelaksaan Kongres PSSI yang rencananya dijadwalkan untuk memilih Pengurus PSSI yang baru. Kongres PSSI ini kemudian digelar di Hotel Sultan, Jakarta, pada Jumat 21 Mei 2011.

Selagi menunggu kongres pergerakan pendukung George Toisutta-Arifin Panigoro tetap memperjuangkan kesempatannya untuk mencalonkan diri. Sebagai bentuk protes pada Komite Normalisasi, khususnya, Agum Gumelar sebagai ketuannya, pada 18 Mei 2011 mereka mengumpulkan 40 surat mosi tidak percaya. "Kami akan melayangkan mosi tidak percaya kepada Agum Gumelar yang kami anggap tidak mampu menormalisasi situasi persepakbolaan Indonesia saat ini," kata salah satu perwakilan Kelompok 78, Usman Fakaubun, di Jakarta, Rabu (19/5) sehari menjelang kongres.
Kongres Kisruh

"Kisruh!!" kata tersebutlah yang pantas untuk menggambarkan saat-saat kongres. Kongres dihadiri oleh Komite Normalisasi, Para calon pengurus, para pemilik suara dan perwakilan dari FIFA Heinry Regennas. Tak kalah ramainya dengan teriakan suporter, hujan interupsi berlangsung ramai saat kongres berlangsung. Kebanyakan mempertanyakan tentang penolakan pasangan George Toisuta dan Arifin Panigoro. Tampak kengototan pendukung pasangan GT dan AF yang dinilai melebihi batas. Kengototan peserta sidang terlihat saat mereka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang ditujukan pada Agum dan kepada FIFA. Bahkan anggota Komite Normalisasi PSSI, FX Hadirudiyatmo, mengatakan mengundurkan diri ditempat sebagai anggota Komite Normalisasi. Praktis, Agum selaku pimpinan Kongres PSSI akhirnya mulai jengah. Akhirnya melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan, Agum kemudian menutup sidang. "Ada upaya untuk melakukan voting terbuka, yang ternyata sudah diinginkan juga oleh peserta kongres. " jelas Agum. Suatu ketika ada peserta yang ingin melancarkan mosi tidak percaya. Mosi tersebut menyinggung FIFA, yang seharusnya ditujukan kepada kepengurusan wakil kongres tersebut.

Jadi, hal ini tidak relevan jika harus dilakukan voting. Akhirnya sidang terpaksa 'deadlock' karena agenda utama sidang tersebut tidak tercapai. Dengan berakhirnya kongres PSSI yang tanpa akhir yang jelas ini, pada akhirnya membuat PSSI terancam sanksi yang mungkin akan diberikan oleh FIFA. Bukan tidak mungkin nantinya Indonesia tidak akan dapat mengikuti pertandingan Internasional, dan karena tidak diakui lagi oleh FIFA, tentu sepakbola Indonesia akan terkucil dari dunia. "Kita lihat saja nanti!" Disalahkan karena hal ini, K-78 ngotot mengatakan tidak bersalah.

Pada Selasa malam (24/5) Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Normalisasi dan KONI/KOI mengadakan rapat dengar pendapat yang menghasilkan beberapa keputusan. Pertama, Komisi X DPR meminta agar Pemerintah mendukung Komite Normalisasi menggelar Kongres PSSI yang diakui oleh FIFA. Kedua, Komisi X DPR mendesak pemerintah untuk mengawal dan memberikan jaminan agar pelaksanaan Kongres PSSI pasca kongres 20 Mei 2011 dilaksanakan sesuai mandat FIFA. Ketiga, Komisi X DPR mendesak Pemerintah, KONI/KOI dan Komite Normalisasi PSSI untuk melakukan langkah-langkah strategis terhadap FIFA, untuk mecegah sanksi terhadap PSSI. Terakhir, Komisi X DPR menyesalkan oknum-oknum yang menyebabkan terjadinya deadlock Kongres PSSI 20 Mei, dan mengusulkan memberi sanksi mereka karena menggagalkan Kongres PSSI yang lalu melalui Sidang Komisi Disiplin PSSI.

Beberapa kalangan politikus maupun atlet sepakbola mengatakan, K-78 hanya mengedepankan kepentingan kelompok dan terlalu memaksakan kehendaknya. Seharusnya sendi-sendi rekonsiliasi sepakbola tanah air ini menggunakan semangat sportivitasnya dalam koridor kebersamaan dan kesatuan. Karena sepakbola adalah olahraga yang dimainkan oleh 11 orang yang tergabung dalam sebuah tim.

Catatan Perkembangan Dalam Tubuh PSSI
No Waktu Peristiwa
1 28 Maret 2011 Kongres PSSI di Pekanbaru berakhir ricuh.
2 1 April 2011 FIFA membentuk Komite Normalisasi yang akan menggantikan tugas Komite Eksekutif PSSI.
3 19 April 2011 Pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng tidak mengakui lagi kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid.
4 2 Mei 2011 Pasangan GT dan AF mengajukan banding ke Komite Banding, atas keputusan Komite Normalisasi.
5 6 Mei 2011 Komite Normalisasi memutuskan tidak akan memasukkan nama George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai calon dan wakill ketua umum PSSI periode 2011-2015 mendatang.
6 8 Mei 2011 FIFA tolak empat calon. Disampaikan melalui Ketua Umum KON/KOI (Komite Olah Raga Nasional/Komite Olimpiade Indonesia) Rita Subowo setelah bertemu Presiden FIFA Joseph 'Sepp' Blatter.
7 18 Mei 2011 K-78 mengumpulkan 40 surat mosi tidak percaya untuk Agum Gumelar
8 19 Mei 2011 K-78 (K78) ajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Olah Raga Internasional (CAS)
9 20 Mei 2011 Kongres PSSI di di Hotel Sultan, Jakarta

Sudahkah Anda Memiliki Inteligensi Kolektif?


KOMPAS.com - Seorang teman yang bertanggung jawab menangani divisi sumber daya manusia di sebuah universitas, mengeluhkan betapa para ilmuwan, dosen, bahkan profesor, sangat sulit bekerja sama. Teman lain, yang bekerja di rumah sakit, ternyata mempunyai keluhan yang sama.

Di satu sisi organisasi berjuang keras untuk mendapatkan individu terbaik dan terpintar, namun di sisi lain saat orang-orang pintar ini berkumpul, proses diskusi malah menjadi lebih alot dan bahkan bisa tidak menghasilkan apa-apa. Bukankah kita memang sering merasakan bahwa kerja tim malahan bisa jadi tidak lancar bila beranggotakan orang-orang pintar?

Dalam kesebelasan sepak bola, kumpulan para bintang bisa tidak membentuk tim yang hebat. Tim elit top manajemen perusahaan yang berisi orang-orang pintar pun seringkali punya masalah untuk bersinergi. Bukankah tim Obama juga disebut sebagai “too many brains team”, namun kerap dikritik karena lamban dalam mengambil keputusan? Bagaimana kita menyikapi dan menyiasati hal ini?

Usaha untuk memperkuat koordinasi, menebalkan kohesi serta sinergi terus-menerus kita dengar dan bicarakan. Berbagai program pelatihan, camp dan outbound dilakukan agar individu lebih bersatu dan saling memahami satu sama lain. Namun, tetap banyak yang mengeluhkan betapa sinergi tetap saja seolah tertahan dan tidak terjadi.

Tidak jarang terjadi, dalam sesi-sesi brainstorming yang dilakukan orang-orang pintar, ide-ide yang muncul seringkali terasa tertahan dan bahkan basi. Kinerja kolektif yang di atas kertas semestinya lebih baik dari rata-rata kehebatan masing-masing individu, malahan berkinerja di bawah rata-rata. Sebaliknya, ada kelompok yang anggotanya biasa-biasa saja, namun ketika membentuk tim malah bisa menghasilkan prestasi luar biasa yang bahkan membuat kejutan bagi anggotanya sendiri.

Apa rahasianya sehingga sebuah tim, apalagi tim yang terdiri atas para bintang, bisa menunjukkan kinerja kinclong dan smart? Bagaimana menumbuhkan kekuatan “collective intelligence” yang disebut-sebut bisa melipatgandakan prestasi dan menjadi faktor kunci dari keberhasilan suatu tim dan organisasi?

Kolaborasi dan peduli
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa kinerja sebuah kelompok dalam membuat tugas semacam puzzle, brainstorming, dan negosiasi, lebih baik daripada hasil kerja masing-masing individunya. Ketika diteliti lebih jauh, ternyata kekuatan yang dihasilkan oleh kelompok tidak banyak kaitannya dengan kohesi, kedekatan interpersonal, motivasi, maupun kepuasan individu, namun lebih dipengaruhi faktor care atau kepedulian. Setiap individu tidak hanya peduli pada keberhasilan tugas dan peran pribadinya, namun ingin rekannya juga berhasil. Bila kegiatan team-building dan outbound yang dilakukan baru semata mempererat kohesi, merekatkan hubungan interpersonal kelompok, namun belum menyentuh suasana hati dan ego dari masing-masing individu, kita tidak bisa berharap banyak bahwa kegiatan itu akan betul-betul bisa membawa dampak positif sekembalinya mereka ke tempat kerja.

Orang-orang yang cerdas dan berprestasi kita lihat mempunyai kemauan yang keras. Selain itu, individunya juga sangat percaya pada prinsip dan pendapatnya sendiri. Ini adalah kekuatan, namun sekaligus berpotensi menjadi sumber perpecahan dalam kelompok. Hanya bila individu menyadari kekuatan dan peran dirinya, sambil melihat kekuatan dan peran orang lain, kemudian terbuka mata dan pikirannya untuk berkolaborasi mencapai tujuan bersama, barulah bisa timbul percikan sinergi. Kuncinya adalah kesadaran bahwa tidak ada anggota tim yang bisa sukses tanpa memastikan kesuksesan orang lain. Jadi tugas kita adalah membuat orang lain bisa melakukan perannya dengan baik dan membuat orang lain terlihat baik, bukan malah menjatuhkannya. Ini tentu keyakinan yang perlu dibangun dengan fokus pada tujuan bersama dan keberhasilan bersama.

Terobos dinding ego
Dalam suatu perusahaan, individu-individu yang berkinerja bagus dipromosikan menjadi direksi. Di luar dugaan, tim yang tadinya solid ini malahan tiba-tiba tidak menghasilkan kinerja yang cemerlang lagi. Walaupun tidak berkonflik terbuka, terasa hubungan menjadi dingin dan setiap individu terkesan tetap bersikeras dengan gaya dan keahlian masing-masing. Suasana terasa hambar, bahkan enggan berkomunikasi satu sama lain. Ketika tim menemui jalan buntu dan akhirnya masing-masing berkesempatan membuka hati, barulah hubungan mencair dan komunikasi menjadi lebih tulus untuk bersatu dan menolong satu sama lain. Ternyata, individu yang berprestasi pun perlu juga digelitik kepekaan sosialnya, sehingga kembali bisa melihat lebih obyektif dan lebih mampu mendengar lebih aktif.

Teman saya berkomentar, “Orang-orang pintar, biasanya egonya juga sama-sama kuat.” Benarkah ini? Kita memang kerap melihat bahwa kerasnya ego individu bahkan mewarnai berbagai konflik skala nasional yang disorot media, entah itu kisruh PSSI, perseteruan anggota dewan yang terhormat, atau juga di jajaran kabinet. Bisa jadi, karena ego pribadi masih mendominasi, collective intelligence jadi sulit terwujud.

Dari sinilah kita bisa melihat bahwa individu yang inteligen belum tentu bisa membangun inteligensi kolektif. Individu yang mampu menumbuhkan inteligensi kolektif biasanya menjaga kepekaannya, banyak memperhatikan kebutuhan orang lain, berusaha tidak mendominasi pembicaraan walaupun sebenarnya ahli dalam topik pembicaraannya, sambil benar-benar mendekatkan hatinya dengan tim.

Dengan individu-individu yang berprestasi, dialog satu sama lain sangat penting, baik itu formal dan informal. Perlu ada keterbukaan yang tulus. Kita bisa membicarakan tugas atau proyek tertentu, tetapi spirit untuk menjaga kebersamaan perlu berakar di dasar kepribadian individu. Kita tidak bisa lagi memandang aspek emosional sebagai aspek penghambat prestasi. Justru pada orang yang sudah berprestasi, aspek emosilah yang mempengaruhi mental dan spiritnya. Itulah sebabnya pemimpin dari kelompok berprestasi ini selalu menggunakan pendekatan kembar, yaitu tugas dan hubungan interpersonal. Hanya melalui pendekatan yang dalam inilah trust bisa dikembangkan, berdampingan dengan good-will organisasi.

(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)