Rabu, 26 Januari 2011

Rawat Tentara Stres, Dokter Sediakan Terapi Lewat Game X-Box


REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Puluhan ribu tentara Amerika Serikat terjangkit penyakit stres akibat pulang dari medan perang di Irak atau Afghanistan. Untuk menyembuhkan stres ini, para pakar dari University of Southern California punya resep manjur, bermain video game.

Dokter dari universitas tersebut merawat para tentara yang stres dengan membiarkan mereka bermain video game X-Box. Game yang dimainkan pun diatur sedemikian rupa, yaitu game perang Virtual Irak atau Virtual Afghanistan.

Kedua game ini turunan dari game Spectrum Warrior, yang memang sengaja dibiayai oleh Angkatan Bersenjata AS. "Kedua game ini mengambil gambar dari video langsung yang digunakan para tentara ketika berperang. Ini akan mengulang kembali pengalaman traumatis mereka saat di tempat tersebut," kata peneliti Albert Rizzo.

Awalnya, pendekatan ini memang dinilai aneh. Bagaimana bisa menyembuhkan stres dan trauma prajurit dengan membawa mereka kembali ke pertempuran di Irak atau Afghanistan. Namun menurut para pakar, video game itu ternyata berhasil menurunkan tingkat kecemasan para tentara, dari yang tadinya tinggi menjadi moderat.

Ketika para tentara sudah tidak cemas atau dilanda ketakutan akut, maka mereka akan lebih mudah berbicara soal stres maupun traumanya pada para dokter. Para tentara yang dirawat dengan metode main game ini mengaku dihantui mimpi buruk, kondisi emosional yang tidak stabil, dan menghindari tempat-tempat yang menurut mereka mengingatkan kembali pada perang Irak dan Afghanistan.

Inilah 5 Dugaan Utama Crop Circle


INILAH.COM, Jakarta – Kemunculan Crop Circle (CC) di Sleman cukup mengagetkan. Beberapa spekulasi pun merebak. Inilah lima penjelasan utama mengenai terjadinya CC.

1. Perbuatan Manusia

Meskipun banyak yang beranggapan bahwa Crop Circle tak lebih dari ulah iseng, sulit dipercaya bila dikatakan CC adalah buatan manusia. Namun, ilmuwan Inggris Anderro yang telah menyelidiki dan meneliti fenomena itu selama 17 tahun, menegaskan bahwa 80% CC merupakan buatan manusia.

Bahkan seorang warga Inggris pernah mengakui hal tersebut pada media massa. Menurutnya, ia dan beberapa temannya adalah pembuat CC di London, Inggris. Mereka mempersiapkan gambar desain terlebih dulu dan ketika ladang gandum hampir matang, sebuah paku panjang ditancapkan di ladang yang berfungsi sebagai titik pusat.

Selanjutnya, mereka melingkari permukaan tanah dengan tali, kemudian muncullah sebuah CC. Permasalahannya, apakah mungkin mereka membuat lingkaran itu dalam satu malam, tanpa alat bantu memadai? Lalu apa tujuannya?

2. Medan Magnet

Ada sebagian pendapat bahwa CC bukanlah karena manusia. Hal dikarenakan struktur gambar yang rumit, ukuran besar, rancangan indah, dan sama sekali bukan buatan manusia yang dapat dikerjakan dalam semalam. Meski Anderro berkeras, mengatakan 80% CC buatan manusia, namun ia juga yakin 20% sisanya pembentukan alami karena efek medan magnet bumi.

Dalam medan magnet terdapat suatu daya gerak gaib yang dapat menghasilkan suatu arus listrik sehingga tanaman ‘berbaring datar’ di atas permukaan tanah. Ahli terkait asal Amerika Serikat Jeffery Walson telah meneliti 130 lebih CC, dan pada 90% CC terdapat transformator yang berhubungan dengan kabel tegangan tinggi.

Di bawah panjang garis keliling sepanjang 270 meter itu terdapat sebuah kolam, karena kolam diairi maka ion tanah dapat menghasilkan elektrik negatif, sedangkan transformator terhubung kabel tegangan tinggi menghasilkan elekrik positif. Setelah elektrik negatif dan positif bersentuhan maka energi magnet listrik dihasilkan dan merobohkan gandum dan membentuk CC. Namun, hal ini belum menjawab bagaimana terbentuknya pola aneh? Apa energi dapat berbentuk bunga atau kelajengking?

3. Angin Tornado

Menurut fisikawan University of Michigan Dr Delon Smith, perubahan musim panas yang tak menentu dan angin tornado merupakan penyebab utama CC. Melalui risetnya, ia menemukan sejumlah besar CC yang muncul di gunung atau daerah berjarak 60-70 km dari gunung merupakan tempat dimana angin tornado mudah terbentuk. Namun, apa tornado dapat membuat lingkaran dengan ketelitian tertentu itu?

4. Buatan Alien

Banyak yang meyakini sebagian besar CC terbentuk dalam waktu semalam merupakan hasil karya alien. Sejak 1990, fotografer Alexander mengatakan melihat cahaya ganjil di ladang gandum, cahaya itu terbang kesana-kemari di antara kedua lingkaran aneh. Keberadaan alien di perut bebek liar di San Franscisco AS memperkuat dugaan itu.

5. Heterodoxy (Pandangan Sumbang)

Sejumlah orang yakin di balik CC terdapat berbagai macam kekuatan gaib, seperti segitiga bermuda. Menurut dugaan, ada anggapan CC merupakan ‘pemberitahuan bencana’ agar orang mau menyebar Heterodoxy yang meyimpang dari ajaran ortodoks.

Mengapa CC kerap muncul di ladang gandum? Dan kini, lingkaran itu pun muncul di ladang bunga matahari, Rusia. Mengapa bisa begitu? Kita hanya bisa menunggu ilmuwan mengungkapnya lebih lanjut. [ast]

Teliti 151 Wajib Pajak Kasus Gayus, Penyidik Polri Berkantor di Ditjen Pajak


Jakarta - Tim investigasi untuk menyelidiki 151 wajib pajak terkait kasus Gayus Tambunan telah dibentuk. Tim ini terdiri dari penyidik Polri, Ditjen Pajak, BPKP, dan KPK. Untuk tetap menjaga kerahasiaan 151 wajib pajak ini, para penyidik ini akan berkantor di Ditjen Pajak.

"Menindaklanjuti Inpres perintah Kapolri terkait kasus Gayus, maka dibentuk tim peneliti 151 wajib pajak," ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi dalam jumpa pers di Gedung Ditjen Pajak, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (26/1/2011).

Ito mengatakan, meski diteliti, kerahasian informasi 151 wajib pajak ini tetap dijaga. Hal ini sesuai peraturan perundang-undangan pasal 34 UU No 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

"Tim ini tentunya berpegang pada peraturan dan perundangan yang berlaku bahwa berkas itu harus dijaga rahasianya. Maka tim akan bekerja di sini," ujarnya.

Menurut Ito, tim ini akan meneliti seluruh berkas dan jika ada indikasi menyangkut pelanggaran pajak, maka akan ditangani di pengadilan PNS. Jika ada indikasi pelanggaran pidana menyangkut KUHP, maka akan ditangani kepolisian, jika korupsi terkait penyelenggaran negara maka akan ditangani KPK.

Sementara itu, Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, pembentukan tim ini bertujuan untuk mempercepat penyelesaian kasus 151 wajib pajak yang disebut Gayus Tambunan. Ruangan untuk bekerja para penyidik ini pun sudah disiapkan di Gedung Ditjen Pajak.

"Kami menyambut baik Bareskrim Polri. Kita siapkan alat-alat komputer dan sebagainya. Sebenarnya sudah bisa bekerja hari ini," jelasnya.

Gaji Naik dan Kebohongan Publik Oleh Adhie M. Massardi




BADAI kebohongan yang menerjang pemerintahan Yudhoyono belum lagi reda ketika Presiden, di hadapan peserta Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Balai Samudera, Jakarta Utara, Jumat (21/1), menyatakan: "Hingga tahun keenam atau ketujuh, gaji presiden belum naik…"

Karena disampaikan di tengah depresi ekonomi yang melanda mayoritas rakyat yang daya belinya kian ngedrop, curhat Presiden soal gaji ini karuan saja berubah jadi puting beliung. Menerbangkan harapan rakyat terhadap Yudhoyono sebagai pemimpin yang bakal mengatasi berbagai persoalan hidup bangsanya.

Banyak juga yang merespons keluhan Kepala Negara soal gaji ini dengan memobilisasi sumbangan uang recehan lewat kotak “Koin untuk Presiden”. Tentu saja tujuan kegiatan ini berbeda dengan ketika masyarakat menggalang dana bagi Prita lewat “Koin untuk Prita” tempo hari.

Sebab “Koin untuk Presiden” merupakan ekspresi sinisme dan kejengkelan publik terhadap egoisme Yudhoyono, yang dianggap lebih mementingkan nasibnya sendiri ketimbang derita puluhan tahun yang dialami jutaan rakyatnya.

Memang pihak Istana, juga orang-orang Presiden di partai (Demokrat) maupun di DPR, sudah berusaha keras menjelaskan bahwa pernyataan soal gaji itu bukan curhat Presiden ingin naik gaji.

Akan tetapi, alih-alih meredam kegeraman publik, bantahan itu justru semakin menambah keyakinan masyarakat bahwa di Istana memang semakin banyak kebohongan. Sebab faktanya orang Demokrat di DPR seperti Achsanul Qosasih, mengusulkan kenaikkan gaji Presiden. Pembantu Presiden yang bernama Agus Martowardojo (Menteri Keuangan), juga punya agenda menaikkan gaji Presiden.

Kini isu Presiden minta naik gaji sudah gulung-menggulung dengan pernyataan para pemuka lintas agama yang pernah mengungkapkan adanya “kebohongan dalam pemerintahan”.

Melihat sikap pemerintah yang makin tidak sensitif terhadap penderitaan yang dirasakan rakyatnya, kombinasi dua hal di atas (kenaikan gaji Presiden dan terkuaknya kebohongan pemerintah), ditambah sederet problem bangsa yang makin melingkar-lingkar tak karuan, memang bisa menimbulkan “gempa politik” berdampak “tsunami sosial” seperti terjadi di beberapa negara dalam pekan-pekan terakhir ini.

Berbeda dengan gempa dan tsunami dalam perspektif peristiwa alam, “gempa politik” dan “tsunami sosial” sesungguhnya relatif bisa dicegah. Tentu saja kalau ada kesadaran kolektif di kalangan elit kekuasaan, tokoh publik (pergerakan) dan para pemuka agama.

Tapi celakanya, kesadaran kolektif bahwa di negeri ini sedang terjadi demoralisasi dan anomali di segala bidang inilah yang sulit diwujudkan. Sebab para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) merasa masih on the track meskipun rakyat telah kehilangan kepercayaan kepada mereka.

Buktinya, masih ada yang mempersoalkan cara pemuka agama melontarkan kritik terhadap pemerintah yang dianggap terlalu kasar hanya karena berkata jujur tentang adanya “kebohongan dalam pemerintah Yudhoyono”.

Memang sangat menyedihkan, ketika rakyat hanya punya tiga pilihan untuk bertahan hidup (utang, mengurangi makan, atau bunuh diri) akibat kelalaian para penyelenggara negara memainkan perannya, masih ada orang yang mempersoalkan etika atau tata cara mengritik pemerintah.

Lebih menyedihkan lagi, KH Said Agil Siradj ternyata termasuk yang mempersoalkan etika dan fatsoen mengritik pemerintah yang dilakukan para pemuka agama itu. Padahal sebagai Ketua Umum PBNU, yang warganya (Nahdliyin) paling banyak menderita akibat berbagai kebijakan pemerintah, sepantasnya KH Said berada di baris paling depan dalam memperjuangkan nasib rakyat.

Pak Kiai, korban (rakyat) sudah berjatuhan akibat ketidakhadiran pemerintah dalam setiap persoalan bangsa. Demoralisasi dan anomali sudah terjadi di segala bidang. Masih perlukah kita mempersoalkan tata cara dan etika mengritik?

Seribu Satu Gayus


VIVAnews – Mengenakan setelan jas lengkap, sekitar 400 pejabat Direktorat Jenderal Pajak dari seluruh Indonesia berkumpul di Jakarta pada Senin-Rabu, 17-19 Januari lalu. Dari seluruh pelosok Nusantara, mereka sengaja didatangkan guna mengikuti rapat pimpinan istimewa selama tiga hari di Gedung Danaphala, Kementerian Keuangan RI.

Agendanya, sangat strategis. Pertemuan itu membahas rencana penerimaan pajak dengan target besar, Rp850 triliun tahun ini. Pemberi wejangan juga tidak main-main. Di sana, ada Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Ketua Komisi Pemberantas Korupsi Busyro Muqoddas, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, dan Danang Widoyoko dari Indonesia Coruption Watch.

Namun, keributan mendadak pecah saat Ketua PPATK Yunus Husein tampil ke podium di hari Selasa. Selama dua jam, dia membeberkan sejumlah temuan mengejutkan. “Mendengar presentasi Pak Yunus, pegawai pajak langsung pada ribut,” kata seorang pejabat yang hadir di acara itu.

Apa yang bikin ribut itu?

Menurut dokumen yang dipelajari VIVAnews.com, pemaparan Yunus terkait dengan hasil penelusuran sementara PPATK terhadap rekening pegawai Ditjen Pajak dan Bea Cukai—yang oleh sejumlah survei kerap didudukkan sebagai dua lembaga yang paling korup di negeri ini.

PPATK rupanya sedang menyelidiki rekening pejabat di dua lembaga itu, mulai dari Kepala Seksi sampai Direktur Jenderal. Di lingkungan Ditjen Pajak, yang sedang ditelisik adalah rekening milik 3.616 pejabat dan 12.089 anggota keluarga mereka. Di Bea Cukai, akun punya 1.245 pejabat dan 3.408 famili mereka. Penyelidikan dilakukan setelah mencuatnya kasus Gayus Tambunan pada tahun lalu.

Penelusuran diarahkan untuk mendeteksi dua hal. Pertama, transaksi tunai senilai Rp500 juta atau lebih dan transaksi yang dinilai mencurigakan--misalnya karena tidak sesuai dengan profil dan pendapatan wajar mereka sebagai pegawai negeri.

Dan hasilnya sungguh mengejutkan. PPATK menemukan indikasi bahwa rupanya memang ada 'seribu satu Gayus' di dua instansi ini.

Dokumen itu menyatakan PPATK mendapati ada banyak pejabat Ditjen Pajak yang melakukan transaksi tunai dalam jumlah teramat besar, dalam kisaran Rp500 juta hingga Rp27 miliar per pejabat; baik melalui rekening pribadi mereka maupun istri atau anak mereka “tanpa didukung adanya dasar transaksi yang memadai.”

Yang lebih gawat, temuan ini tersebar di berbagai wilayah maupun jenjang kepangkatan, mulai dari Kepala Seksi, Kepala Kantor Pratama, hingga pejabat eselon di atasnya.

Temuan soal rekening pejabat Bea Cukai tak kurang mengkhawatirkan.

PPATK juga memergoki banyak transaksi tunai pejabat Bea Cukai yang mencurigakan, baik atas nama pribadi, istri, maupun putra-putri mereka. Kisarannya juga tak kalah dahsyat, antara Rp500 juta sampai Rp35 miliar per pejabat. Keganjilan ini ditemukan tersebar di berbagai kantor daerah, mulai dari Kepala Seksi, Kepala Kantor Wilayah, dan pejabat Bea Cukai di tingkat pusat.

“Kami meyakini potensi temuan dalam skala lebih besar yang mencakup jabatan lebih luas serta lebih tinggi,” PPATK menyimpulkan hasil penelusuran terhadap ribuan rekening pejabat di kedua instansi itu. "Sampai sekarang, yang dicurigai jumlahnya mencapai ratusan pejabat," kata sumber VIVAnews.com.

Sejumlah modus

Saat dikonfirmasi soal itu, Yunus Husein membenarkan data di atas. "Kami temukan transaksi mencurigakan di semua Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan. Yang paling dominan di Ditjen Pajak. Pokoknya ada kasus Gayus-Gayus lain. Silakan tanya polisi," kata Yunus kepada VIVANews.com di DPR.

Menurut Yunus, yang ditelisik PPATK adalah transaksi yang terentang dari tahun 2004 hingga 2010. Yang terindikasi pidana, mereka serahkan ke penegak hukum, selain juga kepada Dirjen Pajak atau Irjen Kementerian Keuangan untuk ditelusuri, dan diberi sanksi administrasi jika terbukti.

Yunus membeberkan sejumlah modus transaksi mencurigakan yang terjadi di ratusan rekening pejabat itu. Pertama, transaksi dalam nilai nauzubillah menggunakan akun anak dan istri mereka. Kedua, mereka dipergoki memiliki simpanan seperti deposito dalam jumlah besar. Ketiga, mereka kerap memanfaatkan berbagai instrumen investasi termasuk unit link, gabungan antara asuransi jiwa dan investasi seperti reksadana, saham, atau lainnya. Keempat, bisa juga mereka menyimpan uang tunai, surat berharga, dan perhiasan di safe deposit box.

"Kalau transaksi lewat anak istri, kami bisa mendeteksi penyimpangannya," ujar Yunus. "Misalnya, seorang anggota keluarga pejabat pajak punya pendapatan Rp12 juta, tetapi dia kerap melakukan transaksi di atas Rp20 juta. Transaksi itu tentu mencurigakan."

Contoh lainnya, mereka melakukan transaksi dalam jumlah besar, kemudian 'mencucinya' dengan cara memutar-mutarnya. Misalnya, menarik uang Rp2 miliar, kemudian dipindahkan, lalu ditarik lagi. "Sekali tarik, minimal Rp500 juta," Yunus memaparkan.

Seorang mantan pegawai PPATK bercerita sebenarnya transaksi mencurigakan aparat pajak sudah lama terdeteksi. Bahkan, transaksi janggal sudah diketahui sebelum ada permintaan dari Kementerian Keuangan untuk memeriksa rekening 3.000-an aparat pajak pada tahun lalu.

“Dari transaksi-transaksi mencurigakan setelah ditelusuri ternyata diketahui banyak yang terkait aparat pajak. Gayus hanya puncak gunung es,” katanya.

Temuan (tak) mengagetkan PPATK itu rupanya juga sudah sampai di meja pejabat Kementerian Keuangan. Setidaknya, itu diakui oleh Plt. Irjen Kementerian Keuangan Hadi Rujito--sebelum diganti pejabat baru pada Jumat, 21 Januari. Dia mengaku kerap menerima laporan PPATK soal berbagai transaksi ganjil pegawai Kementerian Keuangan, khususnya aparat Ditjen Pajak atau Bea Cukai.

"Laporannya tertulis rahasia, biasanya 2-4 halaman berisi transaksi mencurigakan dengan nilai ratusan juta hingga puluhan miliar rupiah," kata Hadi kepada VIVAnews.com.

Tim Inspektorat Jendral lantas menelusurinya. Beberapa terbukti melanggar karena terjadi saat si aparat sedang memeriksa wajib pajak. Temuan gratifikasi, kata Hadi, rata-rata tidaklah terlalu besar, ada yang mencapai Rp250 juta dari wajib pajak badan. "Itu yang memberi perusahaan yang tidak terlalu besar."

Namun, beberapa transaksi lain rupanya terkait jual beli properti, tanah atau warisan. Untuk transaksi seperti ini, Hadi menyatakan tak bisa menindaklanjutinya karena tidak memiliki kewenangan penyidikan. Karena itulah, laporan PPATK lebih banyak langsung dikirimkan ke polisi.

Mantan Dirjen Pajak Tjiptardjo juga mengaku telah menerima banyak laporan PPATK. Dia juga mengaku sudah menindaklanjutinya. “Yang terbukti melanggar sudah ditindak, tetapi kalau transaksi mencurigakan terkait warisan, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” dia beralasan.

Tsunami Gayus

Tak bisa dipungkiri, temuan PPATK jelas makin membuka tabir sindikat aparat pajak yang telah menggurita di negeri ini. Sebelumnya, sudah banyak terungkap berbagai kasus pidana. Di antaranya, tuduhan suap pajak First Media yang melibatkan komplotan Yudi Hermawan, kasus rekening puluhan miliar rupiah milik pejabat kantor pajak Jakarta, Bahasyim Assafi'ie; kasus penggelapan ratusan arsip pajak di Bandung oleh Andri Harduka, hingga mafia pajak Surabaya.

Itu belum termasuk yang terbongkar terakhir: komplotan Gayus Tambunan. Usai pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 19 Januari 2011 lalu, Gayus secara terang-terangan mengungkapkan jaringan mafia pajaknya yang, menurut dia, melibatkan pejabat setingkat direktur hingga direktur jenderal. “Kenapa itu tidak dibongkar?” Gayus menggugat.

Dalam persidangan, Gayus antara lain kerap menyebut keterlibatan Darmin Nasution, Dirjen Pajak ketika itu dan sekarang Gubernur Bank Indonesia, dalam kasus dikabulkannya keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo; yang belakangan dinyatakan merugikan negara Rp570 juta. Bahkan, dalam pertimbangan putusannya, ketua majelis hakim menyebut bahwa sepak terjang Gayus tak mungkin dilakukan tanpa persetujuan atasannya secara berjenjang.

Jaringan Gayus juga disebutkan secara eksplisit dalam percakapan via BlackBerry Messenger antara Gayus dengan Sekretaris Satgas Mafia Hukum, Denny Indrayana, pada 29 Maret 2010. Dalam transkrip yang dibagikan Satgas itu, Gayus secara terang menyebut anggota jaringannya di Ditjen Pajak, yakni: Johnny Marihot Tobing selaku Kasubdit Pengurangan & Keberatan Pajak, serta Bambang Heru Ismiarso, Direktur Keberatan dan Banding.

Saat dimintai konfirmasi soal pernyataan Gayus tersebut, Darmin Nasution menolak berkomentar. "Kalau soal Gayus, saya nggak mau komentar," kata Darmin di Istana Kepresidenan, Kamis, 20 Januari 2011.

Soal atasan Gayus yang lain, Dirjen Pajak pengganti Darmin, Moch. Tjiptardjo, menyatakan mereka tetap akan diproses secara hukum. “Itu masih ditangani oleh polisi,” katanya.

Menurut dia, Ditjen Pajak sudah menindak banyak aparatnya, termasuk yang bersumber dari temuan PPATK. Pada 2010, misalnya, sudah ada 640 orang pegawai pajak yang dikenai sanksi, dari yang ringan hingga berat, termasuk diberhentikan. “Sudah puluhan orang diberhentikan tidak hormat karena rekening mencurigakan, dari level rendah hingga eselon II,” katanya.

Toh demikian, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Iqbal Alamsjah mengakui kasus Gayus telah menghantam kredibilitas korps pajak dalam skala luar biasa. Kata dia, “Tak bisa dipungkiri Gayus adalah Tsunami bagi Ditjen Pajak.” (kd)