Kamis, 26 Mei 2011

Mau Dibawa Kemana Sepakbola Tanah Air ?


Oleh Tiko Septianto

ENTAH apa yang terjadi dalam tubuh PSSI saat ini. Masalah yang hinggap pada tubuh badan tertinggi pengurus cabang olahraga sepakbola Indonesia ini, semakin menumpuk. Bak bola salju, skenario-skenario baru mengalir serta membentuk karakter-karakter baru yang memiliki kepentingannya masing-masing. Lakon-lakon baru, yang muncul kepermukaan pasca tumbangnya rezim Nurdin Halid dan Nugraha Besoes di PSSI ini tiba-tiba menimbulkan problema baru yang lebih rumit dan syarat kepentingan kelompok.

Gaung reformasi PSSI ditabuh keras usai Nurdin Halid dilengserkan sebagai Ketua Umum PSSI, sayangnya kini kembali harus bungkam. Justru masalah baru hadir dan ironisnya justru dihembuskan lakon-lakon baru yang bahkan "lebih ngotot" dan lebih "nakal" daripada Nurdin cs.
Drama panjang rekonsiliasi PSSI mulai menghangat, saat pembatalan kongres PSSI di Pekanbaru yang pada saat itu masih dikepalai oleh Nurdin Halid. Dianggap tidak mampu menggelar Kongres untuk melakukan pemilihan ketua umum PSSI dan tidak sanggup untuk mengontrol berjalannya Liga Premier Indonesia (LPI) yang dianggap ilegal oleh FIFA, menyebabkan turunnya mandat dari FIFA untuk mendepak Nurdin Halid sebagai ketua umum.

Usai memberangus Nurdin Halid, FIFA tidak lantas meninggalkan segala problema PSSI tanpa solusi yang jelas. Untuk memperbaiki kondisi 'tidak normal' dalam tubuh PSSI, pada 1 April 2011, FIFA resmi mendirikan Komite Normalisasi. Sesuai dengan pasal 7 ayat 2 Statuta FIFA, Komite Normalisasi dibentuk untuk mengambil alih komite eksekutif PSSI saat ini. Komite Normalisasi memiliki tiga misi penting.

Pertama, menyelenggarakan pemilihan berdasarkan electoral code FIFA dan statuta PSSI sebelum tanggal 21 Mei 2011. Kedua, membawa liga yang berada di luar PSSI (LPI-red) ke bawah kendali PSSI atau dihentikan secepat mungkin. Terakhir, menjalankan tugas harian PSSI untuk rekonsiliasi demi kebaikan sepak bola Indonesia. Tetapi harap diingat, tidak sembarang orang dapat menghuni bangku Komite Normalisasi. Anggota Komite Normalisasi haruslah diisi oleh insan sepak bola Indonesia yang tidak memiliki keinginan menghuni bangku pengurus PSSI. Maka jelas disini tidak ada urusan "hasrat" pribadi atau kelompok yang "bermain" di Komite Normalisasi.

Kasus hukum.

Selain Nurdin Halid, ada empat calon lain yang juga ingin ikut berlaga di bursa pencalonan ketua umum dan wakil ketua umum, yaitu George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan Bakrie, dan Joko Driyono. Ketua KN, Agum Gumelar dalam keterangan pers di pintu VIP Barat Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, membacakan surat per tanggal 6 Mei yang merupakan kelanjutan dari surat FIFA pada 4 dan 21 April lalu, FIFA menegaskan tidak mengizinkan empat orang maju sebagai pengurus PSSI. Pelarangan terhadap Nurdin Halid jelas karena dia pernah menjadi seseorang yang terlibat kasus hukum. Joko Driyono na menjadi bagian dari KN dan Arifin Panigoro yang masih berkecimpung dalam LPI. Pada akhirnya Nirwan Bakrie juga ikut mengundurkan diri dan mengatakan ikhlas menerima putusan FIFA. Tetapi kedua calon lainnya, yaitu George Toisuta dan Arifin Panigoro seperti tak kenal menyerah menentang keputusan FIFA tersebut.
Tak Patah Arang

Dinyatakan gugur pencalonannya oleh Komite Normalisasi tak membuat duet George Toisutta dan Arifin Panigoro patah arang. Pada hari Senin (2/5), pasangaa

Hal itulah yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan pasangan GT dan AP dengan keputusan KN yang tidak merespon hasil KBP. Tetapi mau bagaimana lagi? FIFA seolah memainkan kekuasaanya disini. Alhasil pasangan GT dan AP melalui humasnya mengatakan FIFA telah menyalahi Statuta FIFA sendiri, yakni pasal 12, keputusan KB adalah final dan tidak bisa diintervensi pihak manapun. Ditegaskan pula jika KN telah mengabaikan hasil KBP dan hal ini merupakan bentuk gagalnya Agum mereformasi sepakbola nasional.

Dalam kisruh ini juga lahir sebuah kelompok yang getol menyuarakan aspirasi GT dan AP, yang mayoritas anggotanya adalah pemilik suara sah yang menamakan diri Kelompok 78 (K78). Mereka inilah yang selalu membela dan mengawal perjuangan GT dan AF menuju PSSI 1. Setelah mengajukan banding, dan kemudian ditolah FIFA, usaha yang mereka lanjutkan setelahnya adalah menyewa jasa pengacara internasional Patrick Mbaya kemudian melakukan gugatan terhadap FIFA, pada 19 Mei 2011. Gugatan yang digagas Kelompok 78 (K78) itu diajukan ke Pengadilan Arbitrase Olah Raga Internasional (CAS). Namun pada akhirnya gugatan yang mengatasnamakan Usman Fakaubun dan kawan-kawan (K78) itu dinyatakan dihapus dari daftar gugatan CAS. Politisasi yang terjadi dalam pemilihan Pengurus PSSI ini memang sudah dirasa sejak awal.

Undur diri

Hal tersebut ditangkap pula Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Adyaksa Dault. Adyaksa yang sebelumnya telah ikut mencalonkan diri, secara mengejutkan memilih untuk mengundurkan diri. Dia merasa bahwa sudah tidak ada gunanya bertahan, karena sebelumnya sudah muncul kubu-kubu untuk mendukung kandidat tertentu. Segala cara pun dilakukan demi mencapai tujuan. Dalam hal ini adalah K-78. Kelompok ini bertujuan melapangkan duet George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai suksesor kepengurusan Nurdin Halid. K-78 saat itu mengambil alih kongres, meski pengurus PSSI kemudian memberi label gagal digelar karena situasi tidak kondusif.

Meski terpaan terus datang, Komite Normalisasi tetap menjalankan agenda kerjanya. Mereka kemudian menentukan tempat dan tanggal pelaksaan Kongres PSSI yang rencananya dijadwalkan untuk memilih Pengurus PSSI yang baru. Kongres PSSI ini kemudian digelar di Hotel Sultan, Jakarta, pada Jumat 21 Mei 2011.

Selagi menunggu kongres pergerakan pendukung George Toisutta-Arifin Panigoro tetap memperjuangkan kesempatannya untuk mencalonkan diri. Sebagai bentuk protes pada Komite Normalisasi, khususnya, Agum Gumelar sebagai ketuannya, pada 18 Mei 2011 mereka mengumpulkan 40 surat mosi tidak percaya. "Kami akan melayangkan mosi tidak percaya kepada Agum Gumelar yang kami anggap tidak mampu menormalisasi situasi persepakbolaan Indonesia saat ini," kata salah satu perwakilan Kelompok 78, Usman Fakaubun, di Jakarta, Rabu (19/5) sehari menjelang kongres.
Kongres Kisruh

"Kisruh!!" kata tersebutlah yang pantas untuk menggambarkan saat-saat kongres. Kongres dihadiri oleh Komite Normalisasi, Para calon pengurus, para pemilik suara dan perwakilan dari FIFA Heinry Regennas. Tak kalah ramainya dengan teriakan suporter, hujan interupsi berlangsung ramai saat kongres berlangsung. Kebanyakan mempertanyakan tentang penolakan pasangan George Toisuta dan Arifin Panigoro. Tampak kengototan pendukung pasangan GT dan AF yang dinilai melebihi batas. Kengototan peserta sidang terlihat saat mereka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang ditujukan pada Agum dan kepada FIFA. Bahkan anggota Komite Normalisasi PSSI, FX Hadirudiyatmo, mengatakan mengundurkan diri ditempat sebagai anggota Komite Normalisasi. Praktis, Agum selaku pimpinan Kongres PSSI akhirnya mulai jengah. Akhirnya melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan, Agum kemudian menutup sidang. "Ada upaya untuk melakukan voting terbuka, yang ternyata sudah diinginkan juga oleh peserta kongres. " jelas Agum. Suatu ketika ada peserta yang ingin melancarkan mosi tidak percaya. Mosi tersebut menyinggung FIFA, yang seharusnya ditujukan kepada kepengurusan wakil kongres tersebut.

Jadi, hal ini tidak relevan jika harus dilakukan voting. Akhirnya sidang terpaksa 'deadlock' karena agenda utama sidang tersebut tidak tercapai. Dengan berakhirnya kongres PSSI yang tanpa akhir yang jelas ini, pada akhirnya membuat PSSI terancam sanksi yang mungkin akan diberikan oleh FIFA. Bukan tidak mungkin nantinya Indonesia tidak akan dapat mengikuti pertandingan Internasional, dan karena tidak diakui lagi oleh FIFA, tentu sepakbola Indonesia akan terkucil dari dunia. "Kita lihat saja nanti!" Disalahkan karena hal ini, K-78 ngotot mengatakan tidak bersalah.

Pada Selasa malam (24/5) Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Normalisasi dan KONI/KOI mengadakan rapat dengar pendapat yang menghasilkan beberapa keputusan. Pertama, Komisi X DPR meminta agar Pemerintah mendukung Komite Normalisasi menggelar Kongres PSSI yang diakui oleh FIFA. Kedua, Komisi X DPR mendesak pemerintah untuk mengawal dan memberikan jaminan agar pelaksanaan Kongres PSSI pasca kongres 20 Mei 2011 dilaksanakan sesuai mandat FIFA. Ketiga, Komisi X DPR mendesak Pemerintah, KONI/KOI dan Komite Normalisasi PSSI untuk melakukan langkah-langkah strategis terhadap FIFA, untuk mecegah sanksi terhadap PSSI. Terakhir, Komisi X DPR menyesalkan oknum-oknum yang menyebabkan terjadinya deadlock Kongres PSSI 20 Mei, dan mengusulkan memberi sanksi mereka karena menggagalkan Kongres PSSI yang lalu melalui Sidang Komisi Disiplin PSSI.

Beberapa kalangan politikus maupun atlet sepakbola mengatakan, K-78 hanya mengedepankan kepentingan kelompok dan terlalu memaksakan kehendaknya. Seharusnya sendi-sendi rekonsiliasi sepakbola tanah air ini menggunakan semangat sportivitasnya dalam koridor kebersamaan dan kesatuan. Karena sepakbola adalah olahraga yang dimainkan oleh 11 orang yang tergabung dalam sebuah tim.

Catatan Perkembangan Dalam Tubuh PSSI
No Waktu Peristiwa
1 28 Maret 2011 Kongres PSSI di Pekanbaru berakhir ricuh.
2 1 April 2011 FIFA membentuk Komite Normalisasi yang akan menggantikan tugas Komite Eksekutif PSSI.
3 19 April 2011 Pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng tidak mengakui lagi kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid.
4 2 Mei 2011 Pasangan GT dan AF mengajukan banding ke Komite Banding, atas keputusan Komite Normalisasi.
5 6 Mei 2011 Komite Normalisasi memutuskan tidak akan memasukkan nama George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai calon dan wakill ketua umum PSSI periode 2011-2015 mendatang.
6 8 Mei 2011 FIFA tolak empat calon. Disampaikan melalui Ketua Umum KON/KOI (Komite Olah Raga Nasional/Komite Olimpiade Indonesia) Rita Subowo setelah bertemu Presiden FIFA Joseph 'Sepp' Blatter.
7 18 Mei 2011 K-78 mengumpulkan 40 surat mosi tidak percaya untuk Agum Gumelar
8 19 Mei 2011 K-78 (K78) ajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Olah Raga Internasional (CAS)
9 20 Mei 2011 Kongres PSSI di di Hotel Sultan, Jakarta

Tidak ada komentar: