Rabu, 27 Oktober 2010

Remunerasi, Menghapus Korupsi?


Istilah Remunerasi saat ini sering disebut seiring dengan terungkapnya kasus Gayus, terus terang saya baru tahu bahwa remunerasi ternyata semacam imbalan/tunjangan khusus bagi PNS di lingkungan Kementrian Keuangan khususnya di Ditjen Pajak lebih besar tunjangannya. Seorang Gayus yang cuma golongan 3a dengan masa kerja lima tahun bisa menerima gaji hampir Rp. 12,1 Juta sebulan karena ada remunerasi sebesar Rp. 8,2 Juta. Padahal dalam PP terbaru No. 25 tahun 2010 PNS gol. 3a dengan masa kerja 5 tahun gaji bulanannya hanya sebesar Rp. 1.830.100,- saya sendiri PNS golongan 4b dgn masa kerja 22 tahun cuma mendapat gaji pokok tak lebih dari Rp. 4,2 juta.

Kebijakan Remunerasi sudah digulirkan pemerintah sejak 2004 sebagai bagian dari reformasi birokrasi dengan harapan mewujudkan birokrasi yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme–memang baru sebatas tiga lembaga yaitu Kementrian Keuangan, BPK dan MA –dan saat ini menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, EE . MANGINDAAN sedang disusun grand design reformasi birokrasi dengan remunerasi untuk Komenko Perekonomian, Bappenas dan BPKP direncanakan selesai akhir April 2010, disusul di pemerintah pusat akan tuntas 2011, sedangkan di daerah secara bertahap pada 2014 hingga 2025.

Maksud baik pemerintah mengeluarkan kebijakan remunerasi agar PNS benar-benar melayani masyarakat lebih optimal sekaligus solusi untuk menghapus budaya Korupsi ternyata sia-sia bahkan penghamburan belaka Gayus yang PNS Ditjen Pajak adalah buktinya tidak mustahil banyak Gayus-Gayus lain bahkan lebih fenomenal hanya tidak terungkap saja. Rizal Ramli mantan Menko Perekonomian mengatakan “lebih baik di moratorium saja kebijakan remunerasi ini, untuk memberikan kesempatan kepada Kementrian Keuangan mengkaji lagi pemberian remunerasi apalagi anggaran yang digunakan adalah hasil pinjaman luar negeri..katanya transparansi tapi kita juga tidak tahu bagaimana sistem/mekanismenya..”

Sebesar apapun gaji ditambah tunjangan khusus atau imbalan-imbalan yang diterima seseorang, sepanjang masih memiliki mental maling dan rakus, korupsi tetap ada. Sifat manusia semacam itu selalu ada karena sudah dikuasai nafsu dunia, tidak akan ada kenyangnya sebelum mulutnya dijejali tanah merah, hal ini tersirat dalam QS. At Takatsur. Bappenas saat ini sedang menyusun road map Strategi Nasional pemberantasan korupsi 2010 - 2025 dengan visi Terbangunnya tata Pemerintahan yang bebas dari praktek korupsi dengan daya dukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta sistem integritas terkonsolidasi secara nasional. Semangat ini perlu kita dukung, tapi perlu dicamkan juga kata-kata Maqdir Ismail seorang praktisi hukum yang menilai bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil apabila aparat penegak hukum yang menangani kasus korupsi justru melakukan korupsi.

Cara pintas yang mujarab sebagai upaya pemberantasan korupsi saya kira melalui tindakan hukum yang keras kalau perlu hukuman mati seperti di cina, tentu saja berlakukan bagi koruptor kelas kakap, itu pun dengan catatan semua aparat penegak hukum harus benar-benar steril dari korupsi, gaji aparat yang memadai dan jauhkan dari kepentingan-kepentingan politik..semoga.

Tidak ada komentar: