Sabtu, 13 Desember 2008

Tentang Adam Malik


Hanya satu pertanyaan yang keluar dari benak saya ketika agent Clyde McAvoy mengatakan dalam buku berjudul The Legacy of Ashes, The History of the CIA karya jurnalis Times Tim Weiner, bahwa Adam Malik adalah seorang agen CIA pada tahun 1964, yaitu berapa nama lagi yang akan disebutkan oleh CIA satu per satu yang akan membuat masyarakat Indonesia tercengang?

Ketika saya menuliskan tentang agen asing, sesungguhnya telah tersirat catatan-catatan khusus yang seyogyanya rekan-rekan Blog I-I dapat pahami. Tokoh politik yang kita kagumi, tokoh media massa yang kita segani, tokoh militer yang kita hormati, ternyata agen intel asing, entahlah... Membingungkan bukan?

Pembelaan

Seperti pernah saya bahas dalam tulisan-tulisan tentang intelijen asing, sesungguhnya ada suatu "ketakutan" dan kemandirian yang goyah dari bangsa Indonesia untuk mengakui suatu kondisi obyektif dimana pada saat Indonesia perlu bersikap pragmatis akan cenderung bersandar pada satu kekuatan di dunia.

Merasa diri menjadi bangsa yang besar, namun tidak mengakui persahabatan dengan salah satu Blok adalah pengecut.

Apa yang terjadi pada saat mesranya hubungan CIA/MI6 dengan Indonesia sejak awal Orde Baru adalah fakta sejarah yang harus diakui berhasil menghancurkan kelompok sosialis-komunis di Indonesia. Mengapa Indonesia yang sudah demokratis kembali pada "ketakutan" adanya labeling antek Barat.

Adam Malik tidak sendirian, bahkan Senopati Wirang sekalipun akan mengakui bahwa salah satu pendidikan terbaik yang pernah dilalui Intelijen Indonesia adalah melalui jasa CIA. Bahkan Ken Conboy cukup jelas membahas bagaimana CIA membangun intelijen Orde Baru, lalu mengapa ada semacam aib apabila hal itu kemudian dibuka menjadi pengetahuan publik?

Hal itu tidak lain tidak bukan karena dalam tubuh Indonesia Raya selalu mengandung unsur liberal kapitalis -- sosialis komunis -- Islam -- oportunis -- dan ultra nasionalis Indonesia. Akibatnya hampir selalu terjadi labeling bahwa sesuatu itu buruk, padahal dampaknya belum tentu buruk bagi kepentingan Indonesia Raya.

Ketika kita bersahabat dengan CIA langsung diterjemahkan sebagai "ANTEK BARAT".
Ketika kita bersahabat dengan KGB/FSB hal itu langsung dibayangi keburukan "KOMUNIS"
Ketika kita bersahabat dengan China muncul labeling "KOMUNIS"
Ketika kita bersahabat dengan MI6 langsung dianggap sebagai "ANTEK BARAT"
Ketika kita bersahabat dengan Jihadis Islam langsung dipandang sebagai "TERORIS"
Ketika kita bersahabat dengan Mossad disebut sebagai "ANTEK YAHUDI ANTI ISLAM"

Begitulah....setiap yang disentuh akan langsung diberi label yang berkonotasi negatif. Mengapa demikian? Hal ini sangat sederhana karena masyarakat Indonesia masih belum memahami makna dibalik setiap interaksi yang "HARUS" dilakukan demi Indonesia Raya.

Tokoh sebesar Adam Malik tidak berada dalam kendali agent Clyde McAvoy yang juga telah dideteksi oleh segelintir kalangan BPI, KIN dan kemudian BAKIN. Apa yang terjadi adalah persahabatan belaka, namun karena terjadi mutualisme..agent Clyde McAvoy merasa telah memiliki agent di tingkat pejabat tinggi yang akan menjadi orang penting di Indonesia. Hal ini merupakan ilusi/rekayasa yang sering terjadi pada organik intelijen di seluruh dunia. Salah satu kebanggaan dan keberhasilan seorang insan intelijen luar negeri adalah merekrut pejabat tinggi negara sasaran, sehingga sangat beralasan apabila muncul pengakuan yang sensasional demikian.

Latar belakang ideologi Adam Malik yang sosialis tidak dapat dijadikan argumentasi bahwa tidak akan bisa dekat dengan ideologi liberal kapitalis. Buktinya Adam Malik kemudian meninggalkan Murba demi sistem ekonomi yang terbuka dengan investasi asing. Mengapa semua itu dilakukan Adam Malik?

Hal itu tidak lain karena pertimbangan masa depan Indonesia Raya bersama kepemimpinan Presiden Suharto. Paska peristiwa 1965 ada keyakinan bahwa kekuatan Barat satu-satunya yang dapat membantu bangkitnya Indonesia Raya dari krisis ekonomi yang sangat parah. Tidak ada pilihan lain, sehingga tidak mengherankan apabila pemimpin Indonesia sejak saat itu mayoritas menerima pengaruh Barat. Perlu diingat bahwa pada era ini pula kehancuran masa depan tokoh Indonesia yang berkiblat ke Timur (Uni Soviet) baik kalangan intelektual apalagi kalangan politisinya.

Indonesia yang demokratis harus membuka dirinya atas kebenaran sejarah. Janganlah sejarah disimpan dalam kemasan sehingga kita akan selalu mengingat sejarah dari opini dan bukan fakta. Jangan pula marah atau merasa malu dengan adanya keterkaitan dengan sesuatu yang dilabelkan secara negatif. berpikiran terbuka demi kejayaan Indonesia Raya.

Pertanyaan saya

Apakah kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia pada saat pemimpin Orde Baru bersahabat dengan CIA/MI6? Kematian sebagian kelompok masyarakat Indonesia yang berfaham komunis adalah kerugian dari sisi berkurangnya jumlah penduduk, juga dari sisi hancurnya hak asasi manusia. Tetapi tahukah rekan-rekan bahwa Partai Komunis Indonesia yang mendapat dukungan baik dari Moskow maupun Beijing juga akan melakukan hal yang sama, yaitu mengurangi jumlah penduduk Indonesia yang Anti Komunis. Sangat jelas terlihat sebuah perang saudara, sehingga pendekatan sejarah dalam kasus ini harus dilihat sebagai perang saudara yang disebabkan sistem politik global yang terpisah dalam dua kutub.

Pragmatisme yang ditempuh Adam Malik adalah untuk kepentingan nasional Indonesia, sehingga beliau pantas disebut sebagai pahlawan nasional. Bukankah integritas Adam Malik juga masih terasa dengan sikap kritisnya terhadap kecenderungan korupsi yang besar di dalam pemerintahan Suharto? Sehingga tidak akan ada yang dapat dengan tiba-tiba membuat nama Adam Malik menjadi pudar karena tuduhan sebagai agen CIA.

Indonesia oh Indonesia, betapapun kita mencintainya mengapa masih belum terbangun suatu kecerdasan massal bangsa Indonesia untuk memahami konstelasi internasional untuk kepentingan bangsa dan negara. Pernahkah kita berpikir strategis untuk kepentingan yang lebih besar yang jelas terbukti bermanfaat bagi masyarakat Indonesia?

Politik domestik Indonesia sangat diwarnai oleh labeling "keburukan" yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya apapun aliran politik/ideologi yang dianut hal itu tidak menghalanginya untuk mengabdi pada Indonesia Raya. Dunia politik domestik Indonesia secara sadar ataupun tidak hampir selalu terjebak dalam kecurigaan bahwa masing-masing calon pemimpin nasional hanya memikirkan kepentingan pribadi dengan memanfaat segala macam sumber daya yang ada. Cara-cara menjatuhkan citra tokoh lain dengan labeling tertentu seyogyanya sudah tidak laku lagi apabila masyarakat semakin cerdas dan demokratis.

Semoga tulisan-tulisan sejarah Indonesia yang terdokumentasi dengan baik di Belanda, Amerika Serikat, Inggris, bahkan Australia dan juga dari sumber sejarahwan Indonesia semakin melengkapi gambar sejarah kita yang morat-marit karena kemasannya sedikit demi sedikit sudah sobek disana-sini.

Saya berharap tulisan ini dapat sedikit memperjelas duduk perkara tuduhan sepihak terhadap Adam Malik. Kepada keluarga Adam Malik, saya mohon maaf apabila kurang berkenan. Padangan pribadi saya adalah bahwa kebebasan berpendapat dalam bentuk buku dapat dikomplain melalui jalur hukum ke Amerika Serikat, karena pelarangan di Indonesia hanya akan menambah keraguan internasional akan demokrasi Indonesia.

Kontaklah Embassy Indonesia di Washington untuk mengurus klarifikasi buku Tim Weiner yang berbahasa Inggris. Dengan menempuh jalur "permainan" yang benar, saya yakin akan menghasilkan sesuatu yang lebih efektif bila dibandingkan dengan cara-cara pemberangusan buku tersebut dengan pelarangan di Indonesia. Adam Malik adalah tokoh nasional yang juga tokoh internasional karena kiprahnya di PBB, maka langkah yang harus ditempuh juga harus dalam forum internasional.

Kepada seluruh elemen bangsa Indonesia saya mohon untuk bangkit dan berpikir secara lebih kritis terhadap proses labeling tertentu yang diterjemahkan secara negatif. Padahal sesungguhnya dibalik itu terjadi sebuah proses yang telah menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari kehancuran.

Sekian, semoga bermanfaat.
Senopati Wirang

Tidak ada komentar: