Sabtu, 06 Februari 2010

Pelanggaran Terbesar Keputusan Bailout Century adalah BI



JAKARTA - Keterangan Fraksi Partai Golkar (FPG) ini, tampaknya, bakal membuat telinga Demokrat makin panas. Anggota Pansus Bank Century Ade Komarudin menyatakan, FPG saat ini mulai menyusun draf rekomendasi awal pemeriksaan pansus Century.

Dalam draf itu, FPG mulai menjelaskan posisi pelanggaran kasus Century, termasuk pihak-pihak yang diindikasikan terlibat. ''Golkar sekarang punya draf. Itu masih akan berkembang sesuai fakta-fakta baru yang ada,'' kata Ade saat ditemui di ruang FPG, Jakarta, kemarin (5/2).

Menurut dia, memang belum saatnya hasil draf itu disampaikan kepada publik. Namun, setidaknya draf sementara FPG tersebut menyimpulkan bahwa pelanggaran terbesar keputusan mem-bailout Century ada pada Bank Indonesia. Bank sentral itu paling dominan melanggar, mulai proses merger hingga turunnya fasilitas peminjaman jangka pendek (FPJP). ''Tujuh puluh persen pelanggaran BI ada pada Century,'' tegas Ade.

Pelanggaran yang dimaksud adalah kelalaian BI dalam mengawasi proses merger Bank CIC, IFI, dan Danpac menjadi Bank Century. Dalam proses FPJP, pelanggaran terbukti dalam rekaman Rapat Dewan Gubernur 13 November 2008 yang membahas perubahan Peraturan Bank Indonesia khusus untuk Century.

Siapa saja pejabat BI yang terlibat pelanggaran itu? Ade tidak menjelaskan. Namun, kata dia, keterangan dan rekaman yang disampaikan kepada publik sudah bisa membuktikan siapa saja yang melanggar.

''Kalau yang tercantum di dalamnya, siapa yang dominan di rekaman,'' ujarnya memberi gambaran. Bisa jadi, gubernur BI saat itu, yakni Boediono, beserta sejumlah deputi gubernur BI masuk dalam pelanggaran tersebut.

Di luar BI, FPG menilai 30 persen pelanggaran dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Komite Koordinasi (KK). Menurut Ade, posisi ketua KSSK paling krusial dalam menetapkan bailout Bank Century.

Posisi KSSK memang diatur dalam UU BI dan Perppu JPSK Nomor 4/2008. Namun, tidak ada satu pun ketentuan UU yang mengatur posisi KK. ''Ketua KSSK itu kan pemegang veto. Kalau dia tidak ada, (bailout) nggak akan jadi,'' ungkapnya.

Berdasar jadwal yang disusun pansus, penyampaian pandangan awal dijadwalkan berlangsung Senin (8/2). Ade menegaskan, posisi draf rekomendasi awal masih akan terus berkembang menyesuaikan dengan fakta-fakta baru. ''Draf itu tidak akan berubah. Hanya, kami masih melihat fakta dan data-data baru,'' katanya.

Sebagaimana diketahui, Golkar merupakan salah satu partai koalisi yang terang-terangan berbeda pandangan terkait pemeriksaan Century. Bersama Partai Keadilan Sejahtera, keduanya memiliki posisi kritis untuk mengungkap masalah Century.

Sebelum Golkar, PKS lebih dulu menyampaikan rekomendasi awal. PKS mencatat ada 18 pelanggaran dalam kasus Century. Pelanggaran itu mulai proses merger Bank Century, pengubahan peraturan Bank Indonesia, pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek, serta bailout. Mereka belum menentukan apakah itu merupakan bentuk pelanggaran administrasi, pidana korupsi, perbankan, atau tata negara.

Sementara itu, Fraksi Partai Hanura (FPH) juga telah mengeluarkan kesimpulan sementara. Yaitu, dalam kasus Bank Century, unsur-unsur yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi sudah terpenuhi. ''Total kami temukan 62 penyimpangan. Soal aliran dana ke mana saja, itu masih diproses di pansus,'' ujar Sekretaris FPH Akbar Faisal.

Lalu, siapakah pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam skandal Century itu? Dia menyatakan terdapat 10 pihak. Yaitu, manajemen Bank CIC, manajemen lama Century, manajemen baru Century, pejabat BI periode akuisisi dan merger, pejabat BI pascamerger dan pemberian FPJP, serta pejabat BI dalam proses pemberian PMS.

Selanjutnya, pejabat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), pejabat UKP3R, pejabat Komite Koordinasi (KK), dan Pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). ''Jadi, upaya perampokan dana bank secara berlanjut ini melibatkan banyak pihak,'' ungkapnya. Hanya, Hanura belum bersedia menyebutkan tokoh-tokoh yang bersangkutan secara langsung.

Di tempat terpisah, sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola memprediksi, bila Boediono jatuh, baik karena impeachment maupun mengundurkan diri, ada dua kandidat kuat yang berpotensi mengisi posisi wakil presiden. Yakni, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa.

Meski begitu, menurut Thamrin, Ical -panggilan akrab Aburizal Bakrie- sebenarnya hanya mengincar posisi Menkeu. Motivasinya adalah untuk mengamankan kepentingan bisnisnya.

''Walapun Ical calon kuat, saya pikir dia tidak menyasar posisi Wapres. Yang dia sasar adalah posisi Menkeu. Sebab, itu sangat memengaruhi perkembangan bisnisnya. Bukan Ical yang harus jadi Menkeu, tapi seorang yang friendly atau bersahabat dengan dia. Bukan seseorang yang sangat bermusuhan seperti Sri Mulyani,'' jelasnya di gedung DPD, kompleks parlemen, kemarin.

Indikasi itu, ungkap dia, sudah terlihat saat berkembang isu adanya kesepakatan Aburizal dan SBY untuk me-reshuffle posisi Menkeu yang dijabat Sri Mulyani. ''Semua dimulai dari titik itu,'' tegas Thamrin dengan ekspresi serius.

''Bila target Golkar dan Ical adalah Menkeu, bukan Wapres, saya kira target Hatta Rajasa adalah Wapres,'' ujarnya.

Thamrin meyakini Boediono tidak akan bisa mengelak dari skandal Century. ''Boediono saya kira akan kena karena mengubah-ubah aturan BI. Sementara itu, SBY dan Sri Mulyani barangkali tidak. Bukan lewat pansus DPR, tapi penyidikan KPK. Boediono sudah tahu dan sudah siap-siap. Makanya, dia bilang ikhlas (kalau harus dimakzulkan, Red) karena memang akan kena,'' ujarnya.

Tanggapan MA

Mahkamah Agung (MA) menyatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa berlindung pada kerahasiaan bank dengan menghalangi penyalinan dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pansus Angket Bank Century. Kerahasiaan suatu dokumen bisa diterobos bila ada kepentingan negara yang lebih besar.

''Kerahasiaan dokumen perbankan memang dilindungi, tapi bisa diterobos bila ada kepentingan yang lebih besar. Yakni, kepentingan bangsa dan negara,'' ujar Ketua MA Harifin Andi Tumpa kemarin (5/2).

Karena itu, Harifin meminta BPK bekerja sama dengan pansus karena organ DPR tersebut memiliki kewenangan menyita dan menyalin dokumen apa pun yang berkaitan dengan tugasnya. Kewenangan panitia angket itu diberikan pasal 19 UU No 6/1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR.

Pasal 19 berbunyi, ''Apabila seorang saksi atau ahli tidak suka memperlihatkan surat-surat yang dianggap perlu untuk diperiksa oleh panitia angket, panitia angket dapat meminta kepada pengadilan negeri yang berkuasa di daerah hukum yang bersangkutan untuk menyita dan/atau menyalin surat-surat itu. Kecuali jika surat-surat itu mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan rahasia-rahasia tersebut dalam pasal 22 ayat 1 dan 2.''

Harifin menilai, solusi tersebut jauh lebih baik bila dibandingkan dengan MA harus mengeluarkan fatwa. Sebab, fatwa MA hanya berupa pendapat orang kedua atau second opinion yang tidak bersifat mengikat sehingga dapat diabaikan BPK. Sedangkan penetapan pengadilan bersifat memaksa sehingga BPK tidak berhak menolak atau menghalangi. (bay/pri/dyn/noe/oki/iro)

Tidak ada komentar: