Minggu, 20 Juni 2010

Salat Istikharah demi Prestasi Anak Didik



NOVIN Widyawati, satu di antara sekian banyak orang yang peduli dengan dunia pendidikan tanah air. Dia concern dengan pendidikan anak-anak miskin di sekitar tempat tinggalnya di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. Dia adalah pengelola Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) atau SMP Terbuka Johar Baru yang menginduk kepada SMPN 28 Jakarta. Sebagai pengelola, Novin sudah kenyang dengan berbagai pengalaman menghadapi permasalahan para murid miskin dan dana yang minim.

"Murid miskin itu jauh lebih susah dididik jika dibandingkan dengan murid pada umumnya. Lingkungan kumuh yang membentuk mereka," ujar Novin ketika ditemui di SMKN 39, kawasan Cempaka Putih, Jakarta, Jumat lalu (18/6).

Setiap tahun, lanjut Novin, ada permasalahan baru yang dihadapi. Mulai murid yang memilih putus sekolah hingga persoalan aliran dana pendidikan yang tidak transparan. Wanita berjilbab itu menuturkan, tidak mudah mempertahankan para murid miskin untuk bersekolah hingga lulus.

Berangkat dari kalangan bawah, para murid binaan Novin terbiasa bekerja serabutan, seperti mengamen, memulung, dan menjadi cleaning service, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka lebih tertarik mendapatkan uang secara instan dari pekerjaannya tersebut ketimbang bersekolah. "Karena itu, saya bilang, semua itu seleksi alam di sini (SMP terbuka)," ujar lajang kelahiran 30 November 1979 itu.

Novin mencontohkan, beberapa siswanya rela putus sekolah demi menjalani profesi sebagai cleaning service. "Bagi mereka, uang Rp 300- Rp 400 adalah jumlah yang banyak. Mereka lebih memilih bekerja ketimbang sekolah," katanya.

Permasalahan lain yang kerap membuat pusing wanita asal Klaten itu adalah perilaku anak didiknya yang sering kelewat batas. Mereka bisa seenaknya masuk atau keluar kelas tanpa permisi, mengucapkan kata-kata tak senonoh di kelas, hingga mencuri. Untuk perilaku yang terakhir, Novin tidak bisa menoleransi.

Anak kelima di antara enam bersaudara itu mengisahkan, pernah suatu saat dirinya menerima telepon dari pihak keamanan sebuah mal di ibu kota. Pihak keamanan itu mengabarkan bahwa keenam murid perempuannya tertangkap mencuri. "Saya langsung shock begitu mendengar kabar itu. Langsung saya datangi mal tersebut," ujarnya.

Sampai di sana Novin diberondong pertanyaan oleh pihak toko yang barangnya dicuri. Ada empat toko yang kecolongan. Tiga di antaranya mau berdamai. Namun, gerai besar yang satu lebih memilih memolisikan keenam murid Novin. Dia memohon pihak gerai untuk berdamai.

"Saya sampai mohon berkali-kali untuk tidak membawa anak-anak ini ke polisi. Mereka semua sudah nangis ketakutan. Saya juga jengkel. Tapi, mereka cuma anak-anak miskin yang ingin memiliki barang-barang itu dan nggak punya uang. Apa saya tega membiarkan mereka dibawa ke polisi"? kenang pengajar bahasa Inggris SMKN 39 itu.

Menyikapi permasalahan perilaku anak didiknya, Novin dan guru-guru yang lain getol memberikan pengetahuan agama. Mulai kegiatan bimbingan baca Alquran seminggu sekali, pesantren kilat, hingga ceramah keagamaan. Selain itu, mereka dibekali keterampilan tangan, memasak, dan komputer. "Ini saya sedang merencanakan mengadakan program praktik kerja lapangan (PKL) untuk murid-murid saya. Denga begitu, mereka punya keterampilan kerja saat melanjutkan ke SMA atau SMK nanti," katanya.

Selain perilaku, persoalan dana pendidikan yang minim menjadi perhatian. Novin yang mengelola SMP Terbuka Johar Baru sejak 2007 awalnya tidak kebagian dana biaya operasional pendidikan (BOP) dan biaya operasional sekolah (BOS) yang disalurkan dari sekolah induk, SMPN 28. Selama dua tahun Novin hanya menerima gaji guru pamong dan peralatan belajar-mengajar yang dibutuhkan.

Wanita murah senyum itu awalnya tidak tahu bahwa SMP terbuka berhak menerima BOS dan BOP. Begitu dirinya tahu, Novin berjuang untuk mendapatan dua dana tersebut. Bahkan, risikonya dia dimusuhi banyak pihak yang diduga "menyunat" dana tersebut.

Perjuangan Novin tidak sia-sia. Tahun ini sekolahnya menerima dua dana tersebut secara utuh. "Saya bersyukur akhirnya bisa memperjuangkan hak-hak anak didik saya. Meskipun, saya didiamkan beberapa pihak yang tidak senang dengan perjuangan saya," ujar Novin yang juga menggandeng Indonesian Corruption Watch (ICW) untuk menelisik dugaan korupsi di tubuh sekolah induknya itu.

Awalnya Novin hanya tertarik mengajar secara sukarela di TKBM atau SMP terbuka di dekat tempat tinggalnya, kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. Sebab, dunia pendidikan bukan hal baru bagi Novin. Sehari-hari dia adalah guru bahasa Inggris SMKN 39 Jakarta. Dia bergabung dengan TKBM Johar Baru pada 2006.

Namun, baru enam bulan mengajar, dia mendapat tawaran yang mengagetkan. Pemilik sekolah meminta Novin mengelola TKBM Johar Baru. Novin yang merasa belum berpengalaman membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengiyakan tawaran tersebut.

Bahkan, untuk memantapkan hati dia melakukan salat Istikharah. "Dari shalat Istikharah tersebut akhirnya hati saya mantap untuk mengelola sekolah khusus anak miskin tersebut. Ternyata tidak semua menyeramkan. Malah saya lebih bahagia melihat banyak anak miskin bisa sekolah," paparnya. (ken/c4/agm)

Tidak ada komentar: