Minggu, 20 Februari 2011

Tentara Libya Lakukan Pembunuhan Massal


RMOL. Tentara Libya bertindak brutal. Pembunuhan massal telah terjadi di salah satu negara Afrika Utara itu. Menurut saksi mata lebih dari 200 orang demonstran diterjang peluru aparat keamanan.

Kelompok oposisi Libya di pengasingan memperkirakan, sekitar 120 orang tewas dan 1.000 lainnya terluka dalam bentrokan. Laporan lainnya menyebutkan korban tewas mencapai 200 orang. Para demonstran ditem­baki karena menentang rezim Moamar Khadafi yang berkuasa 41 tahun terakhir.

Walaupun pejabat di Tripoli tampak lembut, pasukan ke­amanan diduga berlaku garang, me­nembaki puluhan demonstran saat berjuang menghentikan pem­berontakan di Benghazi, ketika aksi kekerasan menyebar ke al Bai­da hingga ke Misratah.

Di Benghazi, saksi mengatakan kepada Reuters, penembak jitu menembaki demonstran. “Ber­pu­luh-puluh orang terbunuh. Bukan 15 orang. Kami berada di tengah-tengah pembunuhan massal,” kata warga yang tidak mau dise­but­kan namanya. Pria itu menga­takan, telah membantu korban ke rumah sakit dalam kekerasan, Sabtu (19/2).

Jumlah korban tewas simpang siur karena jurnalis dari luar negeri dilarang masuk, internet dan telepon seluler juga diputus. De­mons­trasi menentang Khadafi telah berlangsung sepekan terakhir.

Sebuah kelompok kampanye Human Rights Solidarity me­nyatakan di al-Baida para pe­nem­bak jitu mengambil posisi di atas rumah. Di kota berpenduduk 210.000 orang itu 13 orang dila­por­kan tewas dan lusinan lainnya luka.

Seorang warga di Benghazi mengatakan kepada BBC, tentara menembaki demonstran dari atas gedung. Bahkan beberapa tentara meng­gunakan granat. ”Mereka me­nembaki para pengunjuk rasa, ke­mungkinan 40 tewas, tolong kasih tahu kepada dunia, mereka mem­bunuh warganya,” kata warga itu.

Sedangkan dokter yang ber­tu­gas di Benghazi mengatakan kepada Al Jazeera, Rumah Sakit me­nerima 15 jenazah dan belasan luka-luka. “Mereka luka tembak di kepala, dada.”

Situasi di Libya makin mema­nas saat demonstrasi besar-be­saran dimulai pekan lalu. Para de­montrans menuntut Khadafi mun­dur dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Libya. Na­mun presiden yang telah berkuasa 42 tahun itu enggan mundur.

Pemerintah bahkan mener­jun­kan para penembak jitu untuk memukul para demonstran. Se­jumlah laporan dari kota Libya menyebutkan, pemerintah me­nugaskan kelompok elite militer untuk menguasai keadaan, sete­lah unjuk rasa anti pemerintah kembali terjadi.

Kondisi lebih terkendali di Bahrain, setelah sepekan pergo­lakan yang mematikan. Kemarin, para pemimpin opisisi berkumpul dan sepakat untuk menggelar dialog dengan Pangeran Sheikh Sal­man bin Hamad al-Khalifa yang dianggap reformis.

Pemimpin partai politik dari blok Syiah, Abdul-Jalil Khalil, mengatakan oposisi meminta sang pangeran memimpin dialog nasional. Menurut sumber dari kelompok oposisi Bahrain, selain penarikan pasukan keamanan dan perlindungan HAM, kubu oposisi di Bahrain menuntut pembebasan para tahanan politik, pengun­du­ran diri pemerintah, serta pem­bi­ca­raan mengenai konstitusi baru.

“Pengunjuk rasa berde­mons­trasi dengan damai. Namun, pihak penguasa seenaknya mela­kukan tindakan anarkis. Kami bahkan telah menuntut dia­dakan­nya dialog, tapi belum ada ja­waban,” ujar Jalil Khalil seperti di­lansir AP, kemarin.

Para pengunjuk rasa anti pe­me­rintah kembali ke Pearl Square di Manama pada Sabtu. Mereka mem­bangun kamp untuk tempat tinggal menyusul perintah pange­ran, tentara dan kendaraan lapis baja ditarik dari Pearl Square.

Tempat ini sempat dikuasai militer sejak Kamis (17/2), sete­lah polisi anti-huru hara me­nye­rang para demonstran pada ma­lam hari. Serangan pada malam hari terhadap para pengunjuk rasa menewaskan empat orang dan me­lukai 231 lainnya. [RM]

Tidak ada komentar: