Sabtu, 17 April 2010

Mediasi Pelindo dan Ahli Waris Makam Mbah Priok Hasilkan Tiga Kesepakatan

JAKARTA - Insiden dalam upaya penggusuran makam Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad alias Mbah Priok memasuki babak baru. Dalam proses mediasi kedua di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemarin (16/4), terungkap hal-hal baru. Antara lain, temuan investigasi bahwa banyak pelanggaran HAM yang terjadi dalam upaya penggusuran lahan makam di Koja, Jakarta Utara, tersebut.

''Tetapi, semua masih harus dianalisis lebih lanjut. Yang jelas, kasusnya sangat serius dan terkait dengan hak asasi manusia,'' ujar Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kepada wartawan.

Ridha mengatakan, proses mediasi tertutup antara PT Pelindo II dan ahli waris makam Mbah Priok menghasilkan tiga butir kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa di antara kedua belah pihak. Mediasi sempat alot karena kedua pihak awalnya bersikukuh kepada argumentasi masing-masing.

Namun, lanjut Ridha, akhirnya dihasilkan tiga kesepakatan bersama. Pertama, ahli waris makam Mbah Priok menyetujui rancangan masterplan situs makam oleh PT Pelindo II dalam dua pekan ke depan. Kedua, rencana pembangunan terminal peti kemas akan memperhatikan kepentingan umat. Yang terakhir, akan dibentuk komisi untuk mempelajari masterplan yang dibuat PT Pelindo II. ''Masterplan akan selesai dibuat pada 30 April nanti,'' kata Ridha.

Dalam pertemuan itu, Komnas HAM diwakili tiga komisionernya. Mereka adalah Nurkholis Hidayat, Syarifuddin Ngulma, dan Ridha Saleh. PT Pelindo II diwakili Dirut R.J. Lino dan kuasa hukum Teuku Syahrul Ansyari. Sedangkan ahli waris makam Mbah Priok diwakili Ali Baagil dan Habib Muhammad serta pengacara senior Yan Juanda Saputra.

Ridha menyebut, selain anggota Komnas HAM, komisi yang mengkaji masterplan tersebut beranggota MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan muspida. Dalam hal ini, termasuk Wagub DKI Jakarta Prijanto serta sejumlah ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Forum Betawi Rempug (FBR), Front Pembela Islam (FPI), Rabithah Alawiyah, dan Forum Majelis Taklim.

Nurkholis memaparkan bahwa PT Pelindo akan menyerahkan rancangan finalisasi masterplan situs makam kepada komisi paling lambat pada 14 Mei. ''Mediasi akan digelar lagi pada 4 Juni di Kantor Komnas HAM guna menandatangani memorandum of understanding (MoU) terkait masterplan yang sudah diajukan,'' jelasnya.

Teuku Syahrul Ansyari, kuasa hukum PT Pelindo II, menuturkan bahwa pihaknya hanya menyesuaikan pembangunan agar selaras demi kepentingan umat.

Yan Juanda Saputra mengungkapkan, pihaknya akan menyelesaikan permasalahan tahap demi tahap agar semua terselesaikan dengan baik. ''Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah yang ada selama ini," tandasnya.

Sementara itu, wakil ahli waris makam Mbah Priok kemarin menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pertemuan dan dialog singkat itu berlangsung secara informal setelah salat Jumat di Wisma Negara, Jakarta.

Ahli waris yang datang adalah Habib Ali Zaenal bin Abdurrahman Alaydrus dan Habib Salim bin Umar Al Attas. Selama sekitar 15 menit, mereka berdialog dengan presiden dan membicarakan solusi pascabentrok di sekitar kawasan makam di Koja, Jakarta Utara, Rabu lalu (14/4).

Dalam dialog tersebut, terungkap bahwa Presiden SBY akan menandatangani prasasti renovasi makam di sana. ''Alhamdulillah, presiden akan menandatangani prasasti. Beliau juga minta kepada semua rakyat, jangan ada kegaduhan di sekitar (makam). Presiden mengimbau masyarakat tidak termakan isu,'' kata Habib Ali. Kedua ahli waris itu juga berharap polemik dan persengketaan dihentikan. Presiden juga meminta mediasi dilanjutkan.

Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengungkapkan, evaluasi internal terhadap Satpol PP memang diperlukan. Saat ini, kata Djoko, penegakan ke­tertiban perlu cara-cara persuasif. ''Itu yang paling penting. Persuasif dan mengutamakan dialog dengan masyarakat,'' tambahnya.

Dia mengakui bahwa saat ini banyak kasus tindakan berlebihan yang dilakukan aparat Satpol PP. Menurut Djoko, hal itulah yang harus dievaluasi. Dia juga tidak setuju terhadap pembubaran Satpol PP. Terpisah, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo akhirnya menonaktifkan Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Harianto Badjoeri. Langkah itu diambil sebagai buntut insiden berdarah dalam penertiban bangunan di lokasi makam Habib Hassan bin Muhammad Al Haddad alias Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara, Rabu lalu (14/4).

''Untuk memudahkan pengusutan ini, saya putuskan untuk memberhentikan sementara kepala satpol PP dari tugas dan semua ope­rasi,'' ujar Fauzi Bowo dalam rapat paripurna interpelasi DPRD DKI kemarin (16/4).

Dalam rapat paripurna itu, Foke -panggilan akrab Fauzi Bowo- dicecar banyak pertanyaan terkait insiden berdarah tersebut. Dewan juga mempersoalkan kinerja satpol PP. Dewan menilai mereka lebih mengedepan­kan kekerasan fisik saat penertiban. Karena itu, banyak anggota DPRD yang menuntut agar Harianto Badjoeri mundur.

Rapat paripurna dimulai pukul 15.30. Di antara 94 anggota dewan, hampir 90 persen hadir. Hampir semua di antara delapan fraksi mempertanyakan keburukan kinerja satpol PP dan alasan Pemprov DKI Jakarta melakukan penertiban.

Sampai kapan penonaktifan Harianto itu? Foke pun menjawab sampai penelusuran kasus selesai. Bahkan, dia akan menyiapkan petugas pelaksana harian (Plh). ''Untuk Plh, belum saya tunjuk. Yang jelas, untuk kepentingan pekerjaan, saya akan menunjuk secepatnya,'' tegasnya. (zul/ken/sof/pes/c3/c5/dwi)

Tidak ada komentar: