Kamis, 26 Juli 2012

Emir Moeis Terseret Kasus Listrik

JAKARTA– Ketua Komisi XI DPR, Izedrik Emir Moeis, terseret kasus dugaan suap. Meski KPK belum merilis resmi status Emir, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana memastikan politikus PDIP itu telah menjadi tersangka. Status tersangka Emir Moeis terungkap dalam surat permohonan pelarangan bepergian ke luar negeri yang dikirimkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI per 23 Juli 2012. ”Di surat itu Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta pencegahan ke luar negeri, status EM (Emir Moeis) dinyatakan sebagai tersangka,” kata Denny kemarin, melalui pesan singkat di ponsel. Dari dokumen yang diterima SINDO, surat permohonan KPK tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-36/01/07/2012 tanggal 20 Juli 2012 atas nama tersangka Izedrik Emir Moeis yang ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad. Dalam surat tersebut diungkapkan bahwa KPK saat ini tengah menyidik dugaan korupsi terkait proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan,Kabupaten Lampung Selatan,Provinsi Lampung Tahun Anggaran (TA) 2004 yang dilakukan oleh tersangka Izedrik Emir Moeis selaku anggota DPR periode 1999-2004 dan atau selaku anggota DPR periode 2004-2009. Dalam surat tersebut KPK juga meminta pencegahan ke luar negeri kepada dua orang lain. Mereka adalah Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama Zuliansyah Putra Zulkarnain dan General Manager PT Indonesian Site Marine Reza Roestam Moenaf. Penetapan Emir sebagai tersangka ini telah memperpanjang daftar politisi dari partai politik yang dibidik KPK. Sebelum ini KPK juga telah menetapkan tersangka korupsi para politisi dari Partai Golkar, Zulkarnain Djabar; Wa Ode Nurhayati dari PAN; hingga Angelina Sondakh dari Partai Demokrat (selengkapnya lihat info grafis). Hal yang menarik, KPK belum mengumumkan secara resmi status Emir. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, status Emir Moeis sampai saat ini belum diberikan kejelasan. Johan Budi mengatakan, status Emir akan disampaikan secara resmi pada waktu yang tepat.”Saya barusan menghadap pimpinan, dan saya diperintahkan untuk sampaikan ini terkait berita atau informasi yang dikonfirmasi wartawan dari Wakil Menkumham (Denny Indrayana).” “Ada waktunya akan disampaikan secara resmi apa status Emir Moeis terkait kasus yang kita telusuri lebih lanjut. Ini saya sampaikan karena memang menurut KPK belum tepat sekarang,” kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK,Jakarta,kemarin. Terkait beredarnya surat fotokopi permohonan pencekalan KPK yang disampaikan ke Ditjen Imigrasi atas nama Emir Moeis dkk, Johan mengaku tidak tahu dan tidak memegang surat asli maupun fotokopiannya. Dia menuturkan, penyebutan status tersangka yang disampaikan oleh Denny saat dihubungi wartawan dapat memengaruhi pengembangan kasus yang tengah diusut KPK.”Jadi kami mohon dan mengimbau pihakpihak terkait sebaiknya mengadakan koordinasi dengan pimpinan KPK terkait kasuskasus yang tengah ditangani,” paparnya. Johan mengharapkan, penundaan pengumuman status Emir Moeis tersebut janganlah dihubung-hubungkan dengan takut atau beraninya KPK dengan politisi PDIP tersebut. Kepentingan pengusutan dan pengumpulan fakta atau bukti kasus PLTU Tarahan itu lebih penting daripada memperdebatkannya. ”Sama sekali tidak terkait dengan takut atau tidak takut, tapi ini terkait kepentingan pengusutan kasus PLTU Tarahan tahun 2004. Tidak ada relevansi dan kaitannya,” bebernya. Johan Budi menambahkan, seluruh kasus hukum yang ditangani KPK sejak awal tidak sedikit pun sebagai perwujudan gilir-menggilir politisi yang berasal dari partai politik. Kasus PLTU Tarahan pun tidak sedikit pun dimaksudkan untuk mengarah ke partai tertentu. ”KPK tidak menggilir, KPK menangani kasus yang kebetulan di antaranya terkait orang partai. Selain itu, dari mana kesimpulan KPK menggilir itu?” papar Johan sambil menyatakan KPK juga banyak menangani kasus tanpa melibatkan orang partai. Emir Moeis saat dikonfirmasi membantah dugaan keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi PLTU di Tarahan. ”Saya enggak tahu pembangunan PLTU itu, saya kan di Komisi Keuangan,(jadi itu) bukan domain saya. Saya pun tidak akan berinisiatif mendatangi KPK untuk melakukan klarifikasi. Kalau dipanggil, nanti saya klarifikasi,” kata Emir di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Emir belum mau terlalu jauh mengomentari kasus itu karena substansinya belum dia ketahui. Apalagi dia juga tidak pernah terlibat dalam pembicaraan mengenai PLTU Tarahan dengan pihak-pihak terkait. Karena itu, dia hanya bisa pasrah sekaligus kaget kenapa sampai ditetapkan sebagai tersangka. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan partainya akan berkoordinasi untuk mengetahui bagaimana duduk perkara persoalan ini. PDIP juga akan menyiapkan bantuan hukum kepada Emir. ”Tim hukum DPP telah kami koordinasikan untuk segera menemui Pak Emir,” katanya. Terkait kasus yang diduga melibatkan Emir,Tjahjo juga mengaku tidak pernah tahu. Karena itu dia cukup kaget ketika pemberitaan di media sudah ramai mengenai status tersangka bagi Emir.”Saya belum paham masalah tersebut dan belum ketemu Pak Emir untuk membicarakan masalah PLTU ini.Pak Emir kan di Komisi Keuangan, bukan Komisi Energi,”ujarnya. Sementara itu,Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi menilai kecenderungan menggilir oknum politisi Senayan karena KPK memiliki peta korupsi di Indonesia, mulai dari legislatif,eksekutif, yudikatif,kepolisian,kejaksaan, dan TNI. Sebagai instrumen hukum pemberantasan korupsi, lanjut dia,KPK memiliki politik penegakan hukum yang kendalinya ada di tangan mereka. Dia berharap politik pemberantasan korupsi yang dijalani KPK tidak ada maksud lain, kecuali untuk membongkar korupsi di pusat kekuasaan. ”Mudah-mudahan semangat memberantas korupsi masih ada di tangan mereka (KPK). Sebab, kalau politik KPK dipakai untuk agenda lain, misalnya mendelegitimasi lembaga- lembaga demokrasi (parpol) dan institusi negara,maka dampaknya akan sangat serius di masa mendatang,” kata Adhie saat dihubungi SINDO di Jakarta tadi malam. sabir laluhu/ rahmat sahid/ant

Tidak ada komentar: