Minggu, 28 Agustus 2011

Sri Mulyani dan Intelektual Indonesia


Popularitas Sri Mulyani Indrawati semakin moncer, paling tidak berdasarkan versi pemeringkatan majalah Forbes. Untuk ketigakali, mantan menteri keuangan itu masuk ke dalam daftar jajaran perempuan paling berpengaruh di dunia. Tahun ini, Direktur Pelaksana World Bank itu menduduki peringkat ke-65 dalam daftar 100 perempuan paling powerful versi Majalah Forbes yang dirilis 24 Agustus 2011 lalu. Sebelumnya, Sri Mulyani masuk peringkat ke-23 pada 2008.

Nama Sri Mulyani dalam daftar the most powerful memang bukan hal baru. Pada 2009, Sri Mulyani tercatat pada peringkat ke-71. Pada 2010, CNN memilih Sri Mulyani dalam daftar tiga perempuan paling berpengaruh di Asia 2010. Sebelumnya, dia juga pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik Asia pada 2006 oleh Emerging Markets dan Wanita Paling berpengaruh Ke-2 di Indonesia versi Majalah Globe Asia pada Oktober 2007. Apa arti semua predikat itu bagi kita semua?

Bagi yang tidak suka, respons atas rilis-rilis pemeringkatan semacam itu biasanya adalah mempertanyakan keabsahan dari sisi metodologi. Ketika Sri Mulyani sudah masuk dalam perbincangan politik, terutama sejak deklarasi Partai Serikat Rakyat Indonesia (SRI), pengukuran pemeringkatan semacam itu pasti mengundang pula komentar-komentar politis. Namun, ada baiknya kita memaknai pemeringkatan itu secara positif dan berpikir lebih makro dalam kaitan putra-putri terbaik Indonesia lainnya.

Sederet gelar untuk Sri Mulyani dari berbagai lembaga internasional adalah pengakuan secara eksplisit dan tegas atas prestasi-prestasi dan kemampuan luar biasa yang dimilikinya. Menarik sekali mengutip James Castle, pendiri lembaga konsultan global Castle Asia, yang mengatakan, ”She could be the finance minister anywhere in the world.” Mengomentari hengkangnya Sri dari kursi menteri keuangan tahun lalu, Castle berpendapat Sri bisa menjadi menteri keuangan di mana pun di dunia karena kapabilitasnya.

Kita ikut bangga ketika Sri Mulyani disandingkan bersama dengan para wanita berpengaruh lainnya, seperti Kanselir Jerman Angela Merkel, Ketua Partai Kongres Nasional India Sonia Gandhi, dan Ibu Negara Amerika Serikat Michelle Obama. Dalam situasi Indonesia yang masih saja tersandera berbagai mafia, pengakuan itu ibarat setetes air segar. Terlalu buru-buru kalau rilis Forbes diinterpretasikan untuk pencalonan Sri. Ingin ditegaskan di sini, Indonesia sebetulnya adalah penyuplai intelektual dunia.

Sayangnya, kepakaran dan kejeniusan anak-anak negeri itu justru dinikmati negara lain. Saat ini, misalnya, terdapat ribuan intelektual Indonesia yang mengajar di berbagai universitas di dunia, atau bekerja sebagai periset di lembaga-lembaga internasional. Singapura bahkan berambisi merekrut 300-400 siswa cerdas dari Indonesia setiap tahunnya. Dibutuhkan kearifan semua pihak serta sistem politik yang bersih agar intelektual-intelektual tidak hanya disegani di negara lain, tetapi juga dimuliakan di negeri sendiri.

Tidak ada komentar: